Wednesday, July 31, 2013

DIDIKAN DAN HAJARAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2013 -

Baca:  Ayub 5:1-27

"Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa."  Ayub 5:17

Adakah seorang anak yang tidak menerima didikan dari ayahnya atau orangtuanya?  Semua pasti pernah mengalami dan merasakannya.  Karena terlalu bandelnya terkadang seorang anak sampai harus mengalami hajaran.  Dan ketika orangtua menghajar kita dengan keras, apakah itu tanda bahwa mereka membenci dan tidak mengasihi kita?  Tertulis:  "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya."  (Amsal 13:24).
 
     Orangtua jasmani mendidik dan menghajar anaknya dengan tujuan untuk kebaikan si anak itu sendiri supaya mereka tidak menjadi anak yang nakal, tapi menjadi anak yang patuh.  Begitu juga dengan kita yang berstatus sebagai anak-anak Tuhan harus mau dan rela untuk dididik, ditegur dan dihajar oleh Tuhan yang Bapa kita.  Karena itu  "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."  (Ibrani 12:5-6).  Namun yang perlu kita pahami, kata 'hajaran' ini bukanlah suatu pukulan yang didasari oleh perasaan marah atau benci, tapi mengandung arti suatu tindakan disiplin yang akan membawa kita kepada kedewasaan.  Memang untuk dapat masuk dalam didikan Tuhan ini tidaklah mudah karena kita harus menaklukkan keinginan diri sendiri, khususnya yang menyangkut kedagingan kita.  Didikan dan hajaran Tuhan itu memang sakit bagi daging kita, tapi semua itu mendatangkan kebaikan bagi kita;  hal ini membuktikan bahwa Tuhan sangat peduli dan mengasihi kita begitu rupa.  Tuhan mendidik kita supaya kita tumbuh sebagai manusia-manusia rohani dan berkarakter seperti Kristus.  Karena itu jangan marah dan kecewa jika kita sedang berada dalam didikan Tuhan, sebaliknya, tetaplah berpegang teguh pada ketetapan-ketetapanNya.

     Milikilah penyerahan diri kepada Tuhan dan mohon pimpinan Roh Kudus senantiasa, karena Dialah yang akan memampukan kita untuk melewati semuanya itu!

"Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula."  Ayub 5:18

Tuesday, July 30, 2013

MEMBANGUN RUMAH ROHANI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2013 -

Baca:  1 Korintus 3:10-23

"Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus."  1 Korintus 3:11

Ada dua dasar yang digunakan untuk membangun rumah:  batu dan pasir.  Batu berbicara tentang sesuatu yang kuat dan kokoh, sedangkan pasir tentang sesuatu yang mudah diterpa angin, berubah, bergerak.  Kita harus meletakkan dasar 'rumah' kita di atas batu karang rohani yaitu Yesus supaya rumah kita tetap kuat dan kokoh, karena di dalam Dia ada jaminan keselamatan, ada masa depan, ada harapan dan juga kepastian hidup yang kekal.

     Yesus adalah Pribadi yang tidak pernah berubah, Dia tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya  (baca  Ibrani 13:8).  Jika dasar 'rumah' kita adalah Tuhan Yesus, seberat apa pun badai persoalan melanda, rumah kita akan tetap kokoh berdiri.  Namun jika yang menjadi dasar 'rumah' kita adalah pasir (gambaran dari sesuatu yang tidak tentu, bergerak dan mudah berubah), maka ketika hujan turun, banjir datang dan angin persoalan melanda, rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.

     Dalam hidup ini jangan sekali-kali berharap dan mengandalkan uang, materi atau kekayaan karena semuanya itu tidak tentu dan bisa lenyap seketika.  Ada tertulis:  "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh;"  (Amsal 11:28).  Jangan pula membangga-banggkan kecantikan dan ketampanan karena itu bisa pudar dan lutur.  Memang, membangun rumah di atas 'batu' tidaklah mudah, melainkan susah, berat, perlu perjuangan.  Ada harga yang harus kita bayar!  Tetapi ketika angin dan badai melanda, rumah itu akan tetap bertahan.  Sebaliknya membangun di atas pasir sangatlah mudah, tetapi bila angin atau badai datang, rumah itu akan mudah hancur pula.

     Bagaimana dengan rumah rohani Saudara?  Apakah kita menjadikan Tuhan Yesus sebagai dasar dan pondasinya?  Kalau dasar atau pondasi rumah itu sudah benar, sekarang tinggal bagaimana kita membangun di atasnya.  Marilah kita membangun rumah kita dengan emas, perak dan batu permata yang adalah lambang kemurnian dan kualitas yang tahan uji.  Bukan membangunnya dengan kayu, rumput kering atau jerami yang adalah gambaran tentang perkara-perkara duniawi dan kedagingan.

"Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah."  1 korintus 3:14