Sunday, November 15, 2020

KARENA IMAN: Tinggalkan Kenyamanan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2020

Baca:  Ibrani 11:23-29

"Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan."  Ibrani 11:27

Adalah hal yang lazim bila semua orang mencari kebahagiaan dan kenyamanan dalam hidupnya.  Berbicara tentang kebahagiaan dan kenyamanan hidup, pandangan orang selalu tertuju kepada uang, harta atau materi, segala kebutuhan terpenuhi, fasilitas tersedia, berkedudukan atau memiliki status sosial yang tinggi, dan sebagainya.  Musa memiliki alasan untuk menjadi bahagia dan merasa nyaman karena apa yang ia butuhkan telah tersedia dengan limpahnya, sebab ia berstatus sebagai anak puteri Firaun  (Keluaran 2:10).

     Tinggal di istana Mesir berarti Musa menikmati segala kemewahan, kemegahan dan kenikmatan materi, juga pendidikan yang tinggi, dan dihormati oleh banyak orang.  Namun Alkitab menyatakan bahwa karena imannya Musa telah menentukan pilihan hidup:  menolak disebut anak puteri Firaun, lebih suka menderita bersama umat Tuhan dan meninggalkan Mesir.  Ini menunjukkan bahwa Musa sama sekali tidak tergiur dengan kenikmatan dunia, tapi ia lebih memilih mengabdikan dirinya kepada Tuhan dan mengabdikan hidupnya untuk melayani umat pilihan Tuhan.

     Iman benar-benar telah mengubah cara pandang Musa!  Bagi Musa kekayaan dan kemewahan dunia sifatnya hanya sementara:  "Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah." (Ibrani 11:26);  Musa mengarahkan pandangannya jauh ke depan kepada hal-hal yang bersifat kekal.  Sekalipun harus menderita bersama umat Israel di padang gurun, Musa rela.  Karena telah membuat pilihan hidup yang benar ini Tuhan menyatakan kasih-Nya yang luar biasa kepada Musa.  Bahkan Musa beroleh kesempatan untuk dapat berbicara dengan Tuhan, muka dengan muka.  Musa dipercaya Tuhan untuk memimpin bangsa pilihan Tuhan keluar dari perbudakan di Mesir.  Begitu pula, saat menempuh perjalanan di padang gurun bersama umat Israel Tuhan memperlengkapi Musa dengan kuasa.  Dengan tongkat di tangan, Musa membuat banyak mujizat.  Itu semua karena Tuhan turut bekerja!

"Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."  Roma 8:18

Saturday, November 14, 2020

ORANG ASING YANG TAHU BERSYUKUR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2020

Baca:  Lukas 17:11-19

"Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?"  Lukas 17:7

Tidak sedikit orang Kristen lalai untuk bersyukur kepada Tuhan sekalipun sudah ditolong Tuhan:  disembuhkan dari sakit, dipulihkan dari masalah keluarga, dilepaskan dari krisis ekonomi, diberkati usaha dan pekerjaannya, dan masih banyak lagi.  Bahkan seberat apa pun hari yang kita jalani, ingatlah bahwa selalu ada hal untuk disyukuri.  Ketika kita masih diberikan nafas untuk hidup, bersyukurlah!  Ada banyak hal yang seharusnya dapat kita syukuri!

     Dikisahkan ada sepuluh orang yang sama-sama merasakan beratnya beban yang harus ditanggung karena penyakit kusta yang dideritanya:  dijauhi orang, dikucilkan, dikatakan sebagai terkutuk, dicibir, dan semua orang memalingkan muka.  Hari-hari yang mereka lalui serasa suram dan menyedihkan.  Tetapi harapan bangkit, setitik sinar terang timbul di dalam hati, ketika mereka mendengar ada seorang Guru yang sanggup menyembuhkan berbagai penyakit, juga membebaskan orang dari belenggu kuasa si jahat  (kerasukan setan).  Dengan sedikit ragu dan berdiri agak jauh mereka berteriak memohon belas kasihan,  "Yesus, Guru, kasihanilah kami!"  (Lukas 17:13).  Tanpa menumpangi tangan atau memberikan obat Ia hanya berkata,  "'Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.' Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir."  (Lukas 17:14).  Apa selanjutnya?  Dari sepuluh orang penderita kusta yang disembuhkan hanya satu orang saja yang kembali kepada Tuhan Yesus, tersungkur di bawah kaki-Nya mengucap syukur dan memuliakan nama-Nya, padahal dia adalah orang asing yaitu orang Samaria.  Sementara yang sembilan lainnya, orang-orang Israel yang sudah mengenal Tuhan, percaya dan melayani Dia, justru pergi begitu saja meninggalkan Dia.

     Bukankah kita sering berlaku seperti sembilan orang kusta yang lupa untuk mengucap syukur kepada Tuhan, tak tahu berterima kasih kepada Tuhan?  Apa yang ditunjukkan oleh orang Samaria ini menjadi tamparan keras buat kita orang percaya!  Walaupun ia tak mengenal Tuhan dengan benar, perbuatannya jauh lebih baik dari orang yang sudah percaya kepada Tuhan.

Bersyukurlah kepada Tuhan dan jangan pernah lupakan kebaikan-Nya!