Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juli 2010 -
Baca: 2 Timotius 1:3-18
"Itulah sebabnya aku (Paulus - red.) menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakanNya kepadaku hingga pada hari Tuhan." 2 Timotius 1:12
Ayat nas di atas menunjukkan komitmen rasul Paulus dalam mengikut Kristus; apa pun yang terjadi dan resiko apa pun yang harus ditanggung, Paulus tidak pernah berubah sikap, karena ia tahu kepada siapa ia percaya.
Seperti Pauluskah komitmen kita selama ini? Belum menghadapi aniaya dan penderitaan seperti yang dialami Paulus kita sudah enggan mengikut Tuhan. Menyediakan sedikit waktu untuk bersaat teduh dan membaca Alkitab kita tidak disiplin dan malas melakukannya, sedangkan untuk menonton TV atau nongkrong dengan teman, kita betah berlama-lama; ketika tertegur oleh firman yang keras kita langsung tersinggung dan ngambek tidak mau ke gereja lagi; dihimbau untuk terlibat dalam pelayanan, kita sudah menyiapkan 1001 alasan sebagai jurus menghindar. Adalah omong kosong jika kita berkata Kristus yang utama jika tidak disertai tindakan nyata yang menunjukkan kita mengutamakanNya dalam segala hal. Kita masih enggan melepaskan dunia dengan segala kenyamanannya. Tuhan tidak ingin ada 'ilah' lain di hadapanNya, sebab hal itu adalah perzinahan rohani. FirmanNya menegaskan: "...persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah. Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4b-c).
Tidak mudah menjadi pengikut Kristus. Kita berpikir jika kita mengikut Dia perjalanan hidup kita akan enak dan bisa semau gue. Tidak! Ada tanggung jawab besar berada di pundak kita yaitu pikul salib dan memiliki kehidupan yang 'berbeda' dengan dunia, karena sebagai orang Kristen kita ini adalah 'Kristus-Kristus kecil' di bumi yang artinya kehidupan kita harus benar-benar mencerminkan Kristus. Adalah anugerah dan sukacita tersendiri bila kita dipercaya Tuhan menjadi saksi-saksiNya.
Inilah yang memacu Paulus tetap setia melayani Tuhan di segala keadaan; ia tahu penderitaan yang dialaminya tidak sebanding dengan kemuliaan yang Tuhan sediakan kelak! Baca Roma 8:1
Saturday, July 3, 2010
Friday, July 2, 2010
SAAT JANJI TUHAN TERTUNDA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2010 -
Baca: Kejadian 21:1-7
"Siapakah tadinya yang dapat mengatakan kepada Abraham: Sara menyusui anak? Namun aku (Sara - red.) telah melahirkan seorang anak laki-laki baginya pada masa tuanya." Kejadian 21:7
Mengalami penundaan karena suatu hal pasti menimbulkan rasa bosan, jenuh dan juga kecewa. Dalam kehidupan terdapat banyak penundaan yang terjadi tiba-tiba atau mengejutkan: jadwal penerbangan yang tertunda, pernikahan ditunda, kenaikan gaji ditunda. Bagaimana perasaan kita? Pasti jengkel, kecewa, bosan, karena ditunda berarti membuat kita menunggu lebih lama. Kalau ditunda 10 menit mungkin masih bisa ditoleransi; ditunda 1 jam membuat kita mulai kesal dan gelisah; ditunda sehari, seminggu, sebulan dan seterusnya merupakan mimpi buruk! Coba bayangkan bila penundaan itu berlangsung 39 tahun. Apa yang akan kita lakukan dan bagaimana perasaan kita?
Itulah contoh yang dialami Abraham. Suatu ketika Tuhan berjanji kepadanya, " 'Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firmanNya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya keturunanmu.' " (Kejadian 15:5). Namun, Sara tetap tidak memiliki anak selama bertahun-tahun, bahkan saat usia keduanya sudah sangat tua, belum juga ada tanda. Secara manusia kita pasti akan kecewa, pahit hati dan menyerah pada keadaan. Kita akan berhenti berharap kepada Tuhan dan mulai memakai logika, lalu kita mencari pertolongan kepada manusia atau ilah lain. Padahal, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!" (Yeremia 17:5).
Tetapi selama 39 tahun Sara dan Abraham menantikan penggenapan janji Tuhan atas mereka. Pada akhirnya "Tuhan memperhatikan Sara, seperti yang difirmankanNya, dan Tuhan melakukan kepada Sara seperti yang dijanjikanNya. Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya." (Kejadian 21:1-2). Abraham berumur 100 tahun saat Ishak lahir, sedangkan Sara 90 tahun. Tidak ada kata terlambat bagi Tuhan! Dia membuat segala sesuatu indah pada waktuNya.
Apa yang dianggap mustahil oleh manusia, kuasa Tuhan memungkinkan hal itu terjadi! Haleluya!
Baca: Kejadian 21:1-7
"Siapakah tadinya yang dapat mengatakan kepada Abraham: Sara menyusui anak? Namun aku (Sara - red.) telah melahirkan seorang anak laki-laki baginya pada masa tuanya." Kejadian 21:7
Mengalami penundaan karena suatu hal pasti menimbulkan rasa bosan, jenuh dan juga kecewa. Dalam kehidupan terdapat banyak penundaan yang terjadi tiba-tiba atau mengejutkan: jadwal penerbangan yang tertunda, pernikahan ditunda, kenaikan gaji ditunda. Bagaimana perasaan kita? Pasti jengkel, kecewa, bosan, karena ditunda berarti membuat kita menunggu lebih lama. Kalau ditunda 10 menit mungkin masih bisa ditoleransi; ditunda 1 jam membuat kita mulai kesal dan gelisah; ditunda sehari, seminggu, sebulan dan seterusnya merupakan mimpi buruk! Coba bayangkan bila penundaan itu berlangsung 39 tahun. Apa yang akan kita lakukan dan bagaimana perasaan kita?
Itulah contoh yang dialami Abraham. Suatu ketika Tuhan berjanji kepadanya, " 'Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firmanNya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya keturunanmu.' " (Kejadian 15:5). Namun, Sara tetap tidak memiliki anak selama bertahun-tahun, bahkan saat usia keduanya sudah sangat tua, belum juga ada tanda. Secara manusia kita pasti akan kecewa, pahit hati dan menyerah pada keadaan. Kita akan berhenti berharap kepada Tuhan dan mulai memakai logika, lalu kita mencari pertolongan kepada manusia atau ilah lain. Padahal, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!" (Yeremia 17:5).
Tetapi selama 39 tahun Sara dan Abraham menantikan penggenapan janji Tuhan atas mereka. Pada akhirnya "Tuhan memperhatikan Sara, seperti yang difirmankanNya, dan Tuhan melakukan kepada Sara seperti yang dijanjikanNya. Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya." (Kejadian 21:1-2). Abraham berumur 100 tahun saat Ishak lahir, sedangkan Sara 90 tahun. Tidak ada kata terlambat bagi Tuhan! Dia membuat segala sesuatu indah pada waktuNya.
Apa yang dianggap mustahil oleh manusia, kuasa Tuhan memungkinkan hal itu terjadi! Haleluya!
Subscribe to:
Posts (Atom)