Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2013 -
Baca: Hosea 10:9-15
"Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia!
Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari TUHAN,
sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan." Hosea 10:12
Masih banyak orang Kristen yang mudah sekali tersinggung dan marah ketika mendengar firman Tuhan yang keras. Lalu kita pun mogok tidak mau pergi ke gereja, atau tetap beribadah tapi kita pindah ke gereja lain. Inilah gambaran dari hati yang keras! Kita tidak mau menerima teguran! Hati yang demikian harus dibongkar dan diolah kembali, kalau tidak, meski ditaburi benih firman apa pun juga tetap saja hasilnya akan nihil, sebab firman yang mereka dengar berlalu begitu saja dan tidak tertanam di dalam hati.
Yakobus memperingatkan, "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Karena itu milikilah hati yang mau dibentuk dan jangan terus-terusan mengeluh, bersungut-sungut dan memberontak ketika mata bajak Tuhan turun untuk mengolah hidup kita. Tertulis: "Setiap harikah orang membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk menabur? Bukankah setelah meratakan tanahnya, ia menyerakkan jintan hitam dan
menebarkan jintan putih, menaruh gandum jawawut dan jelai
kehitam-hitaman dan sekoi di pinggirnya?" (Yesaya 28:24-25).
Jadi proses pembentukan dari Tuhan itu ada waktunya; selama kita mau tunduk, proses itu akan segera selesai. Bangsa Israel harus berputar-putar selama 40 tahun di padang gurun dan mengalami pembentukan keras dari Tuhan karena mereka tegar tengkuk dan selalu memberontak kepada Tuhan. Bila kita punya penyerahan diri penuh kepada Tuhan, aliran-aliran airNya (Roh Kudus) akan dicurahkan atas kita sehingga tanah hati kita menjadi lunak (gembur) dan siap untuk ditaburi benih firmanNya. Alkitab menyatakan bahwa benih "Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar
firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah
dalam ketekunan." (Lukas 8:15) dan "...setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat." (Lukas 8:8).
Hanya tanah hati yang baik yang akan menghasilkan tuaian berlipatkali ganda dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan!
Friday, May 31, 2013
Thursday, May 30, 2013
MEMBUKA TANAH BARU (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2013 -
Baca: Yeremia 4:1-4
"Bukalah bagimu tanah baru, dan janganlah menabur di