Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2010 -
Baca: Lukas 9:57-62
"Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." Lukas 9:62
Di bawah kepemimpinan Musa bangsa Israel keluar dari perbudakannya di Mesir. Pada suatu ketika Tuhan membawa mereka melewati Laut Teberau. Dengan kuasaNya yang ajaib Tuhan membelah laut itu menjadi tanah kering sehingga seluruh orang Israel "...berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:22). Dan setelah mereka berhasil melewatinya dan sampai ke seberang, laut itu pun menutup kembali, "Dan orang Israel melihat orang Mesir mati terhantar di pantai laut." (Keluaran 14:30b). Dengan demikian bangsa Israel tidak pernah memiliki jalan untuk kembali lagi ke Mesir.
Melalui peristiwa ini ada makna rohani terkandung: Tuhan ingin seluruh umat Israel menutup lembaran hidup mereka di Mesir serta melupakannya. Sayang, bayangan dan kenangan Mesir tetap melekat dalam hati dan pikiran mereka. Memang secara fisik (kasat mata) mereka tidak dapat kembali lagi ke Mesir; namun dalam hal roh dan pikiran, mreka tidak bersedia menutup pintu kehidupan masa lalu mereka di Mesir. Mereka tidak melepaskan bayangan masa lalu dan tetap bermental seorang budak. Akhirnya mereka tidak pernah mencapai garis akhir, dan hampir semua orang yang keluar dari Mesir akhirnya mati di padang gurun sebelum mencapai Kanaan. Untuk dapat menikmati Kanaan mereka harus bersedia melepaskan jubah seorang budak dan mau mengenakan jubah seorang anak-anak Allah, mengubah pola pikir kita dari status sebagai 'budak' menjadi seorang 'anak'. "Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang berseru: 'ya Abba, ya Bapa!' Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah." (Galatia 4:6-7).
Oleh karena itu Tuhan Yesus berkata, " Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang tidak layak untuk Kerajaan Allah." Kita harus mengarahkan pandangan ke depan dan jangan pernah menoleh ke belakang. Sampai saat ini masih banyak orang Kristen yang hidup dengan bayang-bayang masa lalu. Mereka tidak mau menutup lembaran masa lalunya sehingga masa lalu itu terus mengejar dan menghantuinya setiap saat. (Bersambung)
Tuesday, September 28, 2010
Monday, September 27, 2010
TUHAN TAHU PERGUMULAN KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2010 -
Baca: 1 Samuel 2:1-10
"Hatiku bersukaria karena Tuhan, tanduk kekuatanku ditinggikan oleh Tuhan; mulutku mencemoohkan musuhku, sebab aku bersukacita karena pertolonganMu." 1 Samuel 2:1
Dalam 1 Samuel 1 dikisahkan seorang wanita bernama Hana, istri Elkana. Ia adalah seorang perempuan yang mandul, "...sebab Tuhan telah menutup kandungannya." (1 Samuel 1:5). Artinya Hana tidak mungkin memiliki anak karena kandungannya telah tertutup. Pada zaman itu tidak memiliki anak merupakan aib bagi para perempuan karena seorang perempuan yang mandul dianggap tidak diberkati Tuhan. Itulah sebabnya Hana mengalami pergumulan yang cukup berat. Hampir setiap hari ia menerima ejekan, cibiran dan juga hinaan karena ia tidak mempunyai keturunan, apalagi yang menghinanya adalah 'madu' nya sendiri yaitu Penina. Bisa dibayangkan betapa sakit dan hancurnya hati Hana! Meskipun demikian Hana tidak menyerah begitu saja. Ia tekun mencari Tuhan serta mencurahkan isi hati dan kesedihannya itu kepada Tuhan. Dan akhirnya jeritan hati Hana itu menggerakkan hati Tuhan. Hana memperoleh jawaban doa; Tuhan menjamah kandungannya hingga ia dapat mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Bahkan anaknya bukanlah sembarang anak, anak itu adalah seorang nabi Allah di jaman raja Saul dan Daud, dialah nabi Samuel yang lahir dari rahimnya.
