Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 September 2010 -
Baca: 2 Samuel 16:15-23
"Maka dibentangkanlah kemah bagi Absalom di atas sotoh, lalu Absalom menghampiri gundik-gundik ayahnya di depan mata seluruh Israel." 2 Samuel 16:22
Absalom adalah salah satu anak Daud. Ia memiliki perawakan nyaris sempurna. Sebagai anak raja, masa kecil Absalom berlimpah kasih sayang dan segala kenyamanan. Ia juga menjadi kebanggaan Daud. Namun semuanya berubah ketika terjadi suatu tragedi di keluarga istana. Absalom membunuh saudara tirinya, Amnon, karena telah memperkosa Tamar, adik kandungnya. Karena kejadian itu hati Daud (ayahnya) menjadi sangat murka. Lalu, Absalom "...melarikan diri dan telah pergi ke Gesur; ia tinggal di sana tiga tahun lamanya." (2 Samuel 13:38). Di kemudian hari dengan bantuan Yoab, Absalom dapat bertemu lagi dengan Daud. Kemarahan Daud telah reda, dan Absalom menerima pengampunan dari ayahnya.
Seiring berjalannya waktu, meski telah dimaafkan dan diampuni kesalahannya oleh ayahnya, ternyata Absalom masih menyimpan dendam dan sakit hati. Ia memberontak, bahkan berusaha untuk membunuh ayahnya. Absalom memberontak bukan karena ia tidak dimaafkan oleh Daud, tetapi di dalam lubuk hatinya tergores luka yang begitu dalam. Sekian lama hidup terpisah dari ayahnya pastilah ia kehilangan banyak hal: perhatian, kasih sayang, fasilitas dan yang terutama adalah keintiman. Sesungguhnya Absalom sangat mendambakan kasih dan penerimaan terhadap dirinya seperti di masa-masa sebelumnya. Sayang, semuanya sudah berlalu, ia tidak pernah bisa mendapatkannya lagi. Absalom merasa dirinya ditolak; hatinya terluka. Sejak saat itu Absalom merasa tidak dicintai lagi. Iblis memanfaatkan celah dalam diri Absalom dan mengambil kesempatan emas ini. Iblis mendorongnya untuk melakukan pemberontakan dan kejahatan yang keji. Ia pun berusaha membunuh Daud dan meniduri gundik-gundik ayahnya di depan banyak orang seperti tertulis: "Maka dibentangkanlah kemah bagi Absalom di atas sotoh, lalu Absalom menghampiri gundik-gundik ayahnya di depan mata seluruh Israel."
Rasa tertolak dan kehausan akan penerimaan dan kasih yang tidak terpenuhi ternyata dapat melahirkan rasa benci dan dendam. Apa yang dilakukan Absalom itu lahir dari perasaan tidak dicintai dan kehausan akan penerimaan dan pengakuan.
Gambar diri yang rusak serta kegagalan menerima diri sendiri menjadi senjata ampuh Iblis untuk menghancurkan seseorang.
Tuesday, September 14, 2010
Monday, September 13, 2010
KASIH: Hukum yang Terutama dan Pertama
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 September 2010 -
Baca: Matius 22:34-40
“Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Matius 22:40
Kekristenan dan kasih tak terpisahkan dan menjadi satu kesatuan. Tidak ada kekristenan tanpa kasih; kasih itu juga harus menjadi bagian kehidupan orang Kristen. Jika ada orang Kristen yang tidak punya kasih, sia-sialah kekristenannya.
Mengapa kasih sangat penting bagi kita sebagai orang percaya? Karena kasih itu adalah suatu perintah yang harus kita taati, bukan suatu himbauan atau sekedar saran. Tuhan Yesus menegaskan, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.” (ayat 37, 38). Kata kasihilah menunjuk pada suatu perintah. Karena ini suatu perintah, kita harus menaatinya. Melanggarnya sama dengan berbuat dosa. Jadi, kasih adalah pilihan hidup yang harus kita ambil Seringkali kita mengasihi seseorang hanya apabila orang itu juga mengasihi atau memberi keuntungan kepada kita. Sebaliknya, orang yang tidak mengasihi atau memberi kontribusi positif pada kita tidak kita anggap sebagai orang yang perlu dikasihi.
