Thursday, September 3, 2009

Memiliki Dasar Yang Kuat

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 September 2009 -

Baca: Lukas 6:46-49

"Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun." Lukas 6:48b

Orang saleh adalah orang yang senantiasa taat kepada Tuhan dan memperhatikan titah-titahNya; umat seperti inilahyang menjadi kesayanganNya. an selalu ada kebahagiaan bagi orang-orang yang hidupnya saleh (baca Mazmur 16:11). Sebaliknya Tuhan sangat kecewa apabila anak-anakNya tidak mamu melakukan perintahNya, hanya berteori saja. Dalam hal ini, Tuhan Yesus berkata, "Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?" (ayat 46).
Kekristenan bukanlah sekedar berseru-seru, "Tuhan, Tuhan!", bukan pula sekedar menjadi pendengar pasif. Lebih dari itu kita harus menjadi pelaku firman yaitu melakukan perkataan yesus. Alkitab mengatakan, "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Setiap orang yang melakukan firman Tuhan "...sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu." (Lukas 6:48a), namun "...barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar." (Lukas 6:49a). Jadi ada dua jenis bangunan yang secara fisik tampak sama. Namun perbedaan dan kualitas bangunan itu baru terlihat apabila terjadi guncangan dari luar. Bangunan yang dasarnya kuat tidak akan goyah walaupun air bah dan banjir melandanya. Berbeda dengna bangunan yang didirikan di atas tanah tanpa pondasi yang kuat; secepat badai, taufan dan juga air bah datang, secepat itu pula bangunan itu akan roboh dan tinggal puing-puing.
Saat-saat ini kita harus membangun 'rumah rohani' kita: membangun iman, ketaatan, ketekunan, kesetiaan dan sebagainya, yang kesemuanya harus berlandaskan firman Tuhan yang didirikan di atas dasar batu karang yaitu Tuhan Yesus sendiri. Perbedaan kualitas 'bangunan rohani' masing-masing orang akan terlihat nyata saat badai persoalan itu datang dan menyerang kita.

Sudahkan kita membangun 'rumah rohani' kita dengan benar? Jika belum, segeralah berbenah sebelum terlambat!

Wednesday, September 2, 2009

Teladan Yesus: Hal Berdoa

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 September 2009 -

Baca: Yohanes 13:1-20

"sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." Yohanes 13:15

Ketaatan secara mutlak kepada kehendak Bapa di sorga adalah prinsip yang menguasai seluruh kehidupan Yesus saat menjalankan tugas pelayananNya di bumi. Tak sekalipun Ia menentang apa yang menjadi kehendak Bapa, seperti katanya: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Oleh karena itu Tuhan Yesus menghendaki supaya kita (umatNya) senantiasa meneladani dan mau belajar tentang cara hidupNya.
Semasa berada di bumi Yesus tidak pernah berhenti bekerja: melayani Bapa, juga manusia. Salah satu keteladanan yang Ia tunjukkan adalah dalam hal berdoa. Doa adalah kekuatan dan bagian terpenting dalam pelayanan Yesus. Itulah rahasia kehidupanNya. Dia senantiasa menyediakan waktu untuk bercakap-cakap dan membangun persekutuan dengan Bapa. " Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Disebutkan juga bahwa sebelum Yesus memanggil kedua belas muridNya, "...pergilah Yesus ke buki untuk berdoa dan semalam-malanan Ia berdoa kepada Allah." (Lukas 6:12). Bukanlah suatu kebetulan pula jika Yesus sering melibatkan dan memberi kesempatan kepada murid-muridNya untuk menyaksikan bagaimana Ia berdoa kepada Bapa seperti saat di taman Getsemani. "Duduklah di sini, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa." (Matius 26:36). Murid-muridNya dapat melihat dengan mata kepada sendiri bahwa Yesus begitu intim dengan BapaNya. Meskipun demikian Dia tidak pernah memaksa murid-muridNya; Dia tetap terus berdoa sampai mereka sendiri tergerak minta diajar olehNya bagaimana harus berdoa. Lalu pada saat yang tepat Tuhan Yesus meulai mengajar kepada mereka tentang prinsip-prinsip dasar doa (baca Lukas 11:1-13).
Jika Tuhan Yes saja sangat memperhatikan jam-jam doaNya dan senantiasa menyediakan waktu khusu 'bertemu dan bercakap-cakap' dengan Bapa, apalagi kita. Bukankah seharusnya kita juga demikian? Namun biasanya kita berdoa dengan all out ketika kita punya masalah saja.

Doa adalah nafas hidup kita, maka marilah, "Bertekunlah dalam doa." Kolose 4:2