Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2015
Baca: 1 Korintus 12:12-31
"Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita;
jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita." 1 Korintus 12:26
Rasul Paulus memperingatkan semua orang percaya bahwa sehebat apa pun mereka melayani pekerjaan Tuhan, mahir berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahkan bahasa malaikat, mempunyai berbagai karunia dan sebagainya, namun jika tidak memiliki kasih semua itu tidak berguna dan tidak ada faedahnya (baca 1 Korintus 13:1-3).
Itu adalah bukti bahwa kasih memegang peranan sangat penting dalam kehidupan orang percaya, "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Orang-orang dunia pun tidak melihat seberapa rajin kita beriadah dan seberapa sibuk kita melayani pekerjaan Tuhan, yang mereka lihat adalah buahnya. Karena itu jangan pernah merasa bangga dengan 'label' sebagai orang Kristen bila dalam keseharian hidup kita tidak ada buah Roh yang dihasilkan. "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Tanpa buah Roh kekristenan kita hanyalah teori, tapi prakteknya NOL.
Kasih seperti apa yang Tuhan kehendaki? Yaitu kasih yang tidak mementingkan diri sendiri (egois). Dunia sekarang ini penuh orang-orang egois, yang hanya terfokus pada diri sendiri dan tidak punya kepekaan atau rasa empati terhadap orang lain. Itulah keadaan manusia pada akhir zaman (baca 2 Timotius 3:1-4). Rasul Paulus memperingatkan bahwa semua orang percaya adalah bagian dari satu tubuh. "Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota." (1 Korintus 12:14). Jika satu bagian tubuh itu sakit dan menderita, tidakkah anggota tubuh lainnya juga turut merasakannya? "...supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan." (1 Korintus 12:25). Ketika melihat saudara seiman lain sedang berada dalam penderitaan, tidakkah hati kita tergerak untuk menolongnya? "Barangsiapa...menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17).
Wujud nyata dari kasih adalah memberi, bukan hanya menerima!
Monday, August 31, 2015
Sunday, August 30, 2015
ORANGTUA DAN ANAK: Saling Bertanggung Jawab (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2015
Baca: Amsal 4:1-27
"Dengarkanlah, hai anak-anak, didikan seorang ayah, dan perhatikanlah supaya engkau beroleh pengertian," Amsal 4:1
Anak adalah titipan Tuhan, tetapi tugas mendidik anak adalah tanggung jawab orangtua. Dewasa ini seringkali tanggung jawab mendidik anak dibebankan hanya pada ibu, sementara si ayah jarang sekali mempunyai waktu secara intensif untuk anak-anak karena alasan sibuk dengan pekerjaan.
Alkitab mengingatkan bahwa sesibuk apa pun, seorang ayah tidak boleh meninggalkan tanggung jawabnya dalam hal mendidik anak karena ayah adalah wakil Tuhan dalam keluarga. Umumnya seorang anak (terutama anak laki-laki) akan menjadikan figur ayah sebagai role model dalam kehidupannya. Tingkah polah ayah akan menjadi perhatian tersendiri dalam hati si anak. Kalau anak sudah memiliki konsep yang salah tentang ayahnya, yang dalam kesehariannya suka bersikap kasar, suka memukul, membentak-bentak, egois dan kurang menghargai orang lain, maka secara tidak langsung itu akan mempengaruhi dan membentuk pribadi dan pola pikir si anak, bahkan ia akan meniru perbuatan ayahnya di kemudian hari.
Dalam hal mendidik anak orangtua harus bersikap keras, bahkan jikalau itu diperlukan, menurut Alkitab, orangtua boleh menggunakan tongkat, namun tanpa membangkitkan amarah anaknya. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Yang penting adalah motivasi orangtua ketika memukul atau menghajar anak. Pukulan dan hajaran harus atas dasar kasih dengan tujuan agar si anak jera, mengerti akan kesalahannya dan bertekad tidak mengulanginya lagi. Kesalahan orangtua adalah tidak menggunakan tongkat karena mengasihi anaknya, tapi untuk melampiaskan amarah. Ini sangat berbahaya karena jika dalam keadaan marah atau jengkel, orangtua dapat memukul anaknya dengan tanpa batas dan tak terkendali. Ini merupakan kejahatan di mata Tuhan! Karena itulah firman-Nya memperingatkan: "Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya." (Kolose 3:21).
Ayah yang takut akan Tuhan tidak akan mengabaikan tugas dan tanggung-jawabnya mendidik anak-anaknya sesuai firman Tuhan!
Baca: Amsal 4:1-27
"Dengarkanlah, hai anak-anak, didikan seorang ayah, dan perhatikanlah supaya engkau beroleh pengertian," Amsal 4:1
Anak adalah titipan Tuhan, tetapi tugas mendidik anak adalah tanggung jawab orangtua. Dewasa ini seringkali tanggung jawab mendidik anak dibebankan hanya pada ibu, sementara si ayah jarang sekali mempunyai waktu secara intensif untuk anak-anak karena alasan sibuk dengan pekerjaan.
Alkitab mengingatkan bahwa sesibuk apa pun, seorang ayah tidak boleh meninggalkan tanggung jawabnya dalam hal mendidik anak karena ayah adalah wakil Tuhan dalam keluarga. Umumnya seorang anak (terutama anak laki-laki) akan menjadikan figur ayah sebagai role model dalam kehidupannya. Tingkah polah ayah akan menjadi perhatian tersendiri dalam hati si anak. Kalau anak sudah memiliki konsep yang salah tentang ayahnya, yang dalam kesehariannya suka bersikap kasar, suka memukul, membentak-bentak, egois dan kurang menghargai orang lain, maka secara tidak langsung itu akan mempengaruhi dan membentuk pribadi dan pola pikir si anak, bahkan ia akan meniru perbuatan ayahnya di kemudian hari.
Dalam hal mendidik anak orangtua harus bersikap keras, bahkan jikalau itu diperlukan, menurut Alkitab, orangtua boleh menggunakan tongkat, namun tanpa membangkitkan amarah anaknya. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Yang penting adalah motivasi orangtua ketika memukul atau menghajar anak. Pukulan dan hajaran harus atas dasar kasih dengan tujuan agar si anak jera, mengerti akan kesalahannya dan bertekad tidak mengulanginya lagi. Kesalahan orangtua adalah tidak menggunakan tongkat karena mengasihi anaknya, tapi untuk melampiaskan amarah. Ini sangat berbahaya karena jika dalam keadaan marah atau jengkel, orangtua dapat memukul anaknya dengan tanpa batas dan tak terkendali. Ini merupakan kejahatan di mata Tuhan! Karena itulah firman-Nya memperingatkan: "Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya." (Kolose 3:21).
Ayah yang takut akan Tuhan tidak akan mengabaikan tugas dan tanggung-jawabnya mendidik anak-anaknya sesuai firman Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)