Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2015
Baca: 1 Samuel 17:1-11
"Ketika Saul dan segenap orang Israel mendengar perkataan orang Filistin itu, maka cemaslah hati mereka dan sangat ketakutan." 1 Samuel 17:11
Suatu ketika bangsa Israel menghadapi tantangan yang sangat berat dimana mereka harus berhadapan dengan orang-orang Filistin. Salah seorang pendekar dari tentara orang Filistin itu bernama Goliat yang perawakannya seperti raksasa, "Tingginya enam hasta sejengkal. Ketopong tembaga ada di kepalanya, dan ia memakai baju zirah yang bersisik; berat baju zirah ini lima ribu syikal tembaga. Dia memakai penutup kaki dari tembaga, dan di bahunya ia memanggul lembing tembaga. Gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun, dan mata tombaknya itu enam
ratus syikal besi beratnya. Dan seorang pembawa perisai berjalan di
depannya." (1 Samuel 17:4b-7). Akibatnya Saul dan segenap orang Israel menjadi cemas dan takut.
Cemas merupakan penyakit hati yang dialami oleh setiap manusia ketika manusia tersebut tidak yakin dan percaya terhadap apa yang ia lakukan atau terhadap apa yang orang lain perbuat. Rasa cemas terkadang sangat menyiksa batin setiap orang yang sedang mengalami perasaan tersebut. Cemas sendiri sebenarnya adalah bagian dari rasa takut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa arti kata cemas adalah perasaan tidak tenteramnya hati atau kegelisahan hati. Sedangkan salah satu arti kata takut adalah merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. Demikian pula dalam kehidupan ini, ketika dihadapkan pada masalah yang besar acapkali hati kita diliputi oleh rasa cemas dan takut. Kita menyikapi masalah dengan respons hati yang negatif, memandang masalah seperti Goliat yang siap menghancurkan hidup kita. Kecemasan dan ketakutan timbul ketika kita selalu berpikiran negatif dengan melihat masalah sebagai raksasa besar yang sulit dikalahkan dan sepertinya tidak ada jalan keluarnya. Ada tertulis: "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25).
Rasa cemas dan takut hanya akan menimbulkan sikap pesimis sehingga kita dipenuhi keraguan dan tidak lagi percaya kepada kuasa Tuhan, bahkan kita menganggap Tuhan tidak punya arti apa-apa dibandingkan dengan besarnya masalah yang kita hadapi.
Haruskah orang percaya bersikap demikian?
No comments:
Post a Comment