Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2010 -
Baca: Mazmur 52:1-11
"Engkau merancangkan penghancuran, lidahmu sepeti pisau cukur yang diasah,..." Mazmur 52:4
Lidah kita ini tajam ibarat sebuah pisau, karena itu kita harus berhati-hati menggunakannya. Manfaat sebuah pisau sangat bergantung di tangan siapa pisau tersebut berada. Pada dasarnya pisau berfungsi untuk mengupas atau memotong sayur, buah-buahan dan sebagainya. Namun jika kita tidak berhati-hati, pisau bisa saja melukai dan menyakiti kita sendiri atau orang lain. Tuhan menciptakan lidah untuk tujuan yang positif, dan pada saatnya Dia akan meminta pertanggungjawaban dari tiap-tiap kita.
Apa yang harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan berkenaan dengan lidah atau ucapan kita? Ialah bagaimana kita menggunakan lidah kita setiap hari. Apakah perkataan kita sudah menjadi berkat bagi orang-orang yang ada di sekitar kita? Berapa jiwa yang sudah kita menangkan melalui perkataan kita? Ataukah banyak orang menjadi terluka karena lidah kita yang tajam, perkataan kita sangat kasar, pedas dan menyakitkan? Apakah lidah kita selalu menggemakan kata-kata negatif dan kutuk? Tuhan menghendaki agar dari lidah kita keluar kata-kata berkat yang menguatkan semangat orang lain sehingga kita menyelamatkan mereka dari keputusasaan dan kekecewaan. Hati-hatilah dengan lidah kita, karena bila salah menggunakannya akan sangat berbahaya. Alkitab mengingatkan kita tentang lidah yang berbahaya, di antaranya lidah yang tidak dikekang. "Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya." (Yakobus 1:26). Adalah percuma kita rajin ibadah ke gereja atau persekutuan jika kita tidak bisa mengekang lidah kita dari ucapan-ucapan yang jahat. Selain itu lidah juga bisa 'membunuh' orang lain (baca Yeremia 9:8); lidah yang mengacaukan: suka memfitnah, mengadu domba atau menipu (baca Mazmur 52:6); lidah yang bercabang (Amsal 10:31).
Bila kita menyadari betapa berbahayanya lidah, kita pun harus berhati-hati. Bagaimana kita menggemakan lidah itu sangat mempengaruhi kehidupan kekristenan kita. Kita harus melatih lidah kita agar selaras dengan firman Tuhan: selalu bersih, selalu menjadi berkat dan menyenangkan hati Tuhan.
Mari pergunakan lidah untuk meluaskan kerajaanNya di bumi: untuk bersaksi, menaikkan pujian bagi Tuhan, memberikan firmanNya; bukan untuk perkara sia-sia!
Monday, October 25, 2010
Sunday, October 24, 2010
TETAP MENERIMA GANJARAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2010 -
Baca: Bilangan 27:12-23
"Tuhan berfirman kepada Musa: 'Naiklah ke gunung Abarim ini, dan pandanglah negeri yang Kuberikan kepada orang Israel.' " Bilangan 27:12
Allah adalah Pribadi yang Mahakasih dan juga Mahaadil. Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap firmanNya pasti akan menerima ganjaran atau sanksi tanpa terkecuali, tidak peduli ia seorang presiden, orang kaya, miskin, berpangkat dan sebagainya. Hal ini juga dialami Musa. Meski ia nabi Allah, dipilih oleh Allah sendiri untuk menjadi pemimpin bangsa Israel dan membawa mereka keluar dari Mesir, Musa pun tak luput dari ganjaran.
Suatu ketika Musa melakukan suatu kecerobohan: mengeluarkan perkataan tak berkenan pada Allah di hadapan bangsa Israel sehingga ia harus menerima akibatnya, tak dapat masuk ke negeri yang dijanjikan Allah. Meskipun demikian Allah sangat mengasihi Musa dan ia pun masih diberi kesempatan untuk memandang negeri perjanjian itu meski hanya dari kejauhan. Allah berkata, "Naiklah ke gunung Abarim ini, dan pandanglah negeri yang Kuberikan kepada orang Israel. Sesudah engkau memandangnya, maka engkaupun juga akan dikumpulkan kepada kaum leluhurmu, sama seperti Harun, abangmu, dahulu." (ayat 12-13). Ini mencerminkan betapa Allah sangat mengasihi Musa, dan sesungguhnya hatiNya pilu karena harus memberi ganjaran kepada Musa. Namun karena Dia Mahaadil, maka segala sesuatu yang telah Ia tetapkan pasti dilaksanakan bagi siapa pun tanpa pandang bulu. "Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19b).
