- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 April 2010 -
Baca: Bilangan 12:1-16
“Lalu berserulah Musa kepada Tuhan: ‘Ya Allah, sembuhkanlah kiranya dia.” Bilangan 12:13
Alkitab mencatat, “...Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi.” (ayat 3). Karena kelembutan hatinya ini Musa sama sekali tidak marah atau dendam ketika Miryam dan Harun mengatai-ngatainya perihal perkawinannya dengan perempuan Kusy. Mereka juga berkata, “Sungguhkah Tuhan berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” (ayat 2a, b).
Meskipun dihina begitu rupa, tak sepatah kata pun terlontar dari mulut Musa sebagai pembelaan atas dirinya. Namun Tuhan tidak pernah tinggal diam; Dia mengetahui apa yang terjadi dan Dia sendirilah yang membela Musa, kataNya, “...hambaKu Musa, seorang yang setia dalam segenap rumahKu. Berhadap-hadapan Aku berbicara dengan dia, terus terang, bukan dengan teka-teki, dan ia memandang rupa Tuhan. Mengapakah kamu tidak takut mengatai hambaKu Musa?” (ayat 7-8). Akibat mengata-ngatai dan menghina orang yang dipakai Tuhan, Miryam harus menanggung akibatnya, ia terkena kusta. Dalam hal ini Musa seolah-olah menjadi penonton saja antara Miryam, Harun dan Tuhan. Musa tidak pernah menuntut balas sedikit pun! Karena “Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.” (Roma 12:19b). Musa mengampuni Miryam, bahkan siap berdoa untuk kesembuhan Miryam. Bisa saja ia berkata, “Mengapa engkau tidak berdoa sendiri kepada Tuhan? Bukankah kau berkata bahwa Tuhan juga berkata-kata lewat engkau?” Tetapi Musa bersikap seperti Kristus yang juga berdoa dan memberikan pengampujnan kepada orang-orang yang menangkap, menganiaya dan menyalibkanNya. Doa Musa, “Ya Allah, sembuhkanlah kiranya dia.” (Bilangan 12:13). Tuhan menyembuhkan Miryam setelah tujuh hari kemudian.
Sikap Musa ini menunjukkan bagaimana seharusnya orang Kristen berperilaku. Adakah kita memiliki kasih dan hati yang mau mengampuni orang lain?
Jangan sekali-kali membalas kejahatan dengan kejahatan, sebaliknya “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Matius 5:44
Wednesday, April 7, 2010
Tuesday, April 6, 2010
HATI YANG JUJUR DAN TERBUKA
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 April 2010 -
Baca: Lukas 18:9-14
“Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihaniah aku orang berdosa ini.” Lukas 18:13
Keadaan hati kita dalah faktor penting dalam hubungan dengan Tuhan karena yang dinilai Tuhan bukanlah paras, perawakan atau pun kepandaian, melainkan isi hati kita. “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.” (1 Samuel 16:7b), sebab “Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu.” (Amsal 27:19)
Untuk menggambarkan keadaan hati manusia, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan: “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai." (Lukas 18:10). Orang Farisi adalah tokoh agama yang tau banyak tentang isi Alkitab. Tapi sayang hatinya penuh kesombongan dan kemunafikan, merasa bersih dari dosa, tanpa cacat cela seperti tertulis: “Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Lukas 18:11-12). Otomatis orang Farisi merasa tidak lagi memerlukan belas kasih dan anugerah Tuhan; orang sehat tentunya tidak memerlukan dokter/tabib. Sebaliknya, “...pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Lukas 18:13).
Kejujuran dan keterbukaan hati si pemungut cukai telah membuka pintu rahmat Tuhan. Permohonan belas kasih yang dipahat dari jeritan hati yang remuk selalu menyentuh hati Tuhan. Tuhan berkata, “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain (Farisi) itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Lukas 18:14).
“Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.” Mazmur 51:19
Baca: Lukas 18:9-14
“Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihaniah aku orang berdosa ini.” Lukas 18:13
Keadaan hati kita dalah faktor penting dalam hubungan dengan Tuhan karena yang dinilai Tuhan bukanlah paras, perawakan atau pun kepandaian, melainkan isi hati kita. “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.” (1 Samuel 16:7b), sebab “Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu.” (Amsal 27:19)
Untuk menggambarkan keadaan hati manusia, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan: “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai." (Lukas 18:10). Orang Farisi adalah tokoh agama yang tau banyak tentang isi Alkitab. Tapi sayang hatinya penuh kesombongan dan kemunafikan, merasa bersih dari dosa, tanpa cacat cela seperti tertulis: “Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Lukas 18:11-12). Otomatis orang Farisi merasa tidak lagi memerlukan belas kasih dan anugerah Tuhan; orang sehat tentunya tidak memerlukan dokter/tabib. Sebaliknya, “...pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Lukas 18:13).
Kejujuran dan keterbukaan hati si pemungut cukai telah membuka pintu rahmat Tuhan. Permohonan belas kasih yang dipahat dari jeritan hati yang remuk selalu menyentuh hati Tuhan. Tuhan berkata, “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain (Farisi) itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Lukas 18:14).
“Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.” Mazmur 51:19
Subscribe to:
Posts (Atom)