Friday, September 25, 2009

Menuntun Orang Kepada Kebenaran

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 September 2009 -

Baca: Daniel 12:1-13

"Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya." Daniel 12:3

Berbicara tentang Daniel erat hubungannya dengan kesetiaan, ketekunan dan integritas. Di tengah situasi sulit Daniel muncul sebagai orang mudah yang bercahaya seperti bintang yang memancarkan sinarnya di tengah kegelapan malam. Itulah sebabnya kitab Daniel ditutup dengan begitu indahnya, di mana pada saat yang tepat orang-orang benar akan beroleh kemenangan.
Proses mencapai kemenangan tidak mudah, harus melewati ujian yang begitu berat sebagaimana halnya Daniel yang tidak serta-merta menjadi orang istimewa ('bercahaya') di antara orang-orang sezamannya. "...pada orang itu terdapat roh yang luar biasa dan pengetahuan dan akal budi, sehingga dapat menerangkan mimpi, menyingkapkan hal-hal yang tersembunyi dan menguraikan kekusutan, yakni pada Daniel yang dinamai Beltsazar oleh raja." (Daniel 5:12a). Tapi ada harga yang yang harus dibayar! Daniel telah melewati ujian demi ujian sehingga pada akhirnya Daniel dapat berkata bahwa orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cakrawala!
Orang yang bijaksana atau berhikmat dalam Perjanjian Lama dikaitkan dengan hati yang takut akan Tuhan, karena "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10). Jadi orang bijaksana adalah orang yang takut akan Tuhan, tidak hanya di dalam pikiran tapi juga di dalam hati dan perbuatannya. Orang-orang benar inilah yangg dapat menjadi saksi dan menuntun orang lain kepada kebenaran. Tugas dan tanggung jawab ini ada di pundak kita, sebagaimana yang Yesus perintahkan sebelum Ia terangkat ke sorga, "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20a). Sudahkan kita memenuhi kriteria sebagai orang-orang bijaksana yang layak menuntun orang lain kepada kebenaran?

Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Lukas 6:39

Thursday, September 24, 2009

Bagaimana Respon Kita?

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 September 2009 -

Baca: Yeremia 1:4-19

"Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan." Yeremia 1:7

Adalah biasa bila manusia kurang responsif terhadap panggilan Allah dalam hidupnya, karena manusia lebih suka memilih jalannya sendiri daripada harus tunduk kepada tuntunan Allah, walaupun Dia tidak pernah merancangkan kejahatan bagi kehidupan manusia, melainkan, "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi "...Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10), kata Ayub.
Ada beberapa contoh orang yang awalnya kurang bersemangat dan banyak alasan mendhindari panggilan Allah. Ketika Musa diutus Alah membawa bangsa Israel keluar dari Mesir ia tidak menyambutnya dengan antusias, justru ia merasa dirinya tidak mampu dan tidak pandai biccara. Musa berkata, "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11), apalagi, "...aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah."" (Keluaran 4:10).
Begitu pula ketika Allah memanggil dan menetapkan Yeremia untuk menjadi nabi bagi bangsa-bangsa, Yeremia berdalih seperti Musa, "Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda." (Yeremia 1:6), walaupun Allah sudah memanggil dia sejak masih dalam kandungan ibunya, bahkan sebelum Allah membentuknya dalam kandungan Aia telah mengenalnya (Yeremia 1:5). Tidak semua orang dipanggil menjadi nabis seperti Yeremia atau sebagai pemimpin besar seperti Musa. Apa panggilan Allah bagi kita saat ini? Ialah "...supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya." (1 Tesalonika 2:12). Jadi hidup sesuai panggilan Allah adalah hidup dalam kekudusan (pertobatan) karena Dia tidak menghendaki kita binasa kekal.

Bila kita lari dari panggilan Allah dan lebih menuruti keinginan diri sendiri berarti kita sudah siap menanggung resikonya!