Mungkin apa yang terjadi dalam diri Hana juga sedang kita alami: pergumulan yang sangat berat seperti 'langit yang tertutup awan tebal'. Berbagai cara sudah kita tempuh, tapi seolah-olah 'mendung itu tetap kelabu', dan akhirnya kita pun putus asa. Dalam kondisi terpuruk seperti ini yang kita butuhkan adalah perubahan dalam hidup kita. Suatu ketika Hana bernazar kepada Tuhan, dan ia berjanji apabila Tuhan menjawab doanya dan memberikan seorang anak baginya, ia akan menyerahkan anak itu kepada Tuhan. Dan Hana menepati janji itu, padahal anak itu sangat berharga dalam hidup Hana, tapi ia rela menyerahkan kepada Tuhan.
Bagaimana kita? Adakah kita memiliki penyerahan diri kepada Tuhan sepenuhnya? Selain itu, Hana memiliki ketekunan dalam memelihara jam-jam ibadahnya. Tertulis: "Keesokan harinya bangunlah mereka itu pagi-pagi, lalu sujud menyembah di hadapan Tuhan;" (1 Samuel 1:19a).
Bila sampai saat ini kita belum menikmati janji Tuhan, belajarlah punya penyerahan diri kepada Tuhan dan jangan abaikan jam-jam ibadah yang ada!
Baca: 1 Samuel 2:1-10
"Hatiku bersukaria karena Tuhan, tanduk kekuatanku ditinggikan oleh Tuhan; mulutku mencemoohkan musuhku, sebab aku bersukacita karena pertolonganMu." 1 Samuel 2:1
Dalam 1 Samuel 1 dikisahkan seorang wanita bernama Hana, istri Elkana. Ia adalah seorang perempuan yang mandul, "...sebab Tuhan telah menutup kandungannya." (1 Samuel 1:5). Artinya Hana tidak mungkin memiliki anak karena kandungannya telah tertutup. Pada zaman itu tidak memiliki anak merupakan aib bagi para perempuan karena seorang perempuan yang mandul dianggap tidak diberkati Tuhan. Itulah sebabnya Hana mengalami pergumulan yang cukup berat. Hampir setiap hari ia menerima ejekan, cibiran dan juga hinaan karena ia tidak mempunyai keturunan, apalagi yang menghinanya adalah 'madu' nya sendiri yaitu Penina. Bisa dibayangkan betapa sakit dan hancurnya hati Hana! Meskipun demikian Hana tidak menyerah begitu saja. Ia tekun mencari Tuhan serta mencurahkan isi hati dan kesedihannya itu kepada Tuhan. Dan akhirnya jeritan hati Hana itu menggerakkan hati Tuhan. Hana memperoleh jawaban doa; Tuhan menjamah kandungannya hingga ia dapat mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Bahkan anaknya bukanlah sembarang anak, anak itu adalah seorang nabi Allah di jaman raja Saul dan Daud, dialah nabi Samuel yang lahir dari rahimnya.
Mungkin apa yang terjadi dalam diri Hana juga sedang kita alami: pergumulan yang sangat berat seperti 'langit yang tertutup awan tebal'. Berbagai cara sudah kita tempuh, tapi seolah-olah 'mendung itu tetap kelabu', dan akhirnya kita pun putus asa. Dalam kondisi terpuruk seperti ini yang kita butuhkan adalah perubahan dalam hidup kita. Suatu ketika Hana bernazar kepada Tuhan, dan ia berjanji apabila Tuhan menjawab doanya dan memberikan seorang anak baginya, ia akan menyerahkan anak itu kepada Tuhan. Dan Hana menepati janji itu, padahal anak itu sangat berharga dalam hidup Hana, tapi ia rela menyerahkan kepada Tuhan.
Bagaimana kita? Adakah kita memiliki penyerahan diri kepada Tuhan sepenuhnya? Selain itu, Hana memiliki ketekunan dalam memelihara jam-jam ibadahnya. Tertulis: "Keesokan harinya bangunlah mereka itu pagi-pagi, lalu sujud menyembah di hadapan Tuhan;" (1 Samuel 1:19a).
Bila sampai saat ini kita belum menikmati janji Tuhan, belajarlah punya penyerahan diri kepada Tuhan dan jangan abaikan jam-jam ibadah yang ada!
Subscribe to:
Posts (Atom)