Saturday, September 12, 2009

"Nasi Sudah Menjadi Bubur"

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 September 2009 -

Baca: Ibrani 12:12-17

"...sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata." Ibrani 12:17

Kita pasti pernah mendengar orang berkata, "Seandainya aku dulu rajin olah raga dan memiliki pola makan yang benar aku pasti tidak akan mengalami sakit seperti ini."; "Seandainya aku dulu rajin belajar dan tidak banyak bermain aku pasti lulus dengan nilai yang bagus."; "Seandainya aku dulu rajin menabung pasti bisa membayar sewar rumah dan tidak berkekurangan seperti ini."; "Seandainya waktu dapat diputar kembali aku tidak akan membuat kesalahan yang sama." dan semacamnya. Kata seadainya di sini jelas mengandung unsur penyesalan dalam diri seseorang. Kita boleh menyesali apa yang telah berlalu, namun kenyataannya waktu terus berjalan maju, tidak mundur. Walaupun kita berusaha dengan mencucurkan air mata, bahkan air mata darah sekalipun, kita tidak akan pernah mampu memaksa waktu diputar kembali. Kini yang ada hanyalah rasa penyesalan. "Nasi sudah menjadi bubur"!
Rasa penyesalan yang dalam ini juga dialami Esau. Ia telah menjual hak kesulungannya kepada Yakub hanya demi semangkuk sup merah. Akibatnya Esau harus kehilangan berkat yang seharusnya menjadi miliknya; ia tidak hanya kehilangan kesempatan/peluang, tapi juga tidak lagi beroleh kesempatan memperbaiki kesalahannya. Jangankan menarik kembali hak kesulungannya, untuk mendapat berkat yang tersisa saja tidak ada lagi kesempatan! Dalam hati Esau pasti terbersit pikiran ini: "Seandainya dulu aku bisa menahan laparku dan tidak pernah menjual hak kesulunganku kepada Yakub, maka tidak akan seperti ini." Esau telah kehilangan hak kesulungannya karena ia memandang rendah hak kesulungan itu demi memuaskan keinginan dagingnya.
Sebagai anak-anakNya kita berhak mewarisi janji-janji Tuhan (berkatNya), namun untuk melangkah menuju berkat itu ada harga yang harus kita bayar; kita harus menjaga hidup agar tetap berjalan dalam kehendak Tuhan. Tanpa penyangkalan diri dan pikul salib kita akan kehilangan hak kesulungan kita yaitu berkat-berkat Tuhan. Oleh sebab itu mari kita gunakan kesempatan yang ada sebaik mungkin yaitu hidup dalam pimpinan Roh Kudus, bukan memuaskan keinginan daging.

Jangan tunda-tudan lagi sebelum semuanya terlambat. Penyesalan tiada guna!

Friday, September 11, 2009

Dicari: Orang Yang Setia

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 September 2009 -

Baca: Rut 1:1-22

"Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku;" Rut 1:16

Seringkali mertua perempuan tidak cocok dengan menantu perempuannya, begitu juga sebaliknya. Namun ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini memberikan satu contoh tentang seorang menantu (Rut) yang begitu setia, mengasihi mertuanya (Naomi) dengan segenap hati, padahal suaminya sudah meninggal. Bukankah ini jarang terjadi? Tidak mudah mendapatkan kesetiaan dalam diri seseorang, hal yang juga dikeluhkan oleh Salomo, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Tuhan sedang mencari 'Rut-Rut' akhir zaman. Banyak orang baik hati, tetapi Tuhan mencari lebih dari itu yaitu orang-orang yang setia.
Kesetiaan sesorang akan teruji kualitasnya setelah melewati proses waktu. Banyak orang Kristen gagal dalam ujian kesetiaan, misal: karena doanya belum juga beroleh jawaban, orang tidak lagi sungguh-sungguh berdoa; karena sakitnya tak kunjung sembuh, belum juga memperoleh pekerjaan, gagal dalam studi dan sebagainya kita tidak lagi setia melayani Tuhan. Kita begitu mudahnya berubah padahal Tuhan Yesus begitu setia mengasihi kita, bahkan sampai mati di kayu salib. Sungguh, kesetiaan seperti barang yang sangat langka dan mahal didapat. Kini, rasa-rasanya, "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia" (Mazmur 12:2). Tuhan menuntut kita menjadi anak-anakNya yang setia. Tapi, kita harus setia dalam hal apa? Setia dalam hal ibadah dan memberikan penyembahan kepada Tuhan. "...beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu," (Ulangan 10:12b).
Kita pun harus setia dalam hal pelayanan. Tuhan telah memperlengkapi kita dengan karunia dan talenta yang harus kita maksimalkan untuk melayani pekerjaan Tuhan sehingga kehidupan kita berbuah. Mari bekerja, "...selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).

"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia" (Mazmur 18:26A)