Tuesday, September 29, 2009

Petrus dan Integritas

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2009 -

Baca: Yohanes 21:15-19

"Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini? (murid-murid Yesus yang lain - red.)"  Yohanes 21:15

Petrus (Simon Petrus) adalah satu dari tiga murid Yesus yang sering bersama-sama dengan Gurunya. Di mana pun Yesus melayani, ketiga orang itu selalu turut serta. Selain Petrus ada Yakobus dan Yohanes yang dikenal begitu dekat dengan Sang Guru. Contohnya saat Yesus membangkitkan anak Yairus mereka ada bersamaNya; juga ketika Yesus dimuliakan di atas bukit, ketiga orang itu juga turut menyaksikan momen tersebut. Meskipun demikian Petrus pernah mengkhianati Yesus. Walaupun ia berkata, "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, akan takkan menyangkal Engkau." (Matius 26:35a), tetapi apa yang diperbuat Petrus berbeda dengan apa yang pernah dia ucapkan. Pada waktu ayam berkokok Petrus telah menyangkal Yesus tiga kali. Dan ketika Yesus harus disalibkan, ketiga orang itu (Petrus, Yakobus dan Yohanes) kembali kepada kehidupan lamanya sebelum dipanggil menjadi murid Yesus yaitu sebagai nelayan.
Memang tidak mudah memiliki integritas, karena integritas berbicara tentang kesetiaan, komitmen dan totalitas secara keseluruhan. Apa yang kita ucapkan itulah yang harus kita lakukan! Sebagai anak-anak Tuhan kita dituntut menjadi orang-orang yang berintegritas. Bila kita berkata aku mengasihi Tuhan, atau Tuhan adalah yang utama dalam hidupku, maka kita harus membuktikannya dengan tindakan. Sejauh mana kita mengasihi Dia dan benarkah Ia prioritas utama dalam hidup kita? Apakah buktinya?
Kepada Petrus, meskipun sempat gagal dan tidak punya integrtias, Tuhan tetap menujukkan kasih dan kesabaranNya sekalipun dia sudah berkhianat dan menyakiti hatiNya. Ketika bertemu kembali dengan petrus Yesus masih memberinya kesempatan untuk kembali melayani. Ditanyakan apakah Petrus benar-benar mengasihi Tuhan, bahkan pertanyaan itu Tuhan ulang sebanyak 3 kali. Akhirnya Petrus tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan, dia merespon panggilan Tuhan yaitu menjadi penjala jiwa-jiwa. Bila kita pelajari dalam Alkitab, Petrus menjadi orang yang luar biasa bagi Tuhan, bahkwa rela mati sebagai martir demi Injil Kristus.

Jadilah orang-orang Kristen yang berintegritas, bukan yang munafik.

Monday, September 28, 2009

Sekali Lagi Tentang Hidup

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2009 -

Baca: 2 Korintus 5:1-10

"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." 2 Korintus 5:10

Sudah beberapa tahun ini bencana atau musibah sering terjadi di negara kita: berita jatuhnya pesawat yang tidak lagi mengejutkan karena terlalu sering dan tak terhitung lagi jumlah korbannya; tanah longsor di daerah pertambangan; flu babi yang mulai menyerang; dan yang masih memiriskan hati kita adalah bom bunuh diri di hotel berbintang di Jakarta beberapa bulan lalu. Dan masih banyak lagi perkara-perkara yang setiap saat dapat merenggut nyawa manusia.
Kemarin diingatkan agar kita benar-benar memperhatikan bagaimana kita hidup. Yang diperhatikan Tuhan bukan bagaimana cara kita mati melainkan bagaimana cara kita hidup. Tuhan sendiri mengalami kematian dengan cara tidak terhormat, yaitu harus tergantung di atas kayu salib, dan ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" (Galatia 3:13). Namun ada rencana indah di balik peristiwa itu. Sesungguhnya hidup di dunia ini hanyalah sementara, diperibahasakan seperti seserorang yang singgah untuk sekedar minum. Kita ini hanyalah pendatang dan perantau (baca 1 Petrus 2:11). Maka dari itu "...erhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," (Efesus 5:15), karena setiap orang akan menghadap takhta pengadilan dan mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuat selama hidupnya.
Jadi waktu yang sangat singkat ini mari kita gunakan sebaik mungkin. Alkitab menyatakan bahwa hidup ini ibarat orang yang sedang berkemah, suatu saat nanti kemah itu akan dibongkar; namun bagi orang percaya, Tuhan "...telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Bukan waktunya lagi untuk bermalas-malasan atau ogah-ogahan melayani Tuhan, justru kita harus semakin giat menabur dalam Roh sehingga pada saatNya kita akan menuai hidup kekal dari Roh itu.

Milikilah hidup yang berkenan kepada Tuhan sebelum waktu itu datang menjemput kita!