- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Mei 2010 -
Baca: 1 Korintus 15:55-58
“Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” 1 Korintus 15:57
Salib adalah puncak ketaatan Yesus melaksanakan kehendak Bapa dan puncak rencana Allah menyelamatkan manusia saat Yesus berkata, “Sudah selesai.” (Yohanes 19:30a). KematianNya adalah kemenangan bagi manusia; seiring itu belenggu dosa pun dihacurkan. Dosa yang mencengkeram manusia, sehingga manusia tidak mungkin selamat, telah dipatahkan melalui pengorbanan Kristus. “...syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1 Korintus 15:57). Mari tanamkan kebenaran yang penuh kuasa ini dalam hati, jiwa dan tubuh kita. Kemenangan sejati telah diberikan kepada kita dalam setiap aspek kehidupan atas segala kuasa musuh sehingga kita dapat berkata, “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?” (1 Korintus 15:55).
Saat kita menerima Kristus sebagai Juruselamat, kita juga menerima kemenangan mutlak yang bukan ditentukan oleh tingginya tingkat pendidikan kita, lulus dari aneka ‘sekolah melayani’, atau pun padatnya jadwal pelayanan kita. Kemenangan adalah milik kita karena karyaNya di kayu salib. Melalui penderitaan, kematian dan kebangkitanNya, Kristus telah menebus kita. Marilah mengimani kemenangan itu setiap hari.
FirmanNya penuh dengan janji berkat bagi kehidupan kita dan apabila kita secara terus-menerus memenuhi pikiran kita dengan firman Tuhan, kita akan menjalani hidup tidak dengan kepala tertunduk, tapi penuh pengharapan. Pengakuan iman yang terus-menerus akan apa yang kita miliki dalam Kristus akan membangun benteng dalam pikiran kita. Ini akan membentuk sikap hati yang benar menghadapi berbagai situasi dan keadaan di sekitar kita. Bila kita memperkatakan firmanNya dengan iman, Tuhan pasti melaksanakannya bagi kita (baca Yeremia 1:12). Apa pun yang kita lakukan melalui Yesus akan berhasil. Tuhan memberikan kemenangan ke mana pun kita pergi.
“Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: Iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?” 1 Yohanes 5:4b-5
Sunday, May 2, 2010
Saturday, May 1, 2010
HANYALAH HAMBA
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Mei 2010 -
Baca: Lukas 17:7-10
“Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Lukas 17:10b
Mendengar kata hamba, yang terlintas adalah sosok yang terlihat kumal, tak berpendidikan, hina, tidak punya hak, hidup menderita dan tidak merdeka. Itulah gambaran umum seorang hamba. Sebagai orang percaya kita adalah hamba-hamba Kristus!
Sadar akan hal ini, Rasul Paulus berkata, “...hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah.” (1 Korintus 4:1). Karena kita hamba Kristus, kita harus membaktikan setiap nafas kehidupan kita untukNya, mau melepaskan kemerdekaan pribadi, serta tunduk kepada pemerintahan sorgawi. Namun kenyataannya sering kita tidak mau melepaskan kemerdekaan pribadi.
Bila menyadari kita adalah hamba, kita harus membekali diri dengan pola pikir yang benar. Fokus seorang hamba adalah bagaimana ia dapat menyenangkan hati tuannya. Jadi ia tidak memikirkan kenyamanan bagi dirinya sendiri. Namun banyak yang terlibat pelayanan bukan untuk menyenangkan hati Tuhan, melainkan bertujuan mencari keuntungan diri sendiri: ingin dikenal orang, diakui, dilayani, diutamakan atau dihormati. Alkitab menulis, “Barangsiapa yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;” (Matius 20:26b-27).
Mari camkan baik-baik! Apa pun yang kita miliki saat ini dan jenis pelayanan apa saja yang dipercayakan Tuhan kepada kita, biarlah kita berpikir bahwa hal itu adalah sebuah kepercayaan (penatalayanan), bukan hak milik. Kita bukanlah pemilik, tapi hanyalah pengelola sehingga kita harus mengerjakannya sesuai kehendak Tuhan. Tuhan tidak tertarik dengan hasil atau semaraknya pelayanan kita, yang Dia perhatikan adalah motivasi atau alasan kita melayani. Karena Ia “...menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita.” (1 Tawarikh 28:9a).
Oleh karena itu kita harus dapat berkata, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” Yohanes 3:30
Baca: Lukas 17:7-10
“Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Lukas 17:10b
Mendengar kata hamba, yang terlintas adalah sosok yang terlihat kumal, tak berpendidikan, hina, tidak punya hak, hidup menderita dan tidak merdeka. Itulah gambaran umum seorang hamba. Sebagai orang percaya kita adalah hamba-hamba Kristus!
Sadar akan hal ini, Rasul Paulus berkata, “...hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah.” (1 Korintus 4:1). Karena kita hamba Kristus, kita harus membaktikan setiap nafas kehidupan kita untukNya, mau melepaskan kemerdekaan pribadi, serta tunduk kepada pemerintahan sorgawi. Namun kenyataannya sering kita tidak mau melepaskan kemerdekaan pribadi.
Bila menyadari kita adalah hamba, kita harus membekali diri dengan pola pikir yang benar. Fokus seorang hamba adalah bagaimana ia dapat menyenangkan hati tuannya. Jadi ia tidak memikirkan kenyamanan bagi dirinya sendiri. Namun banyak yang terlibat pelayanan bukan untuk menyenangkan hati Tuhan, melainkan bertujuan mencari keuntungan diri sendiri: ingin dikenal orang, diakui, dilayani, diutamakan atau dihormati. Alkitab menulis, “Barangsiapa yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;” (Matius 20:26b-27).
Mari camkan baik-baik! Apa pun yang kita miliki saat ini dan jenis pelayanan apa saja yang dipercayakan Tuhan kepada kita, biarlah kita berpikir bahwa hal itu adalah sebuah kepercayaan (penatalayanan), bukan hak milik. Kita bukanlah pemilik, tapi hanyalah pengelola sehingga kita harus mengerjakannya sesuai kehendak Tuhan. Tuhan tidak tertarik dengan hasil atau semaraknya pelayanan kita, yang Dia perhatikan adalah motivasi atau alasan kita melayani. Karena Ia “...menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita.” (1 Tawarikh 28:9a).
Oleh karena itu kita harus dapat berkata, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” Yohanes 3:30
Subscribe to:
Posts (Atom)