Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Desember 2017
Baca: Ibrani 10:1-18
"Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah," Ibrani 10:12
Pada masa Perjanjian Lama Bait Suci merupakan suatu bangunan yang memang dikhususkan untuk melakukan penyembahan kepada Tuhan. Yang bertugas melayani di bait Suci adalah imam. Uniknya, di dalam Bait Suci tersebut tidak terdapat perabot yang bernama kursi. Itu artinya para imam serasa tidak berkesempatan untuk duduk atau beristirahat dalam melakukan tugas pelayanannya.
Sebagai umat pilihan, umat Israel dituntut untuk melakukan pelbagai kegiatan ibadah menurut hukum Taurat. Salah satunya adalah menghadap Tuhan dengan membawa korban persembahan pada hari pendamaian (Imamat 16:1-34), yang bertujuan untuk pengampunan dosa. Namun mereka tidak bisa secara langsung mempersembahkan korban penghapusan dosa kepada Tuhan, tetapi harus melalui perantara yaitu imam. Pada hari itu imam besar dapat memasuki ruang mahakudus di kemah pertemuan dan memercikkan darah korban penghapus dosa ke atas tutup perdamaian. Dengan melakukan hal ini ia mengadakan pendamaian bagi kesalahan pribadi, keluarga dan seluruh Israel (Imamat 16:1-25). Imam besar itu juga harus memercikkan darah korban penghapus dosa di depan tabir tempat kudus dan pada tanduk-tanduk mezbah (baca Imamat 4:3-21). Mereka harus secara bergantian melaksanakan tugas pelayanan ini. "...setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang
mempersembahkan korban yang sama, yang (sayangnya - Red) sama sekali tidak dapat
menghapuskan dosa."! (Ibrani 10:11).
Berbeda dengan Imam Besar yang dikisahkan di Perjanjian Baru! Penulis kitab Ibrani tidak menyebutkan lagi bahwa Imam Besar tampak berdiri sibuk melayani. Tetapi Imam Besar Perjanjian Baru "...setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya..." (ayat nas). Duduk melambangkan kondisi beristirahat karena pekerjaan itu sudah diselesaikan-Nya! Kristus telah menjadi Imam Besar yang sempurna, Dia tidak perlu setiap tahun mempersembahkan korban penghapusan dosa, sebab Dia telah melakukannya sekali untuk selamanya!
"Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus." Ibrani 10:10
Wednesday, December 20, 2017
Tuesday, December 19, 2017
BERGEMBIRA DI TENGAH PENDERITAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Desember 2017
Baca: Kisah Para Rasul 5:26-42
"Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus." Kisah 5:41
Hari-hari kita di dunia ini penuh warna. "...ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;" (Pengkhotbah 3:4).
Umumnya ketika dihadapkan pada masalah, penderitaan atau beratnya beban hidup yang harus ditanggung, orang akan menangis, meratap dan murung. Sebaliknya orang akan bersukacita, tertawa, bergembira, bahagia dan menari-nari ketika keadaan atau situasi yang dialami sedang menyenangkan. Kita beranggapan bahwa kebahagiaan hidup sangat ditentukan oleh situasi atau apa yang dimiliki (uang atau kekayaan). Itulah yang seringkali menjadi dasar dan sumber kebahagiaan semua orang. Dengan kata lain jika kita menikmati segala kemudahan dan kesenangan duniawi, saat itulah kita berbahagia dan bergembira. Kalau yang sedang kita hadapi adalah kesulitan, tantangan atau masalah, kita pun merasa punya alasan yang kuat untuk tidak bahagia dan gembira. Kesalahan dalam memaknai arti kebahagiaan inilah yang seringkali membuat banyak orang tidak merasakan kebahagiaan yang sejati. Kita lebih sering tidak merasakan kebahagiaan karena kita salah memaknai arti kebahagiaan itu. Padahal jelas sekali keinginan manusia itu sungguh tiada batasnya, seperti tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkhotbah 5:9).
Murid-murid Kristus jemaat mula-mula harus menghadapi masalah dan penderitaan karena imannya kepada Kristus dan kegigihannya dalam memberitakan Injil. Adakalanya mereka harus menjalani sidang di Mahkamah Agama demi mempertanggungjawabkan iman mereka. Namun meski berada dalam tekanan, himpitan, ancaman dan tantangan yang teramat berat, di mana nyawa menjadi taruhannya, mereka tidak menunjukkan mimik wajah yang sedih, stres atau takut, tapi mereka tetap bergembira. Mereka bergembira bukan karena sudah disuap dengan sejumlah uang untuk tutup mulut, melainkan karena mereka telah menderita bagi Kristus dan kemajuan Injil.
"Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia." 1 Petrus 3:14
Baca: Kisah Para Rasul 5:26-42
"Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus." Kisah 5:41
Hari-hari kita di dunia ini penuh warna. "...ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;" (Pengkhotbah 3:4).
Umumnya ketika dihadapkan pada masalah, penderitaan atau beratnya beban hidup yang harus ditanggung, orang akan menangis, meratap dan murung. Sebaliknya orang akan bersukacita, tertawa, bergembira, bahagia dan menari-nari ketika keadaan atau situasi yang dialami sedang menyenangkan. Kita beranggapan bahwa kebahagiaan hidup sangat ditentukan oleh situasi atau apa yang dimiliki (uang atau kekayaan). Itulah yang seringkali menjadi dasar dan sumber kebahagiaan semua orang. Dengan kata lain jika kita menikmati segala kemudahan dan kesenangan duniawi, saat itulah kita berbahagia dan bergembira. Kalau yang sedang kita hadapi adalah kesulitan, tantangan atau masalah, kita pun merasa punya alasan yang kuat untuk tidak bahagia dan gembira. Kesalahan dalam memaknai arti kebahagiaan inilah yang seringkali membuat banyak orang tidak merasakan kebahagiaan yang sejati. Kita lebih sering tidak merasakan kebahagiaan karena kita salah memaknai arti kebahagiaan itu. Padahal jelas sekali keinginan manusia itu sungguh tiada batasnya, seperti tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkhotbah 5:9).
Murid-murid Kristus jemaat mula-mula harus menghadapi masalah dan penderitaan karena imannya kepada Kristus dan kegigihannya dalam memberitakan Injil. Adakalanya mereka harus menjalani sidang di Mahkamah Agama demi mempertanggungjawabkan iman mereka. Namun meski berada dalam tekanan, himpitan, ancaman dan tantangan yang teramat berat, di mana nyawa menjadi taruhannya, mereka tidak menunjukkan mimik wajah yang sedih, stres atau takut, tapi mereka tetap bergembira. Mereka bergembira bukan karena sudah disuap dengan sejumlah uang untuk tutup mulut, melainkan karena mereka telah menderita bagi Kristus dan kemajuan Injil.
"Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia." 1 Petrus 3:14
Subscribe to:
Posts (Atom)