Wednesday, May 12, 2010

KEKESALAN HATI TUHAN

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2010 -

Baca: Bilangan 14:1-19

“Berapa lami lagi bangsa ini menista Aku, dan berapa lami lagi mereka tidak mau percaya kepadaKu, sekalipun sudah ada segala tanda mujizat yang Kulakukan di tengah-tengah mereka!” Bilangan 14:11

Tidak selamanya kasih Tuhan menyenangkan, menyanjung, membelai kita. Adakalanya kasih Tuhan keras berupa teguran dan hajaran, namun semuanya mendatangkan kebaikan bagi kita. Itulah sebabnya Salomo menasihati, “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatanNya.” (Amsal 3:11).

Perlukah kasih Tuhan yang ‘keras’ ini kita alami? Sangat perlu! Sebab bila kita tak pernah mengalami kasihNya yang keras berupa didikan, kita akan menjadi orang-orang Kristen yang manja, cengeng, mengasihi diri sendiri, selalu mengeluh, menggerutu dan tak mau menyadari kesalahan. Kasih Tuhan yang ‘keras’ ini merupakan proses untuk menguji dan membentuk kehidupan kita sebagai anak-anakNya. Tanpa kasih yang keras ini kita cenderung akan selalu melakukan hal-hal jahat dan memberontak kepada Tuhan, contohnya bangsa Israel. Di sepanjang perjalanan menuju Kanaan mereka tidak pernah berhenti mengeluh dan bersungut-sungut, padahal di setiap langkah hidup mereka, tapak demi tapak, Tuhan selalu menyatakan kebaikan dan pertolonganNya yang ajaib. Tetapi apa respon mereka? “Mengapakah Tuhan membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan istri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?” (Bilangan 14:3). Mereka menganggap Tuhan berlaku tidak adil dan membuat mereka makin sengsara. Bahkan ketika Tuhan membawa mereka sampai ke Kadesy, di padang gurun Paran, mereka tetap tidak berhenti menista Tuhan padalah Kadesy adalah jalan masuk terdekat menuju Kanaan.

Hati Tuhan benar-benar kesal melihat pemberontakan mereka, akibatnya Ia memproses mereka dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu 40 tahun di padang gurun, sehingga akhirnya mereka harus mengubur impiannya untuk dapat masuk ke Tanah Perjanjian. Hanya Kaleb dan Yosua, yang sepenuh hati percaya akan rencana Tuhan, dapat menikmati Kanaan.

Bila sedang dididik Tuhan jangan sekali-sekali memberontak, Dia tahu yang berbaik bagi kita.

Tuesday, May 11, 2010

BERKAT BAGI PELAYAN TUHAN

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2010 -

Baca: Yosua 21:1:3

“Tuhan telah memerintahkan dengan perantaraan Musa, supaya diberikan kepada kami kota-kota untuk didiami dan tanah-tanah penggembalaannya untuk ternak kami.” Yosua 21:2

Bangsa Israel terdiri atas 12 suku yaitu: suku Ruben, suku Simeon, suku Yehuda, suku Isakhar, suku Zebulon, suku Efraim, suku Manasye, suku Benjamin, suku Dan, suku Asyer, suku Gad dan suku Naftali. Ketika mencapai Tanah perjanjian masing-masing suku memperoleh tanah warisan, kecuali suku Lewi. Jadi satu-satunya suku dari dua belas suku di Israel yang tidak memperoleh tanah warisan adalah suku Lewi. Mengapa? Tuhan berfirman, “Demikianlah harus engkau mentahirkan mereka dari tengah-tengah orang Israel, supaya orang Lewi itu menjadi kepunyaanKu.” (Bilangan 8:14).

Suku Lewi tidak memperoleh tanah warisan karena Tuhan sudah memilih dan menetapkan suku ini secara khusus untuk melayani di Tabernakel atau Rumah Tuhan. Dengan demikian kehidupan suku Lewi dan keluarganya sangat bergantung pada berkat yang mereka terima dari persembahan yang dibawa oleh bangsa Israel ke rumah Tuhan ini, di mana besar kecilnya berkat itu sangat ditentukan oleh ketaatan atau ketidaktaatan bangsa Israel. Namun bukan berarti Tuhan membiarkan mereka, karena Tuhan juga memberkati mereka dengan memberikan kota-kota untuk mereka diami, plus tanah-tanah penggembalaan bagi ternak mereka.

Hari ini Tuhan hendak menegaskan Ia tidak pernah membiarkan orang-orang pilihanNya. Pengorbanan waktu, tenaga atau pun materi yang kita lakukan untuk melayani Tuhan, apa pun jenis pelayanan kita, pasti akan diperhitungkan oleh Tuhan. Jadi jerih payah kita untuk Tuhan itu tidak pernah sia-sia. Alkitab menyatakan, “Dalam tiap jerih payah ada keuntungan,” (Amsal 14:23a) dan Tuhan punya seribu satu macam cara untuk menolong dan mencukupi kebutuhan kita, contoh Elia dipelihara oleh Tuhan dengan caraNya yang sangat ajaib (baca 1 Raja-Raja 17:1-6). Akan halnya rasul Paulus, selain menjalankan tuganya sebagai pemberita Injil, ia juga masih bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ia tidak membebani orang lain.

Jangan sampai kita melayani Tuhan karena sedang ‘mengejar setoran’. Asal kita melayaniNya dengan sungguh, berkatNya pasti disediakan untuk kita.