Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2018
Baca: Mazmur 55:1-24
"Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang," Mazmur 55:7
Burung merpati adalah salah satu jenis burung yang sangat disukai oleh banyak orang. Tak mengherankan bila jenis burung ini sering ditemukan di lingkungan kita tinggal. Ada lagu yang cukup populer di era tahun 80'an yang berjudul 'Merpati tak pernah ingkar janji', dilantunkan dengan sangat apik oleh biduanita cantik Paramitha Rusady. Lagu ini juga sekaligus menjadi soundtrack film dengan judul yang sama, yang juga diperankan oleh Paramitha Rusady dan Adi Bing Slamet.
Ada beberapa sifat dari burung merpati yang dinyatakan di Alkitab: melambangkan pendamaian keamanan (Kejadian 8:11), melambangkan kasih yang murni (Kidung 1:15), melambangkan ketulusan (Matius 10:16) dan melambangkan keelokan (Mazmur 68:14). Selain itu Alkitab juga menyatakan bahwa burung merpati adalah salah satu lambang dari Roh Kudus. Kita teringat tatkala Kristus menerima baptisan air di sungai Yordan dari Yohanes Pembaptis (Matius 3:13-17). Sesudah Ia keluar dari dalam air dan berdoa, Roh Kudus datang mengurapi-Nya dengan tampak seekor burung merpati yang turun ke atas-Nya. "lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." (Mazmur 74:19), yang diharapkan menunjukkan kualitas hidup seperti burung merpati yang mampu membawa damai di mana pun berada, punya kasih yang murni, ketulusan, kesetiaan dan menjadi pribadi-pribadi yang senantiasa menyatakan cinta kasih.
Burung merpati pun sangat dikenal dengan kesetiaannya, di mana ia tidak pernah mendua hati. Bagaimana dengan kita? Adakah kita memiliki kesetiaan kepada Tuhan? Di zaman sekarang ini tak mudah menemukan orang yang benar-benar setia! Sampai-sampai pemazmur menulis: "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2), sebab "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Ada banyak orang yang berubah tidak lagi setia kepada Tuhan hanya karena terbentur masalah atau kesulitan hidup. Tuhan tidak lagi menjadi yang utama dalam hidup karena hatinya mendua dengan dunia.
Monday, November 19, 2018
Sunday, November 18, 2018
MENDAPATKAN KASIH KARUNIA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 November 2018
Baca: Bilangan 6:22-27
"TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia;" Bilangan 6:25
Kasih karunia atau anugerah berasal dari bahasa asli 'khen' (Ibrani) atau 'kharis' (Yunani), yang diartikan sebagai perbuatan atasan kepada bawahannya, dimana sebenarnya bawahannya itu tidak layak menerimanya. Pemberian kasih karunia itu semata-mata ada di bawah otoritas Tuhan sendiri atau hak prerogatif Tuhan. Prinsip kasih karunia itu datang dari atas, dari Tuhan kepada manusia, padahal sesungguhnya manusia tidak layak untuk menerimanya. "Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." (Keluaran 33:19b).
Hidup di bawah kasih karunia Tuhan adalah hidup di dalam perlakuan istimewa dari Tuhan. Salah satu tokoh di Alkitab yang mendapatkan kasih karunia dari Tuhan adalah Nuh, seperti tertulis: "...Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN." (Kejadian 6:8). Mengapa Nuh beroleh kasih karunia Tuhan? Karena "...Nuh adalah seorang yang benar." (Kejadian 6:9). Siapakah orang benar itu? "...kita akan menjadi benar, apabila kita melakukan segenap perintah itu dengan setia di hadapan TUHAN, Allah kita, seperti yang diperintahkan-Nya kepada kita." (Ulangan 6:25). Jadi, orang benar adalah orang yang taat melakukan kehendak Tuhan atau pelaku firman. Ketaatan inilah yang menggerakkan hati Tuhan untuk menyelamatkan orang benar. "Orang benar diselamatkan dari kesukaran, lalu orang fasik menggantikannya." (Amsal 11:8).
Selain itu, Nuh adalah seorang yang "...tidak bercela di antara orang-orang sezamannya;" (Kejadian 6:9) dan hidup bergaul karib dengan Tuhan. Ketika orang-orang sezamannya hidup dalam kejahatan, menyimpang dari kehendak Tuhan, Nuh berani tampil beda dengan hidup tak bercela dan tetap menjaga persekutuannya dengan Tuhan. Ia tidak mau berkompromi dengan cara hidup dunia. Rasul Paulus menasihati: "Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah." (2 Korintus 7:1).
Ingin mendapatkan kasih karunia (perlakuan khusus) dari Tuhan? Mari kita meneladani hidup Nuh yang tak mengenal kompromi!
Baca: Bilangan 6:22-27
"TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia;" Bilangan 6:25
Kasih karunia atau anugerah berasal dari bahasa asli 'khen' (Ibrani) atau 'kharis' (Yunani), yang diartikan sebagai perbuatan atasan kepada bawahannya, dimana sebenarnya bawahannya itu tidak layak menerimanya. Pemberian kasih karunia itu semata-mata ada di bawah otoritas Tuhan sendiri atau hak prerogatif Tuhan. Prinsip kasih karunia itu datang dari atas, dari Tuhan kepada manusia, padahal sesungguhnya manusia tidak layak untuk menerimanya. "Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." (Keluaran 33:19b).
Hidup di bawah kasih karunia Tuhan adalah hidup di dalam perlakuan istimewa dari Tuhan. Salah satu tokoh di Alkitab yang mendapatkan kasih karunia dari Tuhan adalah Nuh, seperti tertulis: "...Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN." (Kejadian 6:8). Mengapa Nuh beroleh kasih karunia Tuhan? Karena "...Nuh adalah seorang yang benar." (Kejadian 6:9). Siapakah orang benar itu? "...kita akan menjadi benar, apabila kita melakukan segenap perintah itu dengan setia di hadapan TUHAN, Allah kita, seperti yang diperintahkan-Nya kepada kita." (Ulangan 6:25). Jadi, orang benar adalah orang yang taat melakukan kehendak Tuhan atau pelaku firman. Ketaatan inilah yang menggerakkan hati Tuhan untuk menyelamatkan orang benar. "Orang benar diselamatkan dari kesukaran, lalu orang fasik menggantikannya." (Amsal 11:8).
Selain itu, Nuh adalah seorang yang "...tidak bercela di antara orang-orang sezamannya;" (Kejadian 6:9) dan hidup bergaul karib dengan Tuhan. Ketika orang-orang sezamannya hidup dalam kejahatan, menyimpang dari kehendak Tuhan, Nuh berani tampil beda dengan hidup tak bercela dan tetap menjaga persekutuannya dengan Tuhan. Ia tidak mau berkompromi dengan cara hidup dunia. Rasul Paulus menasihati: "Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah." (2 Korintus 7:1).
Ingin mendapatkan kasih karunia (perlakuan khusus) dari Tuhan? Mari kita meneladani hidup Nuh yang tak mengenal kompromi!
Subscribe to:
Posts (Atom)