- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2010 -
Baca: 2 Tawarikh 32:1-23
“ ‘Yang menyertai dia (raja Asyur – red.) adalah tangan manusia, tetapi yang menyertai kita adalah Tuhan, Allah kita, yang membantu kita dan melakukan peperangan kita.’ Oleh kata-kata Hizkia, raja Yehuda itu, rakyat mendapat kepercayaannya kembali.” 2 Tawarikh 32:8
Tidak semua pemimpin bisa menjadi panutan bagi pengikutnya. Seringkali pemimpin hanya mengumbar ucapan dan memaksa bawahannya agar mau mengikuti kehendaknya. Tetapi pemimpin yang benar selalu memberi teladan terlebih dahulu kepada pengikutnya, sehingga tanpa dipaksa pun para pengikutnya akan mengikuti jejaknya.
Hizkia adalah seorang pemimpin yang patut menjadi panutan. “Ia melakukan apa yang baik, apa yang jujur, dan apa yang benar di hadapan Tuhan, Allahnya. Dalam setiap usaha yang dimulainya untuk pelayanannya terhadap rumah Allah, dan untuk pelaksanaan Taurat dan perintah Allah, ia mencari Allahnya. Semuanya dilakukannya dengan segenap hati, sehingga segala usahanya berhasil.” (2 Tawarikh 31:20b-21). Namun orang yang setia dan benar di hadapan Tuhan bukan berarti terbebas dari masalah, justru acapkali ia harus mengalami proses demi proses dari Tuhan, baik itu penderitaan atau kesesakan. Hal ini juga dialami Hizkia “Setelah peristiwa yang menunjukkan kesetiaan Hizkia itu datanglah Sanherib, raja Asyur, menyerbu Yehuda. Ia mengepung kota-kota berkubu, dan berniat merebutnya.” (2 Tawarikh 32:1). Di tengah kesesakan yang dialami, Hizkia tidak tawar hati. Sesuai arti namaya, Allah itu kuat, Hizkia memiliki sikap hati yang benar menanggapi serangan dan kepungan musuh. Ia tidak mengeluh atau pun menggerutu kepada Tuhan, sebaliknya ia sangat yakin Tuhan bisa diandalkan. Karena itulah dia mampu memberi semangat dan menenangkan hati para tentaranya dengan perkataan iman, “Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Janganlah takut dan terkejut terhadap raja Asyur serta seluruh laskar yang menyertainya, karena yang menyertai kita lebih banyak dari pada yang menyertai dia.” (2 Tawarikh 32:7).
Kalau saja kita dapat bersikap seperti Hizkia dalam menghadapi ‘peperangan’ hidup ini, kemenangan pasti akan kita raih. Namun masih banyak orang Kristen yang jadi pecundang karena tidak mengandalkan Tuhan sepenuhnya.
Hizkia meraih kemenangan yang gilang-gemilang karena penyertaan Tuhan!
Friday, May 21, 2010
Thursday, May 20, 2010
MAKIN TUA MAKIN MEMPERHATIKAN HAL ROHANI
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2010 -
Baca: Amsal 16:20-33
“Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran.” Amsal 16:31
Banyak orang menjadi gelisah, panik dan takut ketika menghadapi kenyataan dirinya sudah menjadi tua. Seperti istilah ‘sudah tua’ menjadi momok bagi banyak orang. Mereka menganggap usia adalah sesuatu yang negatif. Oleh karenanya berbagai upaya ditempuh untuk mempertahankan kemudaannya. Ada yang melakukan operasi plastik atau tubuh dipermak di sana-sini; berapa pun biaya yang harus dikeluarkan tidak jadi masalah asal keinginannya terwujud dan memuaskan.
Mengapa harus takut ketika usia kita semakin tua? Padahal Alkitab menyatakan: “Hiasan orang muda ialah kekuatannya, dan keindahan orang tua ialah uban.” (Amsal 20:29). Usia tua dapat menjadi masa yang menyenangkan dari hidup ini, terlebih bagi kita yang telah menemukan ‘jalan sejati’ dan kepuasan batin karena kasih dan persekutuan yang karib dengan Allah Bapa melalui iman kepada PutraNya, Yesus Kristus. Bagi kita yang telah ‘ditagkap’ oleh Kristus, usia senja kita dapat lebih tepat disebut sebagai masa keemasan. Mengapa bisa demikian? Sebab kita telah memasuki masa tenang bersama Kristus, dan telah banyak memperoleh hikmat melalui pengalaman pahit dan manis dari kehidupan ini sebagai proses pembentukan dari Tuhan. Jadi di usia tua ini tidak seharusnya seseorang menjadi lemah, sebaliknya semakin hari justru harus semakin kuat di dalam roh. Hal ini dialami Paulus sehingga ia dapat berkata, “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” (2 Korintus 4:16-18).
Jadi di usia yang semakin tua seharusnya kita tidak lagi terlalu memperhatikan hal-hal lahiriah, tetapi semakin memperhatikan keadaan batin atau kerohanian kita.
Perhatikanlah: “Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?” Galatia 3:3b
Baca: Amsal 16:20-33
“Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran.” Amsal 16:31
Banyak orang menjadi gelisah, panik dan takut ketika menghadapi kenyataan dirinya sudah menjadi tua. Seperti istilah ‘sudah tua’ menjadi momok bagi banyak orang. Mereka menganggap usia adalah sesuatu yang negatif. Oleh karenanya berbagai upaya ditempuh untuk mempertahankan kemudaannya. Ada yang melakukan operasi plastik atau tubuh dipermak di sana-sini; berapa pun biaya yang harus dikeluarkan tidak jadi masalah asal keinginannya terwujud dan memuaskan.
Mengapa harus takut ketika usia kita semakin tua? Padahal Alkitab menyatakan: “Hiasan orang muda ialah kekuatannya, dan keindahan orang tua ialah uban.” (Amsal 20:29). Usia tua dapat menjadi masa yang menyenangkan dari hidup ini, terlebih bagi kita yang telah menemukan ‘jalan sejati’ dan kepuasan batin karena kasih dan persekutuan yang karib dengan Allah Bapa melalui iman kepada PutraNya, Yesus Kristus. Bagi kita yang telah ‘ditagkap’ oleh Kristus, usia senja kita dapat lebih tepat disebut sebagai masa keemasan. Mengapa bisa demikian? Sebab kita telah memasuki masa tenang bersama Kristus, dan telah banyak memperoleh hikmat melalui pengalaman pahit dan manis dari kehidupan ini sebagai proses pembentukan dari Tuhan. Jadi di usia tua ini tidak seharusnya seseorang menjadi lemah, sebaliknya semakin hari justru harus semakin kuat di dalam roh. Hal ini dialami Paulus sehingga ia dapat berkata, “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” (2 Korintus 4:16-18).
Jadi di usia yang semakin tua seharusnya kita tidak lagi terlalu memperhatikan hal-hal lahiriah, tetapi semakin memperhatikan keadaan batin atau kerohanian kita.
Perhatikanlah: “Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?” Galatia 3:3b
Subscribe to:
Posts (Atom)