Kata ganjaran mengandung arti hajaran untuk mendidik seseorang supaya sadar akan kesalahannya agar dapat hidup benar, atau mendisiplinkan dengan didikan yang disertai dengan sanksi. Allah ingin Musa mengerti mengapa ia tak diperkenankan masuk ke negeri yang dijanjikanNya. Allah tak ingin Musa punya respons yang salah tentang ganjaran yang diterimanya. Itulah sebabnya Allah menjelaskan kepada Musa sebelum ia meninggal, " 'Karena pada waktu pembantahan umat itu di padang gurun Zin, kamu berdua telah memberontak terhadap titahKu untuk menyatakan kekudusanKu di depan mata mereka dengan air itu.' Itulah mata air Meriba dekat Kadesy di padang gurun Zin." (Bilangan 27:14). Betapa pun Allah mengasihi Musa, ia tetap tak dapat masuk ke negeri perjanjian. Setelah itu "...matilah Musa, hamba Tuhan itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman Tuhan." (Ulangan 34:5).
Sekecil apa pun pelanggaran, selalu ada harga yang harus dibayar!
Baca: Bilangan 27:12-23
"Tuhan berfirman kepada Musa: 'Naiklah ke gunung Abarim ini, dan pandanglah negeri yang Kuberikan kepada orang Israel.' " Bilangan 27:12
Allah adalah Pribadi yang Mahakasih dan juga Mahaadil. Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap firmanNya pasti akan menerima ganjaran atau sanksi tanpa terkecuali, tidak peduli ia seorang presiden, orang kaya, miskin, berpangkat dan sebagainya. Hal ini juga dialami Musa. Meski ia nabi Allah, dipilih oleh Allah sendiri untuk menjadi pemimpin bangsa Israel dan membawa mereka keluar dari Mesir, Musa pun tak luput dari ganjaran.
Suatu ketika Musa melakukan suatu kecerobohan: mengeluarkan perkataan tak berkenan pada Allah di hadapan bangsa Israel sehingga ia harus menerima akibatnya, tak dapat masuk ke negeri yang dijanjikan Allah. Meskipun demikian Allah sangat mengasihi Musa dan ia pun masih diberi kesempatan untuk memandang negeri perjanjian itu meski hanya dari kejauhan. Allah berkata, "Naiklah ke gunung Abarim ini, dan pandanglah negeri yang Kuberikan kepada orang Israel. Sesudah engkau memandangnya, maka engkaupun juga akan dikumpulkan kepada kaum leluhurmu, sama seperti Harun, abangmu, dahulu." (ayat 12-13). Ini mencerminkan betapa Allah sangat mengasihi Musa, dan sesungguhnya hatiNya pilu karena harus memberi ganjaran kepada Musa. Namun karena Dia Mahaadil, maka segala sesuatu yang telah Ia tetapkan pasti dilaksanakan bagi siapa pun tanpa pandang bulu. "Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19b).
Kata ganjaran mengandung arti hajaran untuk mendidik seseorang supaya sadar akan kesalahannya agar dapat hidup benar, atau mendisiplinkan dengan didikan yang disertai dengan sanksi. Allah ingin Musa mengerti mengapa ia tak diperkenankan masuk ke negeri yang dijanjikanNya. Allah tak ingin Musa punya respons yang salah tentang ganjaran yang diterimanya. Itulah sebabnya Allah menjelaskan kepada Musa sebelum ia meninggal, " 'Karena pada waktu pembantahan umat itu di padang gurun Zin, kamu berdua telah memberontak terhadap titahKu untuk menyatakan kekudusanKu di depan mata mereka dengan air itu.' Itulah mata air Meriba dekat Kadesy di padang gurun Zin." (Bilangan 27:14). Betapa pun Allah mengasihi Musa, ia tetap tak dapat masuk ke negeri perjanjian. Setelah itu "...matilah Musa, hamba Tuhan itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman Tuhan." (Ulangan 34:5).
Sekecil apa pun pelanggaran, selalu ada harga yang harus dibayar!
Subscribe to:
Posts (Atom)