Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2014
Baca: Amsal 17:1-28
"Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." Amsal 17:17
Walter Winchell, seorang wartawan dan juga komentator radio kenamaan Amerika berpendapat tentang arti seorang sahabat: "Sahabat adalah seseorang yang menghampiri Anda, menemani Anda, di saat orang lain meninggalkan Anda." Artinya seorang sahabat yang sejati itu bukan hadir di kala senang saja, melainkan juga saat susah. Alkitab lebih jelas menyatakan bahwa "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu," Kualitas seorang sahabat akan teruji saat sahabatnya sedang berada di 'bawah' atau jatuh. Karena didasari oleh kasih yang tulus, seorang sahabat akan tetap berada di sisi sahabatnya di segala keadaan dan mau menerima keberadaannya secara utuh apa adanya.
Selain itu sahabat adalah orang yang tidak hanya sekedar menyenangkan hati sahabatnya semata, tetapi juga mau menegor dan ditegor, mau mengoreksi dan dikoreksi, yang kesemuanya itu demi kebaikan bersama. Tidak seperti Yudas, meski secara kasat mata mencium Yesus, namun sesungguhnya ia menikam dari belakang dan mengkhianati Dia. "Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah." (Amsal 27:6). Sikap yang ditunjukkan Yudas adalah bentuk persahabatan yang palsu, penuh kepura-puraan karena ada motivasi yang terselubung. Kasih yang tulus itu "...tidak mencari keuntungan diri sendiri." (1 Korintus 13:5). Sahabat yang sejati juga akan menjaga komitmennya untuk tidak membuka rahasia pribadi sahabatnya ke orang lain demi kepentingan diri sendiri. Kasih itu "...Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:7).
Oleh karena itu "Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib." (Amsal 17:9). Kasih yang tulus identik dengan kesetiaan! Tanpa kasih mustahil seseorang akan menunjukkan kesetiaan dengan sungguh. Itulah sebabnya "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22).
Kasih seorang sahabat tak lekang oleh waktu, penuh komitmen dan teruji kesetiaannya,; semua dilakukan bukan karena terpaksa, tapi penuh kerelaan.
Tuesday, September 30, 2014
Monday, September 29, 2014
PERSAHABATAN: Adanya Keterbukaan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2014
Baca: Amsal 27:1-27
"Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah." Amsal 27:6
Mungkin ada komentar, "Jaman sekarang ini adakah persahabatan sejati? Yang ada cuma kepentingan abadi saja!" Tidaklah gampang menemukan sahabat di jaman sekarang ini, di mana orang lebih cenderung mementingkan diri sendiri, mencintai dirinya sendiri dan "...kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12), sehingga hubungan antarindividu lebih didasarkan pada sebuah kepentingan. Akibatnya banyak orang lebih memilih menarik diri, membangun tembok-tembok di sekeliling sebagai pembatas, menyendiri dan menjadi pribadi yang tertutup. Mereka merasa enggan membuka diri, apalagi melepaskan dan mengungkapkan perasaan terdalam kepada orang lain.
Sementara untuk membangun suatu persahabatan dibutuhan tahap demi tahap dan tidak semua orang mau menempuhnya, padahal sahabat tidak dapat kita temukan secara instan. Tahapan itu dimulai dari perkenalan, saling membuka diri, lalu kesediaan untuk memberi dan menerima, berjalan dalam kebersamaan di segala situasi baik itu suka maupun duka, serta mampu memberi nilai tambah yang positif bagi kita. Secara garis besar, seorang sahabat haruslah memenuhi kriteria yang konstrufktif. Di samping itu adanya keterbukaan satu sama lain. Faktor inilah yang mempererat sebuah persahabatan. Sydney Jourard, seorang ahli jiwa, dalam bukunya yang berjudul The Transparent Self menyatakan bahwa secara alamiah kepribadian manusia itu memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan dirinya; dan apabila hal itu terhambat dan kita menutup diri terhadap orang lain, maka kita akan mengalami gangguan secara emosional.
Bagaimanapun juga suatu persahabatan dimulai karena adanya kepentingan, tapi bukan kepentingan secara sepihak atau ada motivasi terselubung, namun sebuah bentuk kerjasama yang saling terbuka, menguntungkan, memahami dan mengisi satu sama lain. Adalah gampang untuk membangun pertemanan karena bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, bahkan dalam waktu yang singkat sekalipun. Hal ini tidak berlaku untuk mencari sahabat!
Persahabatan dibangun melalui proses waktu yang diawali oleh keterbukaan satu sama lain, sebab sahabat bukanlah teman biasa!
Baca: Amsal 27:1-27
"Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah." Amsal 27:6
Mungkin ada komentar, "Jaman sekarang ini adakah persahabatan sejati? Yang ada cuma kepentingan abadi saja!" Tidaklah gampang menemukan sahabat di jaman sekarang ini, di mana orang lebih cenderung mementingkan diri sendiri, mencintai dirinya sendiri dan "...kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12), sehingga hubungan antarindividu lebih didasarkan pada sebuah kepentingan. Akibatnya banyak orang lebih memilih menarik diri, membangun tembok-tembok di sekeliling sebagai pembatas, menyendiri dan menjadi pribadi yang tertutup. Mereka merasa enggan membuka diri, apalagi melepaskan dan mengungkapkan perasaan terdalam kepada orang lain.
Sementara untuk membangun suatu persahabatan dibutuhan tahap demi tahap dan tidak semua orang mau menempuhnya, padahal sahabat tidak dapat kita temukan secara instan. Tahapan itu dimulai dari perkenalan, saling membuka diri, lalu kesediaan untuk memberi dan menerima, berjalan dalam kebersamaan di segala situasi baik itu suka maupun duka, serta mampu memberi nilai tambah yang positif bagi kita. Secara garis besar, seorang sahabat haruslah memenuhi kriteria yang konstrufktif. Di samping itu adanya keterbukaan satu sama lain. Faktor inilah yang mempererat sebuah persahabatan. Sydney Jourard, seorang ahli jiwa, dalam bukunya yang berjudul The Transparent Self menyatakan bahwa secara alamiah kepribadian manusia itu memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan dirinya; dan apabila hal itu terhambat dan kita menutup diri terhadap orang lain, maka kita akan mengalami gangguan secara emosional.
Bagaimanapun juga suatu persahabatan dimulai karena adanya kepentingan, tapi bukan kepentingan secara sepihak atau ada motivasi terselubung, namun sebuah bentuk kerjasama yang saling terbuka, menguntungkan, memahami dan mengisi satu sama lain. Adalah gampang untuk membangun pertemanan karena bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, bahkan dalam waktu yang singkat sekalipun. Hal ini tidak berlaku untuk mencari sahabat!
Persahabatan dibangun melalui proses waktu yang diawali oleh keterbukaan satu sama lain, sebab sahabat bukanlah teman biasa!
Subscribe to:
Posts (Atom)