Friday, April 2, 2010

KEMATIAN YESUS KRISTUS: Bukan Sejarah Biasa

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 April 2010 -

Baca: Matius 27:45-56

“Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga.” Matius 27:45

Kematian adalah hal biasa atau lumrah bagi semua manusia, terjadi pada kanak-kanak, remaja, pemuda atau orang tua, tidak mengenal usia, siapa pun akan menghadapinya. Namun hanya ada satu kematian luar biasa yaitu kematian Yesus Kristus. Dia, Anak Allah, yang adalah Allah itu sendiri harus digantung di atas kayu salib dan mengalami kematian. Kegelapan pekat mencekam menyelimuti bumi tiga jam mulai pukul 12.00 hingga 15.00 mewarnai peristiwa kematian Kristus ini. Tidak hanya itu, “...lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka...” (Matius 27:51-52).

Kisah ini sangat menggemparkan di langit mau pun di bumi, sebab karya terbesar telah digenapi Kristus pada hari itu. Jadi, Yesus mati di kayu salib 2000 tahun lalu adalah peristiwa sejarah yang sungguh-sungguh terjadi, bukan rekayasa atau dongeng pengantar tidur. Bahkan kehidupan Kristus, khususnya tentang penyalibanNya, juga sudah dinubuatkan Yesaya, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan.” (Yesaya 53:3).

Peristiwa Golgota ini adalah peristiwa sejarah yang mengubah kehidupan manusia, sebab kematian Yesus adalah kematian yang menyeamatkan, menyembuhkan, memulihkan, memberkati dan memberikan pengharapan baru. Di atas Kalvari Yesus telah membayar harga bagi dosa-dosa kita. Ia yang benar, sempurna dan tanpa dosa rela dikutuk, dituduh, difitnah, menderita dan mencurahkan darahNya seperti domba sembelihan, supaya kita dapat dibebaskan dan diselamatkan. Yesus hidup bukan untuk diriNya sendiri tetapi untuk menjadi pengganti bagi kita. Kristus telah mengambi alih semua yang harus kita tanggung karena dosa-dosa kita. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Korintus 5:21).

Jadi, sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang telah dibenarkan dan diselamatkan.

Thursday, April 1, 2010

IRONIS: Musa dan Harun Gagal

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 April 2010 -

Baca: Bilangan 20:2-13
"Karena kamu tidak percaya kepadaKu dan tidak menghormati kekudusanKu di depan mata orang Israel, ituah sebabnya kamu tidak akan membawa jamaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.” Bilangan 20:12

Musa adalah orang yang dipilih Tuhan sendiri untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. “Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umatKu, orang Israel, keluar dari Mesir.” (Keluaran 3:10). “...Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah Tuhan.” (Keluaran 6:7). Ironis! Ituah kata yang tepat menggambarkan kegagalan Musa dan Harun masuk ke negeri Perjanjian, padahal mereka orang-orang yang ditetapkan Tuham untuk memimpin dan membawa bangsa Israel keluar dari Mesir menuju negeri Perjanjian, namun justru mereka sendiri tidak bisa masuk dan menikmati Kanaan itu.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah Tuhan tidak memberikan dispensasi kepada mereka berdua? Musa dan Harun tidak dapat masuk ke negeri Perjanjian oleh karena pelanggaran mereka sendiri. Menurut pemikiran manusia mungkin pelanggaran itu kelihatannya sepele, tetapi di hadapan Tuhan sekecil apa pun pelanggaran yang kita lakukan tetaplah dosa, dan setiap pelanggaran selalu mendatangkan konsekuensi/resiko yang harus kita tanggung. Tuhan berfirman kepada Musa, “....katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya.” (Bilangan 20:8). Tetapi yang dilakukan Musa bukan berkata-kata kepada bukit batu itu tetapi malah memukul batu itu. Musa melakukan hal ini karena kesabarannya sudah di ambang batas. Ia sangat jengkel dengan bangsa Israel yang terus-menerus bersungut-sungut. Ini berarti Musa tidak taat melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, sedangkan Harun yang pada waktu perintah itu diberikan juga ada bersama-sama dengan Musa, tetapi ia membiarkan Musa melakukan pelanggaran. Berarti Harun berkompromi dalam hal ini. Membiarkan dan tidak mengingatkan orang terdekat melakukan dosa adalah juga suatu pelanggaran. Tuhan tidak bisa dipermainkan!

Setiap pelanggaran dosa selalu membawa suatu akibat!