Tuesday, August 18, 2009

Menguji Diri Sendiri Lebih Dahulu

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2009 -

Baca: 1 Petrus 2:18-25

"Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung." 1 Petrus 2:19

Segala sesuatu jika tidak diuji dalam suatu proses tertentu tidak dapat dibuktikan kualitasnya. Contoh: seseorang dapat saja berkata bahwa ia sabar atau rendah hati. Mungkin ia dapat bersikap sabar atau rendah hati selam semua berjalan dengan wajar atau normal-normal saja. Tetapi apabila tiba-tiba ia mendapat serangan berupa umpatan, fitnahan, caci maki atau cemoohan dari orang lain, padahal ia tidak bersalah, apakah ia tetap dapat mempertahankan kesabaran dan kerendahan hatinya? Hal-hal yang tidak menyenangkan atau kritikan-kritikan yang dapat menyinggung harga diri kita itulah alat ukur untuk melihat keberadaan kita sesungguhnya, apakah kita sudah dapat berlaku sabar dan bersikap rendah hati sebagaimana kita mempromosikan diri kepada orang lain?
Bagaimana reaksi kita terhadap sikap kasar atau hujatan yang ditimpakan kepada kita? Dapatkah kita bersikap seperti Kristus, Raja di atas segala raja dan Anak Allah yang Mahatinggi, ketika dicaci maki dan dihina begitu rupa pada waktu penyaliban? "Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil." (ayat 23). Pada umumnya orang yang tersinggung akan segera bertindak seperti Petrus. Ketika mengetahui Yesus hendak ditangkap, Peterus secepat kilat menghunus pedangnya dan menabas telinga hamba Imam Besar (baca Yohanes 18:10). Bukankah seringkali mulut kita juga menghamburkan perkataan-perkataan tajam kepada orang lain seperti mata pedang ketika kita tersinggung?
Perhatikan! "Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? (Artinya sudah selayaknya kita dipukul, dimaki atau diolok karena kita telah berbuat dosa/salah - red) Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah." (ayat 20). Di sinilah kita dapat menilai karakter atau kepribadian kita yang asli, yang setelah diuji barulah kita mengerti apakah kita lulus atau tidak.

"Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri..." Galatia 6:4

Monday, August 17, 2009

Kemerdekaan Sejati

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2009 -

Baca: Yohanes 8:30-36

"Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." Yohanes 8:36

Merdeka! Merdeka! Merdeka! Pekik kemerdekaan bergema di seluruh persada negeri tercinta Indonesia. Hari in kita memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan negera kita yang ke 65. Merdeka berarti bebas; bebas menentukan nasib bangsa sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak lain, terlepas dari penjajahan bangsa asing. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengucap syukur kepada Tuhan, akrena tanpa pertolongan dan campur tanganNya mustahil kita bisa meraih dan menikmati kemerdekaan. Pertanyaannya sekarang: sudahkah kita benar-benar menikmati kemerdekaan sejati? Secara lahiriah kita memang telah terbebas dari perbudakan dan penjajahan bangsa lain. namun dalam hal rohani, apakah kita sudah benar-benar merdeka atau masih berada dalam 'kolonialisme' yang lain?
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur, oleh pengorbanan Kristus di atas kayu salib kita beroleh pengampunan dosa dan "...dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18); kita tidak lagi menjadi hamba (budak) dosa, melainkan menjadi hamba kebenaran. Jadi "...Kristus telah memerdekakan kita." (Galatia 5:1). Pengampunan dari Kristus ini merupakan kuasa yang memerdekakan kita secara menyeluruh, yang memungkinkan kita memiliki hidup berkemenangan dalam semua aspek hidup ini. Sayang, masih banyak orang Kristen terbelenggu dan diperbudak kuasa-kuasa lain, masih berada di bawah tipu daya iblis dan dunia ini: dikuasai roh dendam, sakit hati, kebencian, tamak akan uang, tradisi, okultisme dan lain-lain. Kita hidup tidak sebagaimana seharusnya dikehendaki Tuhan. Kita yang telah dimerdekakan Kristus dari kuasa dosa dimaksudkan agar mengisi kemerdekaan itu dengan kehidupan yang benar dan berkenan kepada tuhan, yang menghasilkan buah bagi kemuliaan namaNya. Namun kemerdekaan itu justru kita salah gunakan sebagai kesempatan melakukan dosa.
Ingatlah satu hal ini: kemerdekaan dari Kristus bukan sekedar melepaskan kita dari dosa, tetapi untuk memulihkan tujuan semua Allah menciptakan kita yaitu supaya kita hidup dalam kebenaran sehingga menjadi serupa dan segambar dengan Dia.

Tinggal dalam kebenaranNya itulah yang memerdekakan kita dari segala belenggu!