Sunday, May 23, 2010

PROSES PEMBENTUKAN TANAH HATI BARU

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2010 -

Baca: Pengkotbah 3:1-15

“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.”  Pengkotbah 3:1

Adalah perlu bagi orang percaya untuk bersungguh-sungguh memperhatikan dan merenungkan firman Tuhan setiap saat. Mengapa? Selain memang perintah Tuhan yang harus kita taati, hal itu juga dapat menolong kita sendiri di saat kita mengalami hal-hal yang tak menyenangkan. Jadi apabila hal-hal yang tidak mengenakkan terjadi dalam hidup kita, kita tidak lagi kecewa, frustasi dan menggerutu kepada Tuhan, sebab Alkitab sudah menyatakan dari semula bahwa “ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;” (Pengkotbah 3:4).

Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk membuka tanah baru: “Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari Tuhan, sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan.” (Hosea 10:12b). Membuka tanah baru berarti harus terlebih dahulu membajak, menggali dan kemudian mengairi tanah itu. Lalu kerikil dan bebatuan yang ada harus disingkirkan, sehingga tanah yang keras menjadi lunak dan siap untuk ditaburi benih. Juga segala rumput-rumput liar (ilalang) yang semula tumbuh harus dibabat habis dan dibakar.

Begitu juga kehidupan kita. Hal-hal yang tidak baik dan dapat merusak harus dibersihkan sampai tuntas sehingga ‘tanah’ hati kita benar-benar dalam kondisi yang baik. Segala sifat dan kebiasaan buruk harus ditinggalkan, diganti dengan sifat dan karakter Kristus. Jadi “ada waktu merombak, ada waktu untuk membangun;” (Pengkotbah 3:3b). Setelah tanah hati kita dibuka, tiba waktunya mencari Tuhan sampai Ia datang dan menghujani kita dengan keadilanNya. Ini membutuhkan ‘waktu’. Dalam masa-masa penantian inilah kita harus bersabar dan bertekun sampai Tuhan menggenapi janjiNya.

Sekarang ini bukan saatnya membuang-buang waktu dengan percuma untuk hal-hal yang tak berguna. Setiap detik, menit, jam dan hari dari kehidupan kita harus kita pergunakan secermat mungkin untuk mencari perkara-perkara sorgawi yang berguna bagi keselamatan jiwa kita dan sesama.

Ingin menikmati keadilan dan janji-janji Tuhan? “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” (Kolose 3:2).

Saturday, May 22, 2010

SIAP MENGHADAPI KEMATIAN

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2010 -

Baca: Ibrani 11:13-16

“Tetapi sekarang mereka (saksi-saksi iman – red.) merindukan tanah air yang lebih baik, yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.” Ibrani 11:16

Teknologi tingkat tinggi, peralatan dokter supercanggih, obat-obatan atau ramuan yang berkhasiat dan secerdas apa pun manusia tak ada yang mampu menahan, membatasi dan menghentikan manusia untuk tidak mengalami proses yang namanya kematian, yang dialami semua manusia tanpa kecuali, tidak mengenal profesi, jenis kelamin dan usia.

“Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,” (Ibrani 9:27). Jika pada saatnya Tuhan memanggil ‘pulang’ tak seorang pun dapat mengelak. Apa pun yang kita miliki saat itu (uang, deposito, perhiasan, mobil, rumah mewah dan lainnya) akan kita tinggalkan. Ayub berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil,...” (Ayub 1:21). Akibatnya banyak orang tidak siap dan mengalami ketakutan luar biasa saat harus menghadapi kematian. Tetapi bagi kita orang percaya, kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari kehidupan yang baru. Paulus berkata, “...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.” (2 Korintus 5:1). Tuhan sendiri juga menegaskan, “Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” (Yohanes 14:2).

Jadi, yang paling penting bukan bagaimana caranya menghindari kematian itu, melainkan bagaimana agar ketika kematian itu menjemput kita, kita dalam kondisi sudah siap. Apa yang harus kita lakukan agar kita siap menghadapi kematian? Pertama, kita harus percaya di dalam hati dan mengaku dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan (baca Roma 10:9-10). Kedua, kita harus hidup dalam pertobatan setiap hari, karena “Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.” (Galatia 5:24).

Ada kehidupan baru setelah kematian, siapakah kita?