Friday, October 8, 2010

HAL KASIH: Memenuhi Hukum Taurat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2010 -

Baca: Roma 13:8-14

"Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat." Roma 13:8b

Berkat dan kutuk masih ditawarkan kepada kita sampai hari ini; kita bebas memilihnya!  Dalam Perjanjian Baru dikatakan:  "Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi.  Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat. Karena firman:  jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu:  kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!  Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat."  (Roma 13:8-10).

     Jadi hari-hari seperti sorga di bumi atau hari-hari penuh kutukan tergantung dari kita sendiri, bukan tergantung dari Tuhan.  Jika kita ingin mengalami hidup dalam berkata-berkat sorgawi di bumi, kita harus berjalan dalam kasih.  Banyak orang ingin menikmati hasil yang baik dari bumi tapi tak mau melakukan apa yang Tuhan perintahkan.  Jika kita sungguh-sungguh taat pada apa yang Tuhan katakan dalam Alkitab, tak usah kita berdoa mohon berkat Tuhan, sebab berkat itu sudah dengan sendirinya dicurahkan kepada mereka yang taat.

    Tuhan itu tak pernah ingkar janji!  Jika kita ingin mengalami berkat Allah dalam hari-hari kita seperti sorga di bumi, kita harus benar-benar taat pada firmanNya dan hidup dalam kasih.  Hidup dalam kasih meliputi segala aspek hidup yang baik, seperti yang disampaikan Paulus, "Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam pencabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati."  (Roma 13:13).  Apabila kita masih senang berselisih dan iri hati, sulit bagi kita untuk menikmati hari-hari seperti sorga di bumi.  Selama iri hati masih merajai hati kita, mungkinkah suasana sorga itu turun di bumi dan ada dalam hati kita?  Tentu perasaan damai sejahtera itu akan sirna karena yang ada hanyalah panas hati yang berkepanjangan.  Harus kita ingat bahwa untuk mengalami damai sejahtera (suasana sorga) tidak ada jalan lain, selain harus melekat pada Kristus yang adalah Sumber damai sejahtera itu.

Maka, "...kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya."  Roma 13:14

Thursday, October 7, 2010

SUASANA SORGA DI BUMI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2010 -

Baca: Ulangan 7:12-26

"Dan akan terjadi, karena kamu mendengarkan peraturan-peraturan itu serta melakukannya dengan setia, maka terhadap engkau Tuhan, Allahmu, akan memegang perjanjian dan kasih setiaNya yang diikrarkanNya dengan sumpah kepada nenek moyangmu."  Ulangan 7:12

Kita hidup di dunia ini bukan tanpa tujuan, bukan untuk berfoya-foya menuruti kehendak sendiri, melainkan harus hidup seturut kehendak Tuhan yang adalah Pencipta kita.  Harus kita ketahui bahwa cara hidup kita selama di dunia ini akan menentukan nasib kita di alam baka kelak, di mana hanya ada dua tempat di sana yaitu istana Raja atau penjara, sorga atau neraka.  Dan jalan menuju ke dua tempat itu sudah dirintis di dunia ini, kita tinggal menentukan pilihan.  Untuk mencapai sorga haruslah melalui pertobatan, sebab bila waktu atau kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita telah berakhir, semuanya sudah terlambat dan tak dapat diubah lagi.

     Sesungguhnya suasana sorga dapat kita rasakan meski kita masih berada di bumi asal kita mau menaati semua perintah Tuhan, sebagaimana Tuhan berjanji kepada umat Israel, bila mereka taat semua perintahNya, mereka akan mengalami hidup seperti di sorga:  tidak ada kemandulan, hasil bumi diberkati, penyakit dijauhkan dan lain-lain.  Sebaliknya bila mereka melanggar perintahNya, maka kutuk, kesulitan dan sebagainya akan menimpa mereka.  Dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel adalah hamba-hambaNya (budak) Allah.  Dikatakan:  "...mereka itu hamba-hambaKu yang Kubawa keluar dari tanah Mesir, janganlah mereka itu dijual, secara orang menjual budak."  (Imamat 25:42).  Tetapi dalam Perjanjian Baru Allah menyebut kita sebagai anak-anaknya:  "Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah."  (1 Yohanes 3:1a).

     Kalau dahulu di zaman Perjanjian Lama saja kehidupan hamba-hambaNya dikehendaki seperti kehidupan sorga di bumi, apalagi anak-anakNya dalam Perjanjian Baru, masakan dikehendakiNya hidup yang lebih buruk? Namun, dapatkan kita juga menikmati hari-hari seperti sorga di bumi?  Tentu!  Tapi semua itu tergantung dari sikap kita sendiri dan kitalah yang menentukan pilihan itu:  berkat atau kutuk (baca Ulangan 11:26-28).

Namun karena kekerasan hati, manusia lebih senang menuruti kehendaknya sendiri daripada taat kepada firman Tuhan, walau untuk itu mereka harus mengalami banyak penderitaan.