Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2010 -
Baca: Roma 15:1-13
"Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." Roma 15:4
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus mempercayai apa yang dikatakan oleh firman Tuhan. Melalui tulisan-tulisan yang tercantum di dalam Alkitab kita memperoleh suatu pengharapan yang benar. Dari pengharapan itulah kita dapat memperoleh iman. Jika kita tak mempunyai pengharapan, iman pun tak akan terbentuk, karena pengharapan dan iman bekerja sama dalam kehidupan orang percaya dengan cara yang sama seperti tertulis: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1).
Pengalaman membuktikan bahwa orang yang kehilangan akan mudah mengalami stres dan depresi, dan tak mampu menguasai keadaan lagi. Tetapi Alkitab menasihati kita supaya teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci, sehingga kita pun akan dapat mengatasi semua permasalahan hidup dengan berpegang pada pengharapan dan iman pada janji-janji Tuhan. Jelas dikatakan bahwa "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17).
Tetapi, bagaimanakah kita dapat mendengar janji-janji Tuhan itu? Kita dapat mendengar janji-janji Tuhan dari pemberitaan secara lisan melalui kotbah para hambaNya, atau dengan membaca firman Tuhan serta merenungkannya siang dan malam sehingga janji-janji Tuhan itu benar-benar meresap ke dalam hati kita, dan menimbulkan pengharapan serta iman yang teguh. Seringkali kita berdoa dan menerapkan janji-janji firman Tuhan untuk orang lain dan orang itu pun tertolong. Namun bila kita sendiri tak dapat menggunakan pengharapan dan iman atas janji-janji Tuhan itu, maka berkat-berkat Tuhan tak dapat kita nikmati. "Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat." (Ibrani 11:3). Firman Tuhan yang sanggup menciptakan alam semesta dengan sangat mudah berkuasa 'menciptakan' segala kebutuhan kita, yang tak ada artinya bila dibandingkan dengan alam semesta.
Oleh karenanya mari berpeganglah teguh pada janji-janji firman Tuhan agar hidup kita tertolong dalam segala masalah!
Sunday, August 15, 2010
Saturday, August 14, 2010
DUKACITA YANG MENDATANGKAN KEBAIKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2010 -
Baca: 2 Korintus 7:8-16
"Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian." 2 Korintus 7:10
Perjalanan hidup kita adalah bak sebuah proses. Seperti sebuah benda yang begitu indah dan berharga mahal, tidak ada yang dihasilkan secara kebetulan. Semuanya dihasilkan melalui suatu proses yang tidak mudah: diolah, diremukkan, dibentuk.
Begitu pula kita yang harus melewati berbagai tekanan, kesulitan, masalah dan juga penderitaan, yang kesemuanya itu membawa kita kepada dukacita. Namun bila kita mampu menguasai diri dan me-manage-nya dengan baik, serta membiarkan tangan Tuhan bekerja dalam hidup kita, kehidupan kita akan menjadi luar biasa dan berbeda. Tuhan tidak menghendaki kita bersedih atau berduka karena masalah yang ada. Justru Dia ingin memakai dukacita yang kita alami ini sebagai sarana membawa kita pada sebuah kehidupan yang lebih baik lagi. Maka dari itu firmanNya mengatakan: "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." (Matius 5:4). Tidak semua bentuk dukacita dapat membawa kebaikan; hanya ketika membawa dukacita itu kepada Tuhan, maka dukacita itu akan menjadi kebaikan bagi kita.
Lalu, dukacita yang bagaimanakah yang dapat membawa kebaikan dan menjadikan kita diberkati? Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang seorang Farisi dan pemungut cukai (baca Lukas 18:10-14). Kita bisa melihat perbedaan sikap hati di antara keduanya. Pemungut cukai sangat berdukacita atas dosa-dosa yang telah ia perbuat; ia merasa hina dan tidak layak menghadap Tuhan. Itulah sebabnya "...pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu (orang Farisi - red.) tidak." (Lukas 18:13-14).
Tanpa adanya perasaan dukacita dan penyelesalan tidak akan pernah ada pertobatan. Dan tanpa pertobatan kita pun tidak akan pernah menerima anugerah pengampunan dan kasih karunia dari Tuhan.
Pemungut cukai disebut sebagai orang yang berbahagia, karena dukacitanya atas dosa membawanya mengalami pengampunan dan pembenaran oleh Tuhan.
Baca: 2 Korintus 7:8-16
"Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian." 2 Korintus 7:10
Perjalanan hidup kita adalah bak sebuah proses. Seperti sebuah benda yang begitu indah dan berharga mahal, tidak ada yang dihasilkan secara kebetulan. Semuanya dihasilkan melalui suatu proses yang tidak mudah: diolah, diremukkan, dibentuk.
Begitu pula kita yang harus melewati berbagai tekanan, kesulitan, masalah dan juga penderitaan, yang kesemuanya itu membawa kita kepada dukacita. Namun bila kita mampu menguasai diri dan me-manage-nya dengan baik, serta membiarkan tangan Tuhan bekerja dalam hidup kita, kehidupan kita akan menjadi luar biasa dan berbeda. Tuhan tidak menghendaki kita bersedih atau berduka karena masalah yang ada. Justru Dia ingin memakai dukacita yang kita alami ini sebagai sarana membawa kita pada sebuah kehidupan yang lebih baik lagi. Maka dari itu firmanNya mengatakan: "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." (Matius 5:4). Tidak semua bentuk dukacita dapat membawa kebaikan; hanya ketika membawa dukacita itu kepada Tuhan, maka dukacita itu akan menjadi kebaikan bagi kita.
Lalu, dukacita yang bagaimanakah yang dapat membawa kebaikan dan menjadikan kita diberkati? Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang seorang Farisi dan pemungut cukai (baca Lukas 18:10-14). Kita bisa melihat perbedaan sikap hati di antara keduanya. Pemungut cukai sangat berdukacita atas dosa-dosa yang telah ia perbuat; ia merasa hina dan tidak layak menghadap Tuhan. Itulah sebabnya "...pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu (orang Farisi - red.) tidak." (Lukas 18:13-14).
Tanpa adanya perasaan dukacita dan penyelesalan tidak akan pernah ada pertobatan. Dan tanpa pertobatan kita pun tidak akan pernah menerima anugerah pengampunan dan kasih karunia dari Tuhan.
Pemungut cukai disebut sebagai orang yang berbahagia, karena dukacitanya atas dosa membawanya mengalami pengampunan dan pembenaran oleh Tuhan.
Subscribe to:
Posts (Atom)