Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2010 -
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Mengasihi musuh atau orang yang bersalah adalah sebuah keharusan bagi kita sebagai umat Tuhan, karena Tuhan telah mendemonstrasikan bagaimana Ia mengasihi dan mengampuni orang-orang yang menyalibkanNya. Banyak orang beranggapan pengampunan itu ada batasnya, contohnya: mengampuni tiga kali orang lain yang berbuat kesalahan dirasa sudah cukup. Namun, Tuhan Yesus ingin memperjelas ajaranNya tentang pengampunan yang sesungguhnya.
Ketika Petrus datang kepada Tuhan dan bertanya berapa kali ia harus mengampuni orang yang bersalah terhadapnya, Ia menjawab, "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh tujuh kali." (ayat 22). Apa maknanya? Apakah kita harus menghitung sampai 490 kali kalau mau mengampuni? Sama sekali tidak. Artinya, kita harus mengampuni sebagaimana Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak terbatas jumlahnya. Tertulis: "...hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Anugerah pengampunan dari Tuhan inilah yang harus menjadi ukuran pengampunan kita kepada sesama yang berbuah salah kepada kita.
Pemazmur berkata, "sejauh timur dan barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anak-anakNya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." (Mazmur 103:12-14). Ayat ini menunjukkan betapa Tuhan begitu penuh kemurahan dan belas kasih kepada kita, sehingga Dia mau mengampuni kesalahan kita dan menjauhkan pelanggaran-pelanggaran kita sejauh timur dari barat. Allah rela membayar pelanggaran kita dengan bersedia menanggungkan dosa-dosa kita di dalam diri PuteraNya Yesus Kristus. Ketika Yesus menundukkan kepala menyerahkan nyawa di atas kayu salib, Ia berseru sudah selesai (baca Yohanes 19:30). Artinya: lunas (hutang maut telah dibayar lunas). Pengampunan Tuhan sempurna dan melimpah.
Betapa sering kita tidak menghargai pengampunanNya, sehingga kita begitu sulit mengampuni orang lain.
Tuesday, June 15, 2010
Monday, June 14, 2010
MENGASIHI MUSUH. Mungkinkah?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2010 -
Baca: Lukas 6:27:36
"Aku (Tuhan - red.) berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;" Lukas 6:27
Sebagai anak-anak Allah kita harus memiliki sifat-sifat Allah. Ada pun salah satu sifat Allah adalah Mahapengampun, seperti kata Pemazmur, "Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni..." (Mazmur 86:5), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Seperti Yesus, agar Ia layak menjadi Putera Kerjaan Allah, Ia tidak membalas meskipun dicaci-maki, dihujat, diejek, diludahi dan dipermalukan; Ia sanggup mengampuni dan mengasihi musuh-musuhNya. Ia berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat," (Lukas 23:34). Ia telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa. Menjadi Kristen berarti menjadi pengikut Kristus, dan sudah sepatutnya kita mengikuti jejakNya dan meneladani kehidupanNya. Alkitab dengan tegas menyatakan; "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Tuhan menghendaki agar kita mengasihi musuh-musuh kita. Kata-kata Yesus dari atas salib bukan kata-kata kutuk atau keluhan atau tentang penghinaan atas kematianNya yang terkutuk, tetapi adalah doa untuk mereka yang menyalibkan Dia, Putera Allah yang benar, tanpa dosa. Stefanus adalah contoh orang yang mengikuti teladan Yesus. Ketika ia dilempari batu dan hampir menghembuskan nafas terakhir, ia berdoa, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kisah 7:60).
Kalau kita mengasihi dan berbuat baik kepada orang yang mengasihi kita, apakah jasa kita? Yang dikehendakiNya: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Banyak orang Kristen meremehkan pengajaranNya ini. Mungkin ada kasih, tapi terhadap kawan sendiri, grup sendiri atau denominasi sendiri. Terhadap saudara seiman yang tak dikenal secara pribadi saja kita sulit mengasihi, apalagi musuh?
Betapa sedih hati Yesus melihat orang Kristen tak dapat mengikuti teladanNya!
Baca: Lukas 6:27:36
"Aku (Tuhan - red.) berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;" Lukas 6:27
Sebagai anak-anak Allah kita harus memiliki sifat-sifat Allah. Ada pun salah satu sifat Allah adalah Mahapengampun, seperti kata Pemazmur, "Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni..." (Mazmur 86:5), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Seperti Yesus, agar Ia layak menjadi Putera Kerjaan Allah, Ia tidak membalas meskipun dicaci-maki, dihujat, diejek, diludahi dan dipermalukan; Ia sanggup mengampuni dan mengasihi musuh-musuhNya. Ia berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat," (Lukas 23:34). Ia telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa. Menjadi Kristen berarti menjadi pengikut Kristus, dan sudah sepatutnya kita mengikuti jejakNya dan meneladani kehidupanNya. Alkitab dengan tegas menyatakan; "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Tuhan menghendaki agar kita mengasihi musuh-musuh kita. Kata-kata Yesus dari atas salib bukan kata-kata kutuk atau keluhan atau tentang penghinaan atas kematianNya yang terkutuk, tetapi adalah doa untuk mereka yang menyalibkan Dia, Putera Allah yang benar, tanpa dosa. Stefanus adalah contoh orang yang mengikuti teladan Yesus. Ketika ia dilempari batu dan hampir menghembuskan nafas terakhir, ia berdoa, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kisah 7:60).
Kalau kita mengasihi dan berbuat baik kepada orang yang mengasihi kita, apakah jasa kita? Yang dikehendakiNya: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Banyak orang Kristen meremehkan pengajaranNya ini. Mungkin ada kasih, tapi terhadap kawan sendiri, grup sendiri atau denominasi sendiri. Terhadap saudara seiman yang tak dikenal secara pribadi saja kita sulit mengasihi, apalagi musuh?
Betapa sedih hati Yesus melihat orang Kristen tak dapat mengikuti teladanNya!
Subscribe to:
Posts (Atom)