Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2016
Baca: Mazmur 109:1-20
"Biarlah semuanya itu dari pihak TUHAN menjadi upah orang yang mendakwa
aku, dan upah orang-orang yang berkata-kata jahat terhadap aku." Mazmur 109:20
Seorang pemfitnah seringkali tidak menyadari akibat dari perbuatan yang dilakukannya; selain sangat merugikan orang lain yang difitnahnya, pada saatnya ia sendiri akan 'menikmati' buah perbuatannya. Orang yang hobi memfitnah juga akan sulit memiliki teman karib, maka tidaklah mengherankan bila pemfitnah hanya akan memiliki musuh di mana-mana. "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21).
Mungkin ada di antara pembaca yang sedang mengalami pergumulan yang berat: reputasi hancur atau nama tercoreng karena fitnahan orang lain, sehingga terbersit niat melakukan tindakan balas dendam. Rasul Paulus menasihati, "Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat,
tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing
dan terhadap semua orang." (1 Tesalonika 5:15). Tuhan menghendaki kita mengasihi musuh dan melepaskan pengampunan! Ada penelitian yang menyatakan bahwa faktor yang menunjang kebahagiaan hidup adalah bukan karena berlimpahnya kekayaan, melainkan karena persahabatan dan pengampunan. Christopher Peterson, psikolog kenamaan dari Universitas Michigan (USA) berkata, "Kemampuan seseorang untuk mengampuni sesamanya adalah sifat yang terkait erat dengan kebahagiaan, karena mengampuni orang lain adalah kebajikan tertinggi dan mungkin paling sulit dicapai." Bagi orang percaya yang telah mengalami kasih dan pengampunan dari Tuhan wajib meneruskan kasih dan pengampunan itu kepada sesama.
Bagi pemfitnah, perhatikan peringatan ini! "Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara
orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu
manusia; Akulah TUHAN." Imamat 19:16
No comments:
Post a Comment