Saturday, April 10, 2010

KERINDUAN BERSEKUTU

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 April 2010 -

Baca: 1 Yohanes 1:5-10

“...Jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.” 1 Yohanes 1:7

Tuhan adalah terang, sehingga siapa pun yang hidup dalam Dia akan hidup dalam terang itu. Dan “Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran.” (ayat 6). Jadi, orang Kristen yang ada dalam Kristus akan selalu rindu bersekutu denganNya dan saudara-saudara seiman lainnya.

Lalu, di manakah dan bagaimanakah kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain? Apakah di acara-acara pernikahan atau ulang tahun? Di tempat-tempat olahraga atau gedung bioskop? Persekutuan seorang dengan yang lain adalah di tempat ibadah atau Bait Allah. Tanpa disadari banyak orang Kristen tak lagi rindu berada di bait Tuhan karena waktunya tersita oleh kesibukan atau kegiatan non rohani. Padahal “Tuhan ada di dalam baitNya yang kudus;” (Mazmur 11:4a). Tuhan memberikan waktu 24 jam sehari. Berapa jam kita pergunakan untuk bersekutu dengan Tuhan? Lalu, berapa jam yang kita habiskan duduk-duduk di depan TV atau nongkrong dengan teman di tempat lain? Seringkali kita berkata, “Aku tidak bisa ke gereja, anak-anak masih kecil, tidak ada pembantu.” Bila roh kita benar-benar merindukan hadiratNya kita dapat datang ke rumah Tuhan di hari Minggu. Disana kita akan mengalami hadiratNya, bersekutu dengan Roh Kudus dan orang-orang beriman lainnya.

Selagi kita sehat dan keadaan baik, pergunakanlah waktu beribadah dengan sungguh. Janganlah hal-hal lain -kesibukan di rumah dan anak- menjadi penghalang berbakti kepada Tuhan. Jangan jadikan itu berhala. Kalau ketika sehat dan baik kita malas dan tidak sungguh-sungguh mencari hadiratNya, bagaimana nanti jika Iblis menyerang kita dengan sakit-penyakit dan permasalahan? Mari belajar dari jemaat mula-mula yang sangat mengasihi Tuhan, setiap hari “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan.” (Kisah 2:42a).

Lebih baik sehari di rumah Nya daripada seribu hari di tempat lain (baca Mazmur 84:11).

Friday, April 9, 2010

TUHAN SATU-SATUNYA PENGHARAPAN!

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 April 2010 -

Baca: Mazmur 71:1-24

“Sebab engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah.” Mazmur 71:5

Daud memiliki pengalaman luar biasa bersama Tuhan. Kita pun patut mengalaminya dan bisa belajar dari kehidupan Daud ini. Dalam berbagai persoalan yang dialami, Daud selalu menjadikan Tuhan sebagai benteng dan batu perlindungan. Ketika bahaya mengancam, daud berdoa, “Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku.” (ayat 3).

Bagi Daud tak seorang pun di dunia ini yang dapat menjadi jaminan keselamatan bagi jiwanya. Itulah sebabnya ia berkata, “...Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah. KepadaMulah aku bertopang mulai dari kandungan, Engkau telah mengeluarkan aku dari perut ibuku; Engkau yang selalu kupuji puji.” (ayat 5-6). Daud sadar, apabila manusia menjadi tua dan renta akan menjadi beban keluarganya. Banyak orang tua di masa tuanya disia-siakan, terbuang atau tersisih dari anak cucunya. Dalam pengharapannya Daud memohon kepada Tuhan, “Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis.” (ayat 9). Kita yang lanjut usia pun tetap dikasihiNya, bahkan mendapat janji yang indah, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.” (Yesaya 46:4).

Namun untuk mendapatkan pemeliharaan Tuhan yang indah ini kita harus setia dan tetap setia sampai akhir hayat kita. Jangan sekali-kali tinggalkan Tuhan, apalagi sampai ‘bercabang hati’ dengan mengharapkan ilah lain atau manusia. Ketika keadaan kita terpuruk dan miskin pun jangan sekali-kali terlintas dalam pikiran kita untuk berharap pada pertolongan manusia, sekali pun mereka itu orang kaya atau berpangkat. Kita harus berani berkata, “...aku ini sengsara dan miskin – ya Allah, segeralah datang! Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku; ya Tuhan, janganlah lambat datang!” (Mazmur 70:6).

Pandang saja Yesus, karena Dialah sumber pengharapan kita, bukan yang lain!