Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2010 -
Baca: Lukas 7:36-50
"Dosanya (perempuan berdosa) yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih." Lukas 7:47
Suatu waktu, Simon (orang Farisi) mengundang Tuhan Yesus untuk makan di rumahnya. KedatanganNya ke rumah Simon itu didengar oleh seorang perempuan yang terkenal sebagai orang berdosa. Ia datang dengan membawa buli-buli pualam yang berisi minyak wangi dan berharga sangat mahal. Lalu, "Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kakiNya, lalu membasahi kakiNya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kakinya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu." (ayat 38).
Perempuan itu tidak punya keberanian di hadapan Yesus sebab ia sadar ia berlumuran dosa. Ia (perempuan itu) hanya bisa menangis saat bertemu dengan Yesus. Menangis adalah ungkapan kesedihan yang mendalam, dukacita atau pun ungkapan hati yang remuk dan hancur. Hal itu menggerakkan hati Yesus. Dalam Mazmur 34:19 dikatakan, "Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." Kehadiran perempuan 'berdosa' itu sangat tidak disenangi Simon, dan Tuhan Yesus pun tahu apa yang sedang berkecamuk di hati Simon. Karena itu Ia menyampaikan suatu perumpamaan: Ada dua orang berhutang kepada seorang pelepas uang masing-masing 500 dinar dan 50 dinar. Karena mereka tidak sanggup membayar, si pelepas uang pun membebaskan hutang kedua orang itu. Tanya Yesus pada Simon, "Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia (si pelepas)?' Jawab Simon: 'Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Kata Yesus kepadanya, 'Betul pendapatmu itu.' " (Lukas 7:42b-43). Begitu juga dengan perempuan itu, ia menyadari betapa hina dan besar dosanya. Dengan air mata, perempuan itu membasuh kaki Yesus dan menyeka dengan rambutnya. Bahkan tiada henti ia mencium kaki Yesus dan meminyaki kepalaNya dengan minyak. Tetapi Simon tidak melakukan hal itu.
Melalui perumpamaan ini sebenarnya Tuhan Yesus sedang menyindir Simon, orang Farisi, yang penuh dengan kepura-puraan merasa dirinya lebih suci. Pikirnya ia tidak seperti perempuan itu. Sesungguhnya, orang berhutang yang tidak bisa membayar itu adalah gambaran dari kita. Untuk membayar hutang dosa, apa pun caranya, kita tidak akan bisa.
Hanya melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib dosa-dosa kita diampuni dan hutang dosa itu lunas terbayar.
Monday, November 8, 2010
Sunday, November 7, 2010
STATUS KITA ADALAH SEORANG HAMBA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2010 -
Baca: Lukas 17:7-10
"Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan." Lukas 17:10b
Tidak ada ceritanya seorang hamba yang baru menyelesaikan tugas atau pekerjaannya memerintah tuannya agar ia disediakan makanan. Yang ada sebaliknya: secapai-capainya hamba bekerja, apabila si tuan memintanya untuk menyediakan makanan, hamba itu pun pergi melakukan apa yang diperintahkan tuannya itu. Bila si tuan sudah selesai makan barulah hamba itu boleh makan. Ditanyakan juga: "Adakah ia (tuan) berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?" (ayat 9). Tidak. Itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab seorang hamba, yaitu melakukan apa pun yang diperintahkan tuannya meski dalam keadaan lelah. Jadi, seorang hamba tidak punya hak untuk menuntut tuannya.
Dalam hal ini Tuhan Yesus sendiri telah meninggalkan teladan bagi kita, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:6-8). Dia datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani.
Seorang hamba haruslah memiliki kerendahan hati. Ada seorang perempuan dari Siro-Fenisia yang datang keapda Yesus karena anaknya dirasuk setan. Tetapi Tuhan Yesus berkata, "...tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya keapda anjing." (Markus 7:27). Meski perkataan Tuhan sangat 'pedas', perempuan itu tidak tersinggung atau sakit hati, sebab ia sadar siapa dirinya, seorang hamba yang rendah. Ia pun menjawab, "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." (Markus 7:28). Maka karena ia memiliki kerendahan hati, Tuhan Yesus menunjukkan belas kasihNya dan terjadinya mujizat: anaknya dipulihkan.
Begitu pula kita sebagai hamba Tuhan, tidak ada yang patut dibanggakan. Tugas kita hanyalah melakukan apa kehendak Tuan kita yaitu Tuhan Yesus. Dalam hal ini tidak ada istilah hamba Tuhan besar atau hamba Tuhan kecl; semuanya sama, kita adalah hambaNya.
Mari lakukan dengan setia hal sekecil apa pun yang dipercayakan Tuhan kepada kita sampai Dia datang kembali.
Baca: Lukas 17:7-10
"Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan." Lukas 17:10b
Tidak ada ceritanya seorang hamba yang baru menyelesaikan tugas atau pekerjaannya memerintah tuannya agar ia disediakan makanan. Yang ada sebaliknya: secapai-capainya hamba bekerja, apabila si tuan memintanya untuk menyediakan makanan, hamba itu pun pergi melakukan apa yang diperintahkan tuannya itu. Bila si tuan sudah selesai makan barulah hamba itu boleh makan. Ditanyakan juga: "Adakah ia (tuan) berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?" (ayat 9). Tidak. Itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab seorang hamba, yaitu melakukan apa pun yang diperintahkan tuannya meski dalam keadaan lelah. Jadi, seorang hamba tidak punya hak untuk menuntut tuannya.
Dalam hal ini Tuhan Yesus sendiri telah meninggalkan teladan bagi kita, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:6-8). Dia datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani.
Seorang hamba haruslah memiliki kerendahan hati. Ada seorang perempuan dari Siro-Fenisia yang datang keapda Yesus karena anaknya dirasuk setan. Tetapi Tuhan Yesus berkata, "...tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya keapda anjing." (Markus 7:27). Meski perkataan Tuhan sangat 'pedas', perempuan itu tidak tersinggung atau sakit hati, sebab ia sadar siapa dirinya, seorang hamba yang rendah. Ia pun menjawab, "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." (Markus 7:28). Maka karena ia memiliki kerendahan hati, Tuhan Yesus menunjukkan belas kasihNya dan terjadinya mujizat: anaknya dipulihkan.
Begitu pula kita sebagai hamba Tuhan, tidak ada yang patut dibanggakan. Tugas kita hanyalah melakukan apa kehendak Tuan kita yaitu Tuhan Yesus. Dalam hal ini tidak ada istilah hamba Tuhan besar atau hamba Tuhan kecl; semuanya sama, kita adalah hambaNya.
Mari lakukan dengan setia hal sekecil apa pun yang dipercayakan Tuhan kepada kita sampai Dia datang kembali.
Subscribe to:
Posts (Atom)