- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2010 -
Baca: Filipi 4:8-9
“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Filipi 4:8
Tidak semua orang dapat menguasai pikirannya jika tak punya landasan yang kuat dalam firman Tuhan. Pikiran yang tak dipenuhi firman Tuhan akan mudah dikenadalikan Iblis, karena Iblis tau betul bahwa apa yang kita pikirkan dan renungkan itu akan menjadi kenyataan. Ituah sebabnya Iblis selalu berusaha keras mempengaruhi agar pikiran kita hanya dipenuhi hal-hal yang buruk (permasalahan) lebih daripada firman Tuhan. Apabila kita lengah sedikit saja dan terkena siasat Iblis, serta mengijinkan pikiran kita terpaku pada permasalahan yang ada, maka masalah itu takkan terselesaikan, bahkan akan makin rumit dan bertambah berat. Akhirnya kita pun bimbang, putus asa dan tawar hati.
Penulis Amsal mengatakan, “Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu.” (Amsal 24:10). Bila kita bimbang bisa dipastikan doa-doa kita tidak akan beroleh jawaban, “...sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan.” (Yakobus 1:6-7). Sebaliknya apabila kita mau melakukan apa yang dikatakan firman Tuhan dan merenungkan segala sesuatu dengan baik, kita akan memperoleh janji-janjiNya dalam hidup kita. Jangan sekali pun memikirkan hal-hal negatif, sebaliknya pikirkanlah: “...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”
Jadi sangatlah penting mengisi pikiran dengan firman Tuhan setiap hari, karena apa yang ada di pikiran akan trefleksikan dalam tindakan kita. Apa yang ada di pikiran kita saat ini: kebimbangan, ketakutan, kekuatiran, sakit hati, atau kebencian, semuanya akan membawa kita kepada kegagalan. Hari ini kita diingatkan, buanglah semua itu!
“Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam,...sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.” Yosua 1:8
Thursday, May 6, 2010
Wednesday, May 5, 2010
KEMULIAAN TUHAN MENGUBAHKAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2010 -
Baca: Yesaya 6:1-13
“Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir,...” Yesaya 6:5
Sebelum Tuhan mengutus Yesaya sebagai nabiNya ke tengah-tengah bangsa yang penuh kejahatan, Dia memperlihatkan kemuliaanNya. Melihat kemuliaan Tuhan yang luar biasa Yesaya gemetar sehingga dia hanya dapat berteriak dalam keputusasaannya, “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, ...namun mataku telah meihat Sang Raja, yakni Tuhan semesta alam.” (Yesaya 6:5).
Sebelum melihat kemuliaan Tuhan bibir Yesaya masih najis, apalagi dia juga berada di tengah-tengah bangsa yang najis bibir pula, tetapi waktu itu dia belum menyadarinya; mungkin saja ia menganggap sudah layak menjadi nabi Tuhan yang dapat diutus melayani bangsa-bangsa, sampai suatu ketika cahaya kemuliaan Tuhan turun menyinari. Saat itu pula Yesaya mendengar para Serafim menyerukan, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaanNya!” (ayat 3). Peristiwa itu benar-benar menyentuh hatinya dan menyadarkan keberadaannya di hadapan Tuhan.
Bagaimana bibir najis dapat menjadi alat penyambung bibir Tuhan yang Mahakudus? Yaitu dengan kesadaran yang mendalam dan persiapan diri Yesaya untuk menyambut kedatangan serafim dari mezbah untuk menyucikan dan membakar bibirnya. Akhirnya bibir Yesaya disentuh dengan bara api. “Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.” (ayat 7). Setelah bibirnya dikuduskan dengan ‘api’ yang berbicara tentang kuasa api Roh Kudus siaplah Yesaya diutus Tuhan. Ia tidak lagi melihat hal-hal negatif dan tidak lagi menghiraukan bagaimana nasib dirinya nanti saat berada di antara bangsa durhaka itu. Yang dilihatnya hanya kemuliaan Tuhan sehingga dengan mantap dia berseru kepadaNya, “Ini aku, utuslah aku!” (ayat 8b)
Adalah perlu bagi para pelayan Tuhan menerima jamahan api Roh Kudus pada bibirnya, agar dalam setiap tugasnya bibir mereka sanggup memperkatakan kebenaran firmanNya saja: perkataan yang membangun, menguatkan dan memberkati banyak orang.
Karena jamahan Roh Kudus Yesaya dipulihkan dan menjadi utusan Tuhan untuk menyatakan kebenaran di antara bangsa-bangsa.
Baca: Yesaya 6:1-13
“Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir,...” Yesaya 6:5
Sebelum Tuhan mengutus Yesaya sebagai nabiNya ke tengah-tengah bangsa yang penuh kejahatan, Dia memperlihatkan kemuliaanNya. Melihat kemuliaan Tuhan yang luar biasa Yesaya gemetar sehingga dia hanya dapat berteriak dalam keputusasaannya, “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, ...namun mataku telah meihat Sang Raja, yakni Tuhan semesta alam.” (Yesaya 6:5).
Sebelum melihat kemuliaan Tuhan bibir Yesaya masih najis, apalagi dia juga berada di tengah-tengah bangsa yang najis bibir pula, tetapi waktu itu dia belum menyadarinya; mungkin saja ia menganggap sudah layak menjadi nabi Tuhan yang dapat diutus melayani bangsa-bangsa, sampai suatu ketika cahaya kemuliaan Tuhan turun menyinari. Saat itu pula Yesaya mendengar para Serafim menyerukan, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaanNya!” (ayat 3). Peristiwa itu benar-benar menyentuh hatinya dan menyadarkan keberadaannya di hadapan Tuhan.
Bagaimana bibir najis dapat menjadi alat penyambung bibir Tuhan yang Mahakudus? Yaitu dengan kesadaran yang mendalam dan persiapan diri Yesaya untuk menyambut kedatangan serafim dari mezbah untuk menyucikan dan membakar bibirnya. Akhirnya bibir Yesaya disentuh dengan bara api. “Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.” (ayat 7). Setelah bibirnya dikuduskan dengan ‘api’ yang berbicara tentang kuasa api Roh Kudus siaplah Yesaya diutus Tuhan. Ia tidak lagi melihat hal-hal negatif dan tidak lagi menghiraukan bagaimana nasib dirinya nanti saat berada di antara bangsa durhaka itu. Yang dilihatnya hanya kemuliaan Tuhan sehingga dengan mantap dia berseru kepadaNya, “Ini aku, utuslah aku!” (ayat 8b)
Adalah perlu bagi para pelayan Tuhan menerima jamahan api Roh Kudus pada bibirnya, agar dalam setiap tugasnya bibir mereka sanggup memperkatakan kebenaran firmanNya saja: perkataan yang membangun, menguatkan dan memberkati banyak orang.
Karena jamahan Roh Kudus Yesaya dipulihkan dan menjadi utusan Tuhan untuk menyatakan kebenaran di antara bangsa-bangsa.
Subscribe to:
Posts (Atom)