- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2010 -
Baca: Roma 8:18-25
“Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan.” Roma 8:24a
Semua orang pasti memiliki banyak keinginan dan juga harapan dalam hidupnya. Tak seorang pun mau menjalani hari-hari tanpa ada harapan yang hendak dicapai. Jika tanpa pengharapan orang akan menjalani hidupnya asal-asalan, monoton dan tanpa semangat.
Siapakah di antara kita yang tidak ingin menjadi orang yang sukses, mapan dan bermasa depan cerah? Itulah sebabnya kita mulai merancang/merencanakan segala sesuatunya sejak dini, agar apa yang kita harapkan menjadi kenyataan. Sebagai orangtua kita pasti memiliki pengharapan yang besar terhadap anak-anak kita: sukses dalam studi juga karir. Begitu juga bagi si lajang, ia memiliki harapan-harapan dalam hidupnya: pekerjaan yang mapan, punya rumah dan mobil, serta memiliki pasangan hidup sesuai yang diinginkan. Itu adalah gambaran pengharapan semua orang selama hidup di dunia ini, padahal kita tahu bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara (tidak kekal).
Maka dari itu adalah bijak bagi kita sebagai orang percaya untuk tidak menggantungkan pengharapan kepada hal-hal yang kelihatan, karena tidak ada satu hal pun yang bisa kita harapkan dan andalkan di dunia ini, “...sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.” (ayat 24b-25). Lalu kepada siapa kita menaruh pengharapan itu? Hanya satu saja yang bisa menjadi pengharapan kita yaitu pengharapan di dalam Yesus Kristus. Dia berkata, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10b). Jadi, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:7).
Bila kita berharap kepada Yesus pengharapan itu tidak pernah mengecewakan (baca Roma 5:5), karena Dia tak pernah lalai menepati janjiNya! Dan saat kita menaruh pengharapan kita padaNya kita beroleh kekuatan dan semakin kokoh meski berada di tengah badai pencobaan, karena pengharapan itu seperti sauh yang kuat (baca Ibrani 6:19).
Jangan pernah sedikit pun melepaskan pengharapan kita kepada Tuhan, karena ada kemuliaan yang Ia sediakan (baca Efesus 1:18).
Wednesday, May 26, 2010
Tuesday, May 25, 2010
MEMBERI UNTUK MENJADI BERKAT
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2010 -
Baca: 2 Korintus 8:1-15
“Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.” 2 Korintus 8:12
Memberi banyak sekali ragamnya, tapi pemberian yang berkenan di hati Tuhan adalah pemberian berdasarkan kerelaan, bukan karena keterpaksaan, apalagi ada motivasi terselubung di balik itu. Ada orang memberi dengan harapan diketahui orang lain sehingga ia beroleh pujian dan sebagainya.
Suatu ketika banyak orang berbondong-bondong mengikuti Yesus sampai jauh malam. Kira-kira ada lima ribu orang laki-laki tidak termasuk anak-anak dan wanita. Mereka pasti lapar; hari sudah larut malam, di manakah mereka bisa membeli roti? Tetapi “...ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan;” (Yohanes 6:9a). Umumnya anak-anak mempunyai hati polos dan bersih. Jika rela memberi dia pun akan memberi, sebaliknya jika dia sedang tidak ingin memberi, dengan terus terang dia tak memberi. Alkitab tidak mencatat bahwa anak itu keberatan atau menggerutu saat memberikan roti dan ikannya kepada murid-murid Yesus. Pasti ia rela hati menyerahkan perbekalannya walaupun hanya itu yang ia miliki. Ia pun tidak mengerti apa yang akan diperbuat Tuhan terhadap roti dan ikannya itu. Tetapi akhir kisah itu menceritakan roti dan ikan anak itu menjadi berkat ajaib bagi lima ribu orang lebih. Andai yang empunya roti dan ikan itu orang dewasa belum tentu ia rela menyerahkannya. Mungkin ia akan berkata, “Enak saja, ini kan perbekalanku sendiri. Untuk diri sendiri saja belum tentu cukup, masakan mau diminta dan dibagikan kepada orang lain? Apakah sudah gila?”
Di masa-masa sulit sekarang ini tidak mudah orang mau memberi atau membagi. Kebanyakan orang jadi egois dan kasihnya menjadi dingin. Ketika Tuhan meminta sesuatu dari kita, kita tak mengerti bahwa ketaatan kita itu akan membawa berkat bagi kita sendiri dan juga orang lain. Apabila kita rela memberikan apa yang kita miliki kepadaNya dan mempercayaiNya dengan iman yang tulus, Dia akan membuat milik kita menjadi berlimpah. Tuhan punya catatan secara rinci mengenai apa yang kita lakukan dengan setia dan taat, termasuk dalam hal memberi.
Karena itu, “Berilah dan kamu akan diberi...” (baca Lukas 6:38).
Baca: 2 Korintus 8:1-15
“Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.” 2 Korintus 8:12
Memberi banyak sekali ragamnya, tapi pemberian yang berkenan di hati Tuhan adalah pemberian berdasarkan kerelaan, bukan karena keterpaksaan, apalagi ada motivasi terselubung di balik itu. Ada orang memberi dengan harapan diketahui orang lain sehingga ia beroleh pujian dan sebagainya.
Suatu ketika banyak orang berbondong-bondong mengikuti Yesus sampai jauh malam. Kira-kira ada lima ribu orang laki-laki tidak termasuk anak-anak dan wanita. Mereka pasti lapar; hari sudah larut malam, di manakah mereka bisa membeli roti? Tetapi “...ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan;” (Yohanes 6:9a). Umumnya anak-anak mempunyai hati polos dan bersih. Jika rela memberi dia pun akan memberi, sebaliknya jika dia sedang tidak ingin memberi, dengan terus terang dia tak memberi. Alkitab tidak mencatat bahwa anak itu keberatan atau menggerutu saat memberikan roti dan ikannya kepada murid-murid Yesus. Pasti ia rela hati menyerahkan perbekalannya walaupun hanya itu yang ia miliki. Ia pun tidak mengerti apa yang akan diperbuat Tuhan terhadap roti dan ikannya itu. Tetapi akhir kisah itu menceritakan roti dan ikan anak itu menjadi berkat ajaib bagi lima ribu orang lebih. Andai yang empunya roti dan ikan itu orang dewasa belum tentu ia rela menyerahkannya. Mungkin ia akan berkata, “Enak saja, ini kan perbekalanku sendiri. Untuk diri sendiri saja belum tentu cukup, masakan mau diminta dan dibagikan kepada orang lain? Apakah sudah gila?”
Di masa-masa sulit sekarang ini tidak mudah orang mau memberi atau membagi. Kebanyakan orang jadi egois dan kasihnya menjadi dingin. Ketika Tuhan meminta sesuatu dari kita, kita tak mengerti bahwa ketaatan kita itu akan membawa berkat bagi kita sendiri dan juga orang lain. Apabila kita rela memberikan apa yang kita miliki kepadaNya dan mempercayaiNya dengan iman yang tulus, Dia akan membuat milik kita menjadi berlimpah. Tuhan punya catatan secara rinci mengenai apa yang kita lakukan dengan setia dan taat, termasuk dalam hal memberi.
Karena itu, “Berilah dan kamu akan diberi...” (baca Lukas 6:38).
Subscribe to:
Posts (Atom)