Showing posts with label keluaran. Show all posts
Showing posts with label keluaran. Show all posts

Wednesday, August 12, 2009

Pahit Menjadi Manis

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2009 -

Baca: Keluaran 15:22-27

"Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu." Keluaran 15:27

Banyak hal yang tidak kita mengerti tentang pekerjaan Tuhan dalam kehidupan kita, di mana adakalanya Dia ijinkan kita melewati masa-masa yang sukar dengan berbagai ujian agar kita belajar bergantung sepenuhnya kepadaNya. Namun acapkali respon kita negatif terhadap Tuhan dengan berpikir Ia sudah tidak peduli kepada kita. Kita pun kecewa, menyalahkan Tuhan dan secepat kilat meninggalkan Dia.
Sesungguhnya, rancangan Tuhan bagi umat yang dikasihinya adalah "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11) sebagaimana Ia membawa bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan Mesir menuju ke negeri yang dijanjikanNya yaitu Kanaan, yang berlimpah susu dan madu. Sekalipun sepanjang perjalanan bangsa Israel harus mengalami didikan Tuhan dan melewati pengalaman-pengalaman buruk di padang gurun, tidaklah berarti Tuhan gagal dan lalai akan rencangan dan janjiNya terhadap mereka. Namun mengapa Tuhan tidak langsung membawa uat pilihanNya ini ke suatu tempat yang nyaman setelah keluar dari Mesir, sebelum mereka melanjutkan perjalanan panjang ke negeri perjanjian itu? Mengapa Dia malah membawa mereka ke Mara, suatu tempat di mana airnya terasa pahit sehingga mereka tidak dapat minum?
Mungkin saat ini kita mengalami hal yang sama seperti dialami bangsa Israel, hal-hal yang begitu pahit dan buruk menimpa kita. Kita mengalami itu bukanlah tanpa alasan. Tuhan ijinkan hal-hal yang pahit itu terjadi dan kita rasakan karena ada rencanaNya yang indah yaitu membawa kita masuk ke suatu tempat yang penuh dengan sukatcita; ada berkat di balik masalah yang ada. Ada kemanisan di balik kepahitan itu, dan tempat itu adalah Elim. "Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu." (ayat 27 dari Keluaran 15). Seberat apa pun masalah yang kini sedang kita alami, tetaplah bertekeun dan nantikanlah Tuhan dengan sabar.

Tidak terlalu sukar bagi Tuhan untuk mengubah hal yang pahit menjadi manis bagi kita!

Sunday, July 19, 2009

Tuhan Yang Memampukan Kita (2)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2009 -

Baca: Keluaran 4:1-17

“Lalu kata Musa kepada Tuhan, ‘Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.’ “ Keluaran 4:10

Ketika Tuhan memilih dan mengutus seseorang. Dia juga yang akan menyertai dan memperlengkapi supaya ia mampu melakukan kehendakNya tersebut (baca Ibrani 13:21). Untuk itulah Tuhan kembali meyakinkan Musa dan memberikan pengertian siapa diriNya, yaitu Allah yang tidak pernah berubah: “Aku adalah Aku.” (Keluaran 3:14), Allah yang tidak berubah terhadap janji dan rencanaNya. Tidak cukup disitu, Tuhan juga memberikan petunjuk dan langkah-langkah yang harus dilakukan Musa, "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun. Pergilah, kumpulkanlah para tua-tua Israel...” (Keluaran 3:15-16).
Tuhan juga mendemonstrasikan kuasaNya langsung di depan Musa agar ia benar-benar percaya akan penyertaanNya: Musa diperintahkan melempar tongkatnya ke tanah yang akhirnya menjadi ular; juga saat Tuhan memerintahkan Musa memasukkan tangannya ke dalam baju, maka tangan Musa terkena kusta. Apa lagi yang kurang?
3. Musa kurang fasih bicara (ayat 10 dari keluaran 4). Musa kembali berdalih tidak pandai bicara di depan orang banyak untuk menyatakan ketidaksiapannya terhadap panggilan Tuhan itu. Bukankah kita juga sering mengelak seperti itu ketika diminta melayani Tuhan? Mungkin disuruh bersaksi di depan mimbar saja rasanya kaki sudah gemetaran. Tapi Tuhan berkata, “Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni Tuhan?” (Keluaran 4:11). Tuhan semakin geram terhadap Musa saat ia berkata, “Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus.” (Keluaran 4:13), walau pada akhirnya Musa sadar atas panggilan itu dan taat. Dalam hidup ini kita menghadapi dua pilihan: taat kepada Tuhan atau tidak taat! Itu saja. Tidak ada alternatif lain!

Jangan pernah merasa tidak mampu, lalu kita menolak panggilan Tuhan. Dia yang akan menyertai dan menuntun kita!

Saturday, July 18, 2009

Tuhan Yang Memampukan Kita (1)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2009 -

Baca: Keluaran 3:1-22

"Tetapi Musa berkata kepada Allah: 'Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?' " Keluaran 3:11

Musa adalah manusia biasa seperti kita, punya keterbatasan dan ketidakmampuan. Hal ini terlihat dari reaksi Musa saat ia dipilih Tuhan menjadi pemimpin bangsa Israel. Saat dipanggil Tuhan, awalnya Musa tidak antusias maupun mengiyakan karena dia tahu 'siapa dirinya dan latar belakangnya'. "Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian." (ayat 1a). Selama bertahun-tahun Musa menghabiskan waktu di padang belantara bersama domba-domba mertuanya.
Alasan Musa sempat menolak panggilan Tuhan adalah:
1. Musa merasa kurang mampu. Adalah hal yang masuk akal bila Musa menyatakan ketidakmampuannya, apalagi secara biologis, fisiknya kurang mendukung; usianya sudah 80 tahun tatkala Tuhan memanggil sehingga dia merasa sudah tua dan rapuh dan tak berdaya. Pernyataan yang disampaikan Musa merupakan satu ungkapan yang logis dari sudut pandang manusia. Namun Tuhan menjawab "Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau:..." (ayat 12). Ini menunjukkan bahwa Tuhan memberikan jaminan penyerataan kepada Musa dan akan berkarya melalui hidup Musa. Bukankah kita sering berkata seperti Musa? Berbagai dalih dan alasan kita kemukakan untuk menolak panggilan Tuhan dalam hidup kita karena merasa tidak mampu, tidak punya bakat, sok sibuk dan sebagainya. Adalah manusiawi bagi Musa menjadi gentar karena dari seorang gembala domba dipanggil untuk menjadi pemimpin suatu bangsa yang besar. Itu tidak mudah!
2. Musa merasa tidak punya kredibilitas. Selain kurang mampu, Musa juga merasa bahwa pilihan Tuhan terhadap dirinya itu salah karena dia sama sekali tidak memenuhi kriteria sebagai pemimpin. Musa memikirkan apa yang harus dikatakannya kalau suatu saat ia bertemu dengan banyak orang: "...apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? --apakah yang harus kujawab kepada mereka?" (ayat 13). Pengakuan jujur disampaikan Musa kepada Tuhan (bersambung)