Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Desember 2010 -
Baca: Roma 4:18-25
"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup." Roma 4:19
Tuhan berkata kepada Abram, " 'Cuba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firmanNya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.' " (Kejadian 15:5). Itulah janji Tuhan kepada Abram bahwa Dia akan membuat keturunannya seperti debu tanah banyaknya dan juga seperti bintang-bintang yang bertebaran di langit.
Saat Tuhan berjanji, Abram sudah berumur kira-kira seratus tahun dan Sarai pun rahimnya sudah tertutup karena sudah berusia lanjut. Itulah sebabnya mereka sempat tertawa mendengar apa yang dikatakan Tuhan. Secara manusia itu adalah seperti 'mission impossible'! Namun pada akhirnya janji Tuhan itu digenapiNya: "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Abraham menamai anaknya yang baru lahir itu Ishak, yang dilahirkan Sara baginya." (Kejadian 21:2-3). Ketika Tuhan berjanji, apakah dengan serta merta janji itu langsung digenapi? Abraham membutuhkan penantian yang melelahkan dan itu tidak mudah. Perlu waktu bertahun-tahun untuk dapat menikmati janji Tuhan. Adalah tidak mudah bagi Abraham untuk percaya kepada janji Tuhan, apalagi usianya sudah tua dan fisiknya pun semakin lemah. Secara logika Abraham punya alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan, namun "...sekalipun tidak ada dasar untuk berharap,...Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: 'Demikianlah banyaknya nanti keurunanmu,' " (Roma 4:18). Di tengah keadaan yang tidak mendukung pun Abraham tidak menjadi bimbang meski janji Tuhan tidak langsung digenapi.
Seringkali kita dihadapkan pada situasi-situasi yang tidak menjadi lebih baik ketika kita sedang menantikan janji Tuhan, sementara orang-orang di luar Tuhan sepertinya begitu mudah mendapatkan apa yang diinginkan. Akibatnya kita tidak lagi bersemangat menjalani hidup ini, kita terus menggerutu kepada Tuhan, padahal masa-masa sukar yang kita jalani itu adalah proses ujian bagi iman kita.
Tetaplah kuat menantikan janji Tuhan, karena "...Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:21)
Thursday, December 9, 2010
Wednesday, December 8, 2010
SETIA DARI PERKARA YANG KECIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Desember 2010 -
Baca: Mazmur 18:21-30
"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," Mazmur 18:26
Penulis sering mendengar keluhan dari banyak anak muda Kristen perihal pelayanan mereka di gereja. Keluh mereka, "Pelayanan di gereja cuma begitu-begitu saja, tidak ada peningkatan. Sudah capai melayani, yang hadir cuma sedikit. Malas ah jadi singer terus." Kemalasan seringkali melanda anak-anak Tuhan, apalagi bila disinggung tentang pelayanan. Kita ogah-ogahan dan tidak setia terhadap tugas yang dipercayakan. Kita inginnya melayani Tuhan dalam skala yang lebih besar, langsung di atas mimbar atau terlibat dalam pelayanan yang besar dan spektakuler sehingga banyak orang mengenal siapa kita. Benar apa kata Alkitab bahwa tidak mudah menemukan orang yang setia sebagaimana juga dikatakan oleh Salomo, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya." (Amsal 20:6).
Harus kita ketahui bahwa setiap hal yang besar akan datang dari hal-hal yang kecil. Ketika kita setia dalam perkara yang kecil, yang mungkin tidak berarti di mata manusia, itu sebenarnya adalah proses memperkuat kapasitas diri kita untuk dapat dipercaya mengemban tugas dan tanggungjawab yang lebih besar. Contoh tak asing bagi kita adalah perumpamaan tentang talenta: ada 3 orang hamba yang dipercayakan harta oleh tuannya. Yang pertama diberi 5 talenta, kedua diberi 2 talenta dan yang ketiga diberi 1 talenta sesuai dengan kesanggupan mereka masing-masing (baca Matius 25:15). Hamba pertama dan kedua dengan setia mengembangkan talenta yang dipercayakan kepada mreka, dan beroleh laba. Ketika tuannya datang mereka beroleh pujian: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:23).
Tidak demikian dengan hamba yang ketiga. Dia tidak mau mengembangkan talenta yang dipercayakan kepadanya walaupun jumlahnya kecil, sehingga ketika tuannya datang, apa yang diberikan kepada hamba itu diambil darinya. Dan hamba yang tidak setia itu akhirnya dicampakkan "...ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:30).
Apakah kita sudah cukup setia dengan apa yang saat ini Tuhan percayakan kepada kita?
Baca: Mazmur 18:21-30
"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," Mazmur 18:26
Penulis sering mendengar keluhan dari banyak anak muda Kristen perihal pelayanan mereka di gereja. Keluh mereka, "Pelayanan di gereja cuma begitu-begitu saja, tidak ada peningkatan. Sudah capai melayani, yang hadir cuma sedikit. Malas ah jadi singer terus." Kemalasan seringkali melanda anak-anak Tuhan, apalagi bila disinggung tentang pelayanan. Kita ogah-ogahan dan tidak setia terhadap tugas yang dipercayakan. Kita inginnya melayani Tuhan dalam skala yang lebih besar, langsung di atas mimbar atau terlibat dalam pelayanan yang besar dan spektakuler sehingga banyak orang mengenal siapa kita. Benar apa kata Alkitab bahwa tidak mudah menemukan orang yang setia sebagaimana juga dikatakan oleh Salomo, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya." (Amsal 20:6).
Harus kita ketahui bahwa setiap hal yang besar akan datang dari hal-hal yang kecil. Ketika kita setia dalam perkara yang kecil, yang mungkin tidak berarti di mata manusia, itu sebenarnya adalah proses memperkuat kapasitas diri kita untuk dapat dipercaya mengemban tugas dan tanggungjawab yang lebih besar. Contoh tak asing bagi kita adalah perumpamaan tentang talenta: ada 3 orang hamba yang dipercayakan harta oleh tuannya. Yang pertama diberi 5 talenta, kedua diberi 2 talenta dan yang ketiga diberi 1 talenta sesuai dengan kesanggupan mereka masing-masing (baca Matius 25:15). Hamba pertama dan kedua dengan setia mengembangkan talenta yang dipercayakan kepada mreka, dan beroleh laba. Ketika tuannya datang mereka beroleh pujian: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:23).
Tidak demikian dengan hamba yang ketiga. Dia tidak mau mengembangkan talenta yang dipercayakan kepadanya walaupun jumlahnya kecil, sehingga ketika tuannya datang, apa yang diberikan kepada hamba itu diambil darinya. Dan hamba yang tidak setia itu akhirnya dicampakkan "...ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:30).
Apakah kita sudah cukup setia dengan apa yang saat ini Tuhan percayakan kepada kita?
Subscribe to:
Posts (Atom)