Seringkali bukan kasih yang meninggalkan kita, tetapi kitalah yang meninggalkan kasih itu. Bukti kalau ada kasih di dalam kita adalah kalau kita mengasihi Tuhan dan juga sesama. Kalau kita berkata bahwa kita mengasihi Tuhan tetapi bukti mengasihi orang lain itu tidak ada, berarti kita belum sampai kepada kasih kepada Tuhan. Ada berkat yang Tuhan sediakan bagi orang yang sungguh-sungguh mengasihi Dia dan juga sesama. FirmanNya berkata, “Jika kamu dengan sungguh-sungguh mendengarkan perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, sehingga kamu mengasihi Tuhan, Allahmu, dan beribadah kepadaNya dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, maka Ia akan memberikan hujan untuk tanahmu pada masanya, hujan awal dan hujan akhir, sehingga engkau dapat mengumpulkan gandummu, anggurmu dan minyakmu, dan dia akan memberi rumput di padangmu untuk hewanmu, sehingga engkau dapat makan dan menjadi kenyang.” (Ulangan 11:13-15). Jadi, setiap orang yang berlabel Kristen harus punya kasih
“...barangsiapa menuruti firmanNya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah;” (1 Yohanes 2:5a) dan “...ia harus juga mengasihi saudaranya.” (1 Yohanes 4:21b).
Baca: Matius 22:34-40
“Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Matius 22:40
Kekristenan dan kasih tak terpisahkan dan menjadi satu kesatuan. Tidak ada kekristenan tanpa kasih; kasih itu juga harus menjadi bagian kehidupan orang Kristen. Jika ada orang Kristen yang tidak punya kasih, sia-sialah kekristenannya.
Mengapa kasih sangat penting bagi kita sebagai orang percaya? Karena kasih itu adalah suatu perintah yang harus kita taati, bukan suatu himbauan atau sekedar saran. Tuhan Yesus menegaskan, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.” (ayat 37, 38). Kata kasihilah menunjuk pada suatu perintah. Karena ini suatu perintah, kita harus menaatinya. Melanggarnya sama dengan berbuat dosa. Jadi, kasih adalah pilihan hidup yang harus kita ambil Seringkali kita mengasihi seseorang hanya apabila orang itu juga mengasihi atau memberi keuntungan kepada kita. Sebaliknya, orang yang tidak mengasihi atau memberi kontribusi positif pada kita tidak kita anggap sebagai orang yang perlu dikasihi.
Seringkali bukan kasih yang meninggalkan kita, tetapi kitalah yang meninggalkan kasih itu. Bukti kalau ada kasih di dalam kita adalah kalau kita mengasihi Tuhan dan juga sesama. Kalau kita berkata bahwa kita mengasihi Tuhan tetapi bukti mengasihi orang lain itu tidak ada, berarti kita belum sampai kepada kasih kepada Tuhan. Ada berkat yang Tuhan sediakan bagi orang yang sungguh-sungguh mengasihi Dia dan juga sesama. FirmanNya berkata, “Jika kamu dengan sungguh-sungguh mendengarkan perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, sehingga kamu mengasihi Tuhan, Allahmu, dan beribadah kepadaNya dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, maka Ia akan memberikan hujan untuk tanahmu pada masanya, hujan awal dan hujan akhir, sehingga engkau dapat mengumpulkan gandummu, anggurmu dan minyakmu, dan dia akan memberi rumput di padangmu untuk hewanmu, sehingga engkau dapat makan dan menjadi kenyang.” (Ulangan 11:13-15). Jadi, setiap orang yang berlabel Kristen harus punya kasih
“...barangsiapa menuruti firmanNya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah;” (1 Yohanes 2:5a) dan “...ia harus juga mengasihi saudaranya.” (1 Yohanes 4:21b).
Subscribe to:
Posts (Atom)