Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Maret 2016
Baca: Lukas 14:15-24
"Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf." Lukas 14:18a
Tuhan Yesus memberikan suatu perumpamaan tentang orang-orang yang berdalih, yang memiliki 1001 alasan untuk lari dan menghindarkan diri dari panggilan Tuhan. "Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang." (ayat 16). Inilah reaksi orang-orang yang diundang untuk datang ke perjamuan besar, yaitu tidak merespons undangan tersebut dengan berbagai alasan, dalih atau kesibukan: "Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang." (ayat 18b-20).
Ladang berbicara tentang pekerjaan, bisnis atau karir; lima pasang lembu kebiri gambaran tentang kekayaan; kawin ini berkaitan dengan pasangan hidup atau keluarga. Bukankah di masa sekarang ini banyak orang menghindari panggilan Tuhan dengan alasan sibuk bekerja, meeting dengan klien atau rekan bisnis, capai karena lembur kerja. Mereka lebih memilih menghabiskan waktu untuk perkara duniawi daripada perkara-perkara rohani. Mereka lebih mengasihi uang atau hartanya daripada mengasihi Tuhan. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang rela meninggalkan Tuhan Yesus, menjual iman demi pacar atau pasangan hidup. Alkitab menyatakan, "Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya,
saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya,
anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan
akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Matius 19:30).
Jangan sampai kemewahan dan fasilitas yang dunia tawarkan membuat kita tidak bergairah lagi mengikut Tuhan. Waktu-waktu ini sudah berada di penghujung zaman, marilah kita bekerja untuk Tuhan karena banyak orang di luar sana sedang berjalan menuju kepada kebinasaan kekal. Kalau tidak sekarang, kapan lagi kita mau bersaksi?
Milikilah tekad seperti Paulus, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:22a
Thursday, March 3, 2016
Wednesday, March 2, 2016
HIDUP MANUSIA SEPERTI UAP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Maret 2016
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Manusia adalah makhluk yang terbatas kekuatan dan kemampuannya. Bukti nyata keterbatasan manusia adalah memprediksi apa yang akan terjadi. Jangankan minggu, bulan atau tahun, dalam hitungan detik, menit dan jam saja manusia tidak tahu apa yang akan terjadi didepannya. "...sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:14). Selain tidak tahu apa yang akan terjadi, manusia juga tidak tahu kapan hari kematian akan menjemput. Hidup manusia di dunia ini hanyalah seperti uap, yang sebentar ada dan berlalunya teramat cepat.
Banyak orang berpikir bahwa kematian adalah akhir segalanya. Salah besar! Setelah kematian, manusia masih akan dihadapkan pada kekekalan, baik itu kebinasaan kekal atau kehidupan kekal. Ketika seseorang hidup sembrono dan hanya disibukkan dengan segala urusan duniawi tanpa mempedulikan perkara-perkara rohani, itu adalah tanda bahwa ia menganggap remeh kekekalan setelah kematian. Padahal semua yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Keberhasilan dan kejayaan hidup semasa di dunia tidak menjamin seseorang akan berhasil dan berjaya dalam kekekalan. Apalah gunanya berlimpah harta di dunia bila kita tidak kaya (miskin) di hadapan Tuhan. Inilah yang terjadi pada diri orang kaya yang bodoh, yang lupa bahwa kematian sewaktu-waktu dapat menjemputnya. "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Jika kita menyadari bahwa hidup ini singkat kita pasti berusaha untuk hidup berkenan kepada Tuhan. Setiap hari yang kita lakukan dan perbuat adalah bagaimana kita melakukan hal-hal yang baik. "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17).
Bila kita menjalani hidup dengan hati yang takut akan Tuhan kita tidak akan takut akan hari esok, bahkan kematian pun menjadi suatu keuntungan di dalam Kristus!
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Manusia adalah makhluk yang terbatas kekuatan dan kemampuannya. Bukti nyata keterbatasan manusia adalah memprediksi apa yang akan terjadi. Jangankan minggu, bulan atau tahun, dalam hitungan detik, menit dan jam saja manusia tidak tahu apa yang akan terjadi didepannya. "...sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:14). Selain tidak tahu apa yang akan terjadi, manusia juga tidak tahu kapan hari kematian akan menjemput. Hidup manusia di dunia ini hanyalah seperti uap, yang sebentar ada dan berlalunya teramat cepat.
Banyak orang berpikir bahwa kematian adalah akhir segalanya. Salah besar! Setelah kematian, manusia masih akan dihadapkan pada kekekalan, baik itu kebinasaan kekal atau kehidupan kekal. Ketika seseorang hidup sembrono dan hanya disibukkan dengan segala urusan duniawi tanpa mempedulikan perkara-perkara rohani, itu adalah tanda bahwa ia menganggap remeh kekekalan setelah kematian. Padahal semua yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Keberhasilan dan kejayaan hidup semasa di dunia tidak menjamin seseorang akan berhasil dan berjaya dalam kekekalan. Apalah gunanya berlimpah harta di dunia bila kita tidak kaya (miskin) di hadapan Tuhan. Inilah yang terjadi pada diri orang kaya yang bodoh, yang lupa bahwa kematian sewaktu-waktu dapat menjemputnya. "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Jika kita menyadari bahwa hidup ini singkat kita pasti berusaha untuk hidup berkenan kepada Tuhan. Setiap hari yang kita lakukan dan perbuat adalah bagaimana kita melakukan hal-hal yang baik. "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17).
Bila kita menjalani hidup dengan hati yang takut akan Tuhan kita tidak akan takut akan hari esok, bahkan kematian pun menjadi suatu keuntungan di dalam Kristus!
Subscribe to:
Posts (Atom)