Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 April 2015
Baca: 2 Raja-Raja 4:1-7
"Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya." 2 Raja-Raja 4:1b
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh penulis Amsal bahwa "yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi." (Amsal 22:7). Orang yang memiutangi biasanya akan 'berkuasa' terhadap orang yang berutang. Ia bisa saja menekan dan bertindak semena-mena sehingga orang yang memiliki utang benar-benar berada di bawah kendali orang yang memiutangi. Hal ini dialami oleh isteri seorang nabi. Nabi tersebut meninggalkan utang kepada keluarga yang ditinggalkannya sehingga menjadi beban berat bagi keluarganya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti kata nabi adalah seorang utusan Tuhan, orang yang terpilih karena keimanan dan akhlaknya yang baik sehingga ia diangkat Tuhan untuk menjadi utusan-Nya di bumi. Dengan kata lain nabi adalah seorang yang takut akan Tuhan.
Ditinjau dari sisi kerohanian tak diragukan lagi bahwa sebagai nabi ia adalah seorang yang sukses dalam pelayanan. Sayangnya keberhasilannya dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak disertai dengan keberhasilan secara ekonomi. Terbukti ia memiliki banyak utang. Akibat utang yang tidak terbayarkan keluarga yang ditinggalkan harus menanggung beban hidup yang berat, si isteri menjadi stres berat, bahkan kedua anaknya hendak dijadikan budak oleh si pemberi piutang. Dalam keadaan demikian dapatkah kehidupan keluarga nabi ini menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan? Yang terjadi justru sebaliknya, ia akan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Mungkin orang akan berkata, "Ah percuma melayani Tuhan. Buktinya hidupmu tidak berubah. Utangmu ada di mana-mana. Ekonomimu tetap saja morat-marit." Orang lain akan menganggap bahwa Tuhan yang mereka layani tidak sanggup menolong dan janji-janji-Nya hanyalah isapan jempol. Akhirnya pelayanan yang dikerjakan serasa sia-sia oleh karena kehidupannya tidak menjadi berkat.
Dalam keadaan terjepit isteri dari nabi tersebut segera mengadukan permasalahannya kepada Elisa, pemimpin dari para nabi. Artinya ia tidak mengatasi masalahnya dengan kekuatan sendiri, melainkan membawa masalah tersebut kepada Tuhan serta meminta nasihat atau petunjuk hamba Tuhan. (Bersambung)
No comments:
Post a Comment