Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Desember 2018
Baca: Ayub 42:1-6
"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." Ayub 42:2
Semua orang pasti pernah mengalami kegagalan dalam hidupnya, termasuk orang-orang besar atau tokoh-tokoh hebat yang ada di dunia ini. Mengalami kegagalan dalam bisnis, pekerjaan, rumah tangga, hubungan asmara, studi dan sebagainya pasti menimbulkan rasa kecewa yang mendalam. Namun tak perlu kita larut dalam kekecewaan yang berkepanjangan, apalagi sampai berputus asa. Ini sangat berbahaya! Saat berada di ambang keputusasaan, hal-hal yang tidak diinginkan seringkali terjadi: terjerat narkoba, jatuh dalam pergaulan bebas, atau mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidup. Setiap kegagalan yang kita alami bukanlah suatu hal yang terburuk di dalam kehidupan ini, tapi merupakan hal yang wajar dan biasa!
Kata 'gagal' memiliki arti: tidak berhasil, tidak tercapai (maksudnya). Kegagalan bisa saja Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup ini untuk membuka mata rohani kita bahwa tanpa Tuhan kita tidak dapat melakukan hal-hal yang berarti. Betapa banyak di antara kita yang tak pernah melibatkan Tuhan dalam setiap rancangan dan rencana hidup ini karena kita merasa diri mampu dan pintar. "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21). Tetapi begitu mengalami kegagalan barulah kita sadar bahwa tanpa Tuhan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Saat kita dalam keadaan tiada berdaya dan mengangkat tangan tanda berserah, saat itulah Tuhan akan turun tangan menyatakan kuasa-Nya. "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9b).
Sebagai orang percaya janganlah kita cepat putus asa ketika diperhadapkan dengan kegagalan, sebab kita bukanlah satu-satunya orang yang pernah mengalami kegagalan. Jangan pernah menganggap bahwa kegagalan itu sebagai harga mati. Percayalah akan selalu ada kesempatan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Asalkan mau berusaha, kesempatan untuk berhasil pasti akan terbuka lebar. Ambil sisi positif dari setiap kegagalan tersebut. Belajarlah untuk selalu melibatkan Tuhan di segala aspek kehidupan ini, sebab kehendak dan rencana-Nya takkan pernah gagal.
Jadikan kegagalan sebagai batu lompatan untuk kita meraih keberhasilan!
Saturday, December 22, 2018
Friday, December 21, 2018
PADANG GURUN SEBAGAI SEKOLAH KEHIDUPAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Desember 2018
Baca: Mazmur 136:1-26
"Kepada Dia yang memimpin umat-Nya melalui padang gurun! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Mazmur 136:16
Sadar atau tidak, hidup yang sedang kita jalani ini adalah ibarat sebuah sekolah, di situlah proses belajar terjadi. Banyak hal dalam kehidupan ini yang bisa kita jadikan bahan pemelajaran. Kita bisa belajar melalui perjalanan hidup yang terkadang melewati kerikil-kerikil, batu-batu besar, tikungan-tikungan tajam, dan juga lembah-lembah curam. Kita bisa belajar dari masalah, kesulitan, tekanan, penderitaan, situasi, kejadian atau peristiwa.
Terkadang Tuhan ijinkan kita melwati 'padang gurun' yang gersang dan tandus. Padang gurun adalah tempat yang udaranya sangat panas di waktu siang dan terasa sangat dingin di kala malam. Air menjadi sesuatu yang langka dan sangat berharga, dan belum lagi bahaya binatang buas seperti ular dan sebagainya. Padang gurun adalah gambaran kehidupan yang sungguh tidak enak, tidak nyaman dan penuh kesulitan. Banyak orang tidak menyukai kehidupan di padang gurun dan berusaha lari menghindar dan memberontak. Musa yang dibesarkan di istana Firaun dengan segala kenyamanan dan kemewahan justru memilih untuk mengikuti panggilan Tuhan, sekalipun ada harga yang harus dibayarnya, yaitu berada di padang gurun selama 40 tahun bersama umat Israel. "Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25).
Padang gurun menjadi sekolah kehidupan bagi Musa dan juga bangsa Israel, di sanalah mereka mengalami proses pembentukan dan pendewasaan iman: "Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak." (Ulangan 8:2). Bersyukurlah jika saat ini Tuhan membawa kita kepada situasi 'padang gurun', memang terasa tidak enak dan mungkin sangat menyakitkan secara daging, tapi percayalah bahwa kasih setia-Nya tak berubah.
Padang gurun menjadi 'sekolah' kehidupan bagi kita, karena di situlah Tuhan memroses kita sampai kita kedapatan siap menerima curahan berkat-Nya!
Baca: Mazmur 136:1-26
"Kepada Dia yang memimpin umat-Nya melalui padang gurun! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Mazmur 136:16
Sadar atau tidak, hidup yang sedang kita jalani ini adalah ibarat sebuah sekolah, di situlah proses belajar terjadi. Banyak hal dalam kehidupan ini yang bisa kita jadikan bahan pemelajaran. Kita bisa belajar melalui perjalanan hidup yang terkadang melewati kerikil-kerikil, batu-batu besar, tikungan-tikungan tajam, dan juga lembah-lembah curam. Kita bisa belajar dari masalah, kesulitan, tekanan, penderitaan, situasi, kejadian atau peristiwa.
Terkadang Tuhan ijinkan kita melwati 'padang gurun' yang gersang dan tandus. Padang gurun adalah tempat yang udaranya sangat panas di waktu siang dan terasa sangat dingin di kala malam. Air menjadi sesuatu yang langka dan sangat berharga, dan belum lagi bahaya binatang buas seperti ular dan sebagainya. Padang gurun adalah gambaran kehidupan yang sungguh tidak enak, tidak nyaman dan penuh kesulitan. Banyak orang tidak menyukai kehidupan di padang gurun dan berusaha lari menghindar dan memberontak. Musa yang dibesarkan di istana Firaun dengan segala kenyamanan dan kemewahan justru memilih untuk mengikuti panggilan Tuhan, sekalipun ada harga yang harus dibayarnya, yaitu berada di padang gurun selama 40 tahun bersama umat Israel. "Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25).
Padang gurun menjadi sekolah kehidupan bagi Musa dan juga bangsa Israel, di sanalah mereka mengalami proses pembentukan dan pendewasaan iman: "Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak." (Ulangan 8:2). Bersyukurlah jika saat ini Tuhan membawa kita kepada situasi 'padang gurun', memang terasa tidak enak dan mungkin sangat menyakitkan secara daging, tapi percayalah bahwa kasih setia-Nya tak berubah.
Padang gurun menjadi 'sekolah' kehidupan bagi kita, karena di situlah Tuhan memroses kita sampai kita kedapatan siap menerima curahan berkat-Nya!
Subscribe to:
Posts (Atom)