Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2010 -
Baca: Yesaya 52:1-12
"Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu,..." Yesaya 52:11
Walaupun kita telah ditebus oleh darah Kristus, sulitlah bagi kita menyucikan diri bila kita sendiri tak mau melangkah ke luar meninggalkan 'dunia'. Dengan keras Tuhan memerintahkan kita tak lagi bermain-main dengan dosa: "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Sebagai umat yang telah diselamatkan kita harus menjauhkan diri dari hala-hal yang najis dan mau memisahkan diri dari 'dunia' ini. Banyak orang kurang paham akan istilah dunia dalam kekristenan. Apa sih 'dunia' itu? Dunia yang dimaksud bukanlah bumi tempat di mana kita berpijak atau suatu negara. 'Dunia' berbicara tentang pola hidup atau segala sesuatu yang mencondongkan hati kita semakin menjauh dari Tuhan; perkara yang membuat kita tidak lagi bergairah berdoa atau membaca firman Tuhan, itulah 'dunia'. Kesimpulannya ialah segala sesuatu yang membuat kasih kita kepada Tuhan menjadi dingin, itulah 'dunia'. Ini bukan hanya berbicara tentang dosa, tapi semua perkara yang membuat kehidupan rohani seseorang padam adalah 'dunia'. Tuhan tidak begitu saja memerintahkan umatNya ke luar memisahkan diri dari 'dunia', namun Dia memberikan jaminan apabila kita mau memisahkan diri dari kehidupan dunia: "...Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anakKu laki-laki dan anak-anakKu perempuan..." (2 Korintus 6:18). Hidup kita tak akan terlantar karena Dia menjadi Bapa kita. Sebagai anak kita akan menjadi obyek perhatianNya, kasihNya, kebaikanNya.
Banyak orang Kristen nampaknya sudah berada di luar 'Mesir', padahal sebenarnya masih berada di dalamnya. Mereka tidak menghiraukan seruan Tuhan, "Jangan menjamah yang najis". Menjamah yang 'najis' bukan terbatas pada dosa perzinahan secara fisik, tapi termasuk perzinahan rohani: ada yang masih terikat pada tradisi, primbon-primbon, hari 'baik', percaya pada suhu, horoskop. Bukankah itu menunjukkan kehidupan di 'Mesir' dan menyembah kepada berhala atau roh-roh yang bukan dari Tuhan? Bukankah hal ini merupakan kenajisan di mata Tuhan?
Segeralah bertobat, sebelum terlambat!
Monday, June 28, 2010
Sunday, June 27, 2010
BANGSA ISRAEL DAN SAUL: Suatu Peringatan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2010 -
Baca: Mazmur 78:1-31
"dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah." Mazmur 78:8
Selama tahun-tahun yang dilalui di padang gurun, bangsa Israel selalu menunjukkan kedegilan dan pemberontakannya kepada Tuhan. Akibatnya mereka mati di sana. Karena itu pemazmur menuliskan hal ini sebagai pelajaran yang berharga agar kita bisa bercermin dari kegagalan bangsa Israel tersebut.
Bangsa Israel gagal karena enggan melakukan perintah Tuhan! Memang mereka berseru-seru kepada Tuhan saat terjepit, bahkan menanggapi perintahNya dengan ketaatan sampai segala sesuatunya baik dan dipulihkan. Namun berulangkali pula mereka memberontak. Tindakan mereka seperti suatu siklus, sampai-sampai Tuhan menyebut mereka "...suatu bangsa yang tengkuk." (Keluaran 32:9). Tegar tengkuk bisa diartikan: keras kepala, sulit ditangani atau diajak bekerja sama, suka memberontak, menolak untuk patuh dan tidak dapat diatur. Pemberontakan atau ketidaktaatanlah akar kegagalan mereka. Andaikan mereka selalu taat, betapa mulia mereka jadinya, sehingga tidak perlu mati di padang gurun karena tidak tunduk pada kehendak Tuhan.
Ketaatan atau ketidaktaatan sama-sama mendatangkan akibat. Ketaatan membuka pintu kesempatan bagi kita mengalami dan menikmati janji Tuhan. Sebaliknya, ketidaktaatan semakin menutup pintu berkat, tapi membuka gerbang kehancuran. Saul adalah contoh orang yang diberi kesempatan menadi raja Israel. Sayang Saul tidak mampu mempertahankan kedudukan dan kehormaatannya karena pemberontakan dan kedegilan hatinya. Berkatalah Samuel kepada Saul, "Apakah Tuhan itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara Tuhan? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan. Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman Tuhan, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja." (1 Samuel 15:22-23).
Hari ini, kita dihadapkan pada pilihan hidup: taat mendatangkan berkat atau ketidaktaatan yang membuat kita kehilangan berkat. Pilih yang mana?
Baca: Mazmur 78:1-31
"dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah." Mazmur 78:8
Selama tahun-tahun yang dilalui di padang gurun, bangsa Israel selalu menunjukkan kedegilan dan pemberontakannya kepada Tuhan. Akibatnya mereka mati di sana. Karena itu pemazmur menuliskan hal ini sebagai pelajaran yang berharga agar kita bisa bercermin dari kegagalan bangsa Israel tersebut.
Bangsa Israel gagal karena enggan melakukan perintah Tuhan! Memang mereka berseru-seru kepada Tuhan saat terjepit, bahkan menanggapi perintahNya dengan ketaatan sampai segala sesuatunya baik dan dipulihkan. Namun berulangkali pula mereka memberontak. Tindakan mereka seperti suatu siklus, sampai-sampai Tuhan menyebut mereka "...suatu bangsa yang tengkuk." (Keluaran 32:9). Tegar tengkuk bisa diartikan: keras kepala, sulit ditangani atau diajak bekerja sama, suka memberontak, menolak untuk patuh dan tidak dapat diatur. Pemberontakan atau ketidaktaatanlah akar kegagalan mereka. Andaikan mereka selalu taat, betapa mulia mereka jadinya, sehingga tidak perlu mati di padang gurun karena tidak tunduk pada kehendak Tuhan.
Ketaatan atau ketidaktaatan sama-sama mendatangkan akibat. Ketaatan membuka pintu kesempatan bagi kita mengalami dan menikmati janji Tuhan. Sebaliknya, ketidaktaatan semakin menutup pintu berkat, tapi membuka gerbang kehancuran. Saul adalah contoh orang yang diberi kesempatan menadi raja Israel. Sayang Saul tidak mampu mempertahankan kedudukan dan kehormaatannya karena pemberontakan dan kedegilan hatinya. Berkatalah Samuel kepada Saul, "Apakah Tuhan itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara Tuhan? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan. Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman Tuhan, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja." (1 Samuel 15:22-23).
Hari ini, kita dihadapkan pada pilihan hidup: taat mendatangkan berkat atau ketidaktaatan yang membuat kita kehilangan berkat. Pilih yang mana?
Subscribe to:
Posts (Atom)