Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Desember 2010 -
Baca: Amsal 3:1-12
"Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihiNya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi." Amsal 3:12
Tak satu pun orangtua di dunia ini yang menginginkan anak-anaknya menjadi orang yang gagal atau menderita di kemudian hari. Semuanya berharap anak-anaknya menjadi orang yang berhasil dalam studi, karir dan juga rumah tangga. Itulah sebabnya orangtua selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, bahkan mereka pun rela mengorbankan apa saja demi anak. Kasih, perhatian, perlindungan dan terkadang juga teguran diberikan orangtua kepada anak.
Dalam kehidupan rohani, Tuhan pun bertindak demikian. Di satu sisi Tuhan senantiasa melimpahkan kasih, kemurahan, pemeliharaan, penyertaan dan pertolongan kepada kita; di sisi lain Dia juga akan memberikan teguran atau hajaran kepada kita bila kita melakukan pelanggaran atau dosa di hadapanNya. Tujuan teguran itu adalah agar kita menjadi jera dan tidak lagi mengulangi kesalahan sehingga kita dapat bertumbuh ke arah yang benar sesuai dengan kehendakNya. Teguran Tuhan kepada kita dapat berupa masalah atau persoalan: sakit penyakit, krisis keuangan, masalah keluarga dan sebagainya. Tuhan mengijinkan hal itu terjadi agar kita segera menyadari kesalahan dan berbalik ke jalanNya yang benar. Oleh sebab itu "...janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatanNya." (ayat 11). Daud pernah melakukan pelanggaran besar di hadapan Tuhan, berzinah dengan Betsyeba. Kemudian Tuhan memakai Natan untuk menegur Daud. Akhirnya Daud pun menyesal dan bertobat, katanya, " 'Aku sudah berdosa kepada Tuhan.' Dan Natan berkata kepada Daud: 'Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati. Walaupun demikian, karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista Tuhan, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati.' " (2 Samuel 12:13-14).
Kunci utama ketika kita menerima teguran dari Tuhan adalah bertobat. Pengakuan diri kita telah melakukan dosa di hadapan Tuhan itu sangat penting dan itu adalah kunci untuk mengalami pemulihan dan berkat dari Tuhan. Jadi bila kita mendapat teguran dari Tuhan jangan menjadi kecewa atau marah, ini berarti Tuhan sangat mengasihi kita. "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:7).
Bersyukurlah bila kita ditegur Tuhan, karena hal itu mendatangkan kebaikan bagi kita.
Friday, December 10, 2010
Thursday, December 9, 2010
ABRAHAM: Percaya Penuh Pada Janji Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Desember 2010 -
Baca: Roma 4:18-25
"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup." Roma 4:19
Tuhan berkata kepada Abram, " 'Cuba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firmanNya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.' " (Kejadian 15:5). Itulah janji Tuhan kepada Abram bahwa Dia akan membuat keturunannya seperti debu tanah banyaknya dan juga seperti bintang-bintang yang bertebaran di langit.
Saat Tuhan berjanji, Abram sudah berumur kira-kira seratus tahun dan Sarai pun rahimnya sudah tertutup karena sudah berusia lanjut. Itulah sebabnya mereka sempat tertawa mendengar apa yang dikatakan Tuhan. Secara manusia itu adalah seperti 'mission impossible'! Namun pada akhirnya janji Tuhan itu digenapiNya: "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Abraham menamai anaknya yang baru lahir itu Ishak, yang dilahirkan Sara baginya." (Kejadian 21:2-3). Ketika Tuhan berjanji, apakah dengan serta merta janji itu langsung digenapi? Abraham membutuhkan penantian yang melelahkan dan itu tidak mudah. Perlu waktu bertahun-tahun untuk dapat menikmati janji Tuhan. Adalah tidak mudah bagi Abraham untuk percaya kepada janji Tuhan, apalagi usianya sudah tua dan fisiknya pun semakin lemah. Secara logika Abraham punya alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan, namun "...sekalipun tidak ada dasar untuk berharap,...Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: 'Demikianlah banyaknya nanti keurunanmu,' " (Roma 4:18). Di tengah keadaan yang tidak mendukung pun Abraham tidak menjadi bimbang meski janji Tuhan tidak langsung digenapi.
Seringkali kita dihadapkan pada situasi-situasi yang tidak menjadi lebih baik ketika kita sedang menantikan janji Tuhan, sementara orang-orang di luar Tuhan sepertinya begitu mudah mendapatkan apa yang diinginkan. Akibatnya kita tidak lagi bersemangat menjalani hidup ini, kita terus menggerutu kepada Tuhan, padahal masa-masa sukar yang kita jalani itu adalah proses ujian bagi iman kita.
Tetaplah kuat menantikan janji Tuhan, karena "...Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:21)
Baca: Roma 4:18-25
"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup." Roma 4:19
Tuhan berkata kepada Abram, " 'Cuba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firmanNya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.' " (Kejadian 15:5). Itulah janji Tuhan kepada Abram bahwa Dia akan membuat keturunannya seperti debu tanah banyaknya dan juga seperti bintang-bintang yang bertebaran di langit.
Saat Tuhan berjanji, Abram sudah berumur kira-kira seratus tahun dan Sarai pun rahimnya sudah tertutup karena sudah berusia lanjut. Itulah sebabnya mereka sempat tertawa mendengar apa yang dikatakan Tuhan. Secara manusia itu adalah seperti 'mission impossible'! Namun pada akhirnya janji Tuhan itu digenapiNya: "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Abraham menamai anaknya yang baru lahir itu Ishak, yang dilahirkan Sara baginya." (Kejadian 21:2-3). Ketika Tuhan berjanji, apakah dengan serta merta janji itu langsung digenapi? Abraham membutuhkan penantian yang melelahkan dan itu tidak mudah. Perlu waktu bertahun-tahun untuk dapat menikmati janji Tuhan. Adalah tidak mudah bagi Abraham untuk percaya kepada janji Tuhan, apalagi usianya sudah tua dan fisiknya pun semakin lemah. Secara logika Abraham punya alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan, namun "...sekalipun tidak ada dasar untuk berharap,...Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: 'Demikianlah banyaknya nanti keurunanmu,' " (Roma 4:18). Di tengah keadaan yang tidak mendukung pun Abraham tidak menjadi bimbang meski janji Tuhan tidak langsung digenapi.
Seringkali kita dihadapkan pada situasi-situasi yang tidak menjadi lebih baik ketika kita sedang menantikan janji Tuhan, sementara orang-orang di luar Tuhan sepertinya begitu mudah mendapatkan apa yang diinginkan. Akibatnya kita tidak lagi bersemangat menjalani hidup ini, kita terus menggerutu kepada Tuhan, padahal masa-masa sukar yang kita jalani itu adalah proses ujian bagi iman kita.
Tetaplah kuat menantikan janji Tuhan, karena "...Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:21)
Subscribe to:
Posts (Atom)