Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 September 2010 -
Baca: Amsal 16:1-33
"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." Amsal 26:32
Banyak orang berkata, "Aku cukup sabar menghadapi masalah ini.", namun ada juga yang berkata, "Kesabaranku ada batasnya." Sejauh mana kita dapat mengerti arti kata sabar itu? Saat dihadapkan pada situasi yang memancing emosi kita mejadi meledak, mampukah kita bersabar? Ataukah kita langsung naik pitam dan memaki, mengumbar amarah kita?
Kesabaran adalah salah satu buah roh yang harus kita miliki. Memang tidak mudah bagi seseorang untuk menguasai dirinya dengan tetap bersabar, entah itu bersabar menghadapi suami yang kasar, atau anak-anak yang memberontak. Terlebih lagi sabar dalam menantikan janji Tuhan dalam hidup kita. Nabi Habakuk dalam penantiannya berkata, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Menanti sesuatu yang kita harapkan terkadang menjenuhkan dan membutuhkan kesabaran, oleh sebab itu kita perlu melatih diri bagaimana menjadi orang yang sabar di segala situasi. Problem yang kita hadapi adalah salah satu ujian untuk melatih kesabaran kita. Tidak jarang kita seringkali memakai logika dari pada memakai iman. Kita masih saja mereka-reka sesuatu dengan jalan pikiran kita sendiri, hingga akhirnya mencari jalan pintas. Contoh: Saul mengalami ketakutan saat melihat tentara Filistin, lalu lari mencari pertolongan kepada arawah (baca 1 Samuel 28:4-7).
Bukankah tidak sedikit orang Kristen yang demikian? Tidak sabar menunggu pertolongan dari Tuhan, kita pun lari mencari pertolongan lain. Padahal Alkitab menegaskan: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Tuhan untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Tuhan itu Mahasanggup untuk melakukan segala sesuatu di luar apa yang kita pikirkan. Dan satu hal yang harus kita ketahui adalah bahwa di dalam kesabaran juga dibutuhkan hati yang mengasihi.
Jika kita tahu apa yang kita harapkan berharga bagi kita, tentulah kita mau bersabar menantikannya dan pastilah kita tidak akan mudah menyerah begitu saja.
Tuesday, September 21, 2010
Monday, September 20, 2010
TIDAK ADA ALASAN UNTUK SOMBONG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 September 2010 -
Baca: Mazmur 103:1-22
"Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi." Mazmur 103:15-16
Jika kita merenungkan besarnya kasih Tuhan dalam hidup kita, sungguh sebenarnya kita ini tidak layak untuk menerimanya karena besarnya dosa yang telah kita perbuat dan seringnya kita memberontak dari jalan-jalanNya. Terlebih di saat kita sedang berjaya, sukses, segala sesuatu tersedia, seakan kita tidak butuh Tuhan sehingga kita pun sering lupa pada Si Sumber berkat tersebut.
Sesungguhnya di mata Tuhan kita ini tidak ubahnya seperti rumput yang sebentar tampak hijau dan indah, namun sebentar lagi akan layu dan kering. FirmanNya berkata, "Manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat." (Mazmur 144:4). Kesuksesan dan kekayaan yang kita miliki di dunia ini hanyalah sementara, sebentar saja bisa lenyap. Apa yang bisa kita banggakan? Siapakah kita ini sehingga harus bermegah dalam kekuatan, kepandaian, dan kekayaan kita? Tuhan Yesus berkata, "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (Yohanes 15:5). Jadi, kita ini hanyalah ranting-ranting yang sangat bergantung pada pokok anggur. Ranting tidak dapat berbuah jika tidak tinggal pada pokok anggur itu. Oleh karenanya tidak patut bagi kita untuk menyombongkan diri dengan prestasi yang kita raih, harta yang berlimpah, gelar yang kita miliki, sebab semuanya tidak berarti apa-apa di pemandangan Tuhan, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Hati yang tulus adalah tempat yang tepat untuk Roh Kudus tinggal, sebab dari situlah terpancar kehidupan. Jika kita dapat menjaga hati untuk tetap taat dan setia pada perintahNya, kita akan merasakan betapa tidak berartinya hidup ini tanpa Tuhan.
Kita harus sadar bahwa hidup kita ini sangat ditentukan oleh perkataan dan kuasa Tuhan semata; Dia yang meninggikan dan merendahkan juga. Jadi, di luar Dia, kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Karena itu jangan sekali-kali kita menyombongkan diri!
Baca: Mazmur 103:1-22
"Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi." Mazmur 103:15-16
Jika kita merenungkan besarnya kasih Tuhan dalam hidup kita, sungguh sebenarnya kita ini tidak layak untuk menerimanya karena besarnya dosa yang telah kita perbuat dan seringnya kita memberontak dari jalan-jalanNya. Terlebih di saat kita sedang berjaya, sukses, segala sesuatu tersedia, seakan kita tidak butuh Tuhan sehingga kita pun sering lupa pada Si Sumber berkat tersebut.
Sesungguhnya di mata Tuhan kita ini tidak ubahnya seperti rumput yang sebentar tampak hijau dan indah, namun sebentar lagi akan layu dan kering. FirmanNya berkata, "Manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat." (Mazmur 144:4). Kesuksesan dan kekayaan yang kita miliki di dunia ini hanyalah sementara, sebentar saja bisa lenyap. Apa yang bisa kita banggakan? Siapakah kita ini sehingga harus bermegah dalam kekuatan, kepandaian, dan kekayaan kita? Tuhan Yesus berkata, "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (Yohanes 15:5). Jadi, kita ini hanyalah ranting-ranting yang sangat bergantung pada pokok anggur. Ranting tidak dapat berbuah jika tidak tinggal pada pokok anggur itu. Oleh karenanya tidak patut bagi kita untuk menyombongkan diri dengan prestasi yang kita raih, harta yang berlimpah, gelar yang kita miliki, sebab semuanya tidak berarti apa-apa di pemandangan Tuhan, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Hati yang tulus adalah tempat yang tepat untuk Roh Kudus tinggal, sebab dari situlah terpancar kehidupan. Jika kita dapat menjaga hati untuk tetap taat dan setia pada perintahNya, kita akan merasakan betapa tidak berartinya hidup ini tanpa Tuhan.
Kita harus sadar bahwa hidup kita ini sangat ditentukan oleh perkataan dan kuasa Tuhan semata; Dia yang meninggikan dan merendahkan juga. Jadi, di luar Dia, kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Karena itu jangan sekali-kali kita menyombongkan diri!
Subscribe to:
Posts (Atom)