Saturday, August 22, 2009

Lidah: Hati-Hati Menggunakannya

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2009 -

Baca: Yakobus 3:1-12

"Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah," Yakobus 3:9

Pentingnya penguasaan lidah bagi kehidupan orang percaya telah sering dibahas dalam renungan ini. Yakobus mengatakan bahwa lidah itu seperti api, "...ia dapat membakar hutan yang besar." (ayat 5b). Api memiliki kuasa yang sangat dahsyat! Hanya dengan sedikit percikan saja sebuah hutan yang luasnya beratus-ratus hektar dengan aneka ragam pepohonan dapat ludes terbakar dalam sekejap! Begitu juga lidah manusia, satu organ tubuh yang kecil, namun melalui lidah seluruh tubuh dapat merasakan apakah makanan yang masuk ke dalam mulut itu berasa enak atau pun hambar. Melalui lidah orang pula kita dapat merasakan perkataan-perkataan yang bersifat membangun, menyentuh hati, pujian atau yang menyakitkan dan membuat pedih hati kita, bahkan dengan lidah pula keluar umpatan, caci maki, atau suatu kutukan sekalipun.
Ada ungkapan yang mengatkan bahwa 'lidah itu tak bertulang'. Itu dikarenakan seringnya kita kurang bertanggung jawab terhadap apa saja yang kita ucapkan, dan tidak berpikir panjang tentang dampak perkataan tersebut. Memang "...tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." (ayat 8). Acap kali perpecahan terjadi di antara jemaat Tuhan sebagai akibat dari 'lidah yang tak bertulang' ini, misalnya seorang jemaat mundur dan tidak lagi datang beribadah karena mendengar perkataan yang pedas atau sindiran dari saudara seiman lainnya. Perhatikan! Kita harus bisa menjaga lidah kita. Bagaimana? Dengan cara menaklukannya di bawah pimpinan Roh Kudus, sehingga lidah kita tetap terjada dan tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Maka dari itu kita harus berani berkata, "Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang..." (Mazmur 39:2).
Biarlah kita menggunakan lidah kita untuk memuji nama Tuhan, bersaksi tentang pekerjaan-pekerjaanNya yang besar dan memberitakan kabar keselamatan kepada siapa pun yang kita temui.

"Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat..." 1 Petrus 3:10

Friday, August 21, 2009

Pribadi Yang Rendah Hati

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2009 -

Baca: Filipi 2:1-11

"melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." Filipi 2:7

Sebagai manusia kita cenderung suka sekali beroleh pujian, sanjungan dan acungan hempol dari orang lain atas segala jerih payah dan prestasi yang telah kita torehkan. Kerap kita 'membusungkan dada' ketika menyadari bahwa pelayanan kita lebih berhasil, gereja kita lebih 'besar' dibanding gereja lain, perusahaan kita paling bonafide atau segala sesuatu yang ada pada diri kita memiiliki nilai lebih dibandingkan dengan orang lain di sekitar kita. Firman Tuhan mengingatkan, "Sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan uji, melainkan orang yang dipuji Tuhan." (2 Korintus 10:18). Adalah sia-sia belaka bila kita meninggikan diri sendiri dan beroleh pujian manusia apabila hidup kita tidak berkenan di hadapan Tuhan!
Perlu kiranya kita bercermin kepada pribadi Yesus yang datang ke dunia bukan dalam rangka mencari pujian atau penghormatan dari manusia, melainkan karena mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang dan terbelenggu dosa supaya beroleh kelepasan dan kemenangan. Dia datang ke dunia guna membuka jalan supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh keselamatan dan kehidupan kekal. Selama berada di bumi Yesus memang melakukan banyak mujizat, tetapi Dia melakukan semua itu bukan untuk mempromosikan diri atau unjuk kebolehan agar namaNya makin dikenal banyak orang dan beroleh pujian, melainkan untuk menggenapi rencana Allah. Dia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani.
Sekalupun Yesus adalah Allah yang menjadi manusia, Ia "...tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (ayat 6-7 dari Filipi 2). Dia tak haus pujian dan penghormatan, bahkan rela merendahkan diriNya dan menderita di atas kayu salib. Walau diperlakukan tidak adil dan dianggap sama seperti penjahat sekali pun, Tesus tidak pernah membalas. Direndahkan begitu rupa pun Yesus tetap taat kepada Bapa.

"Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan." Amsal 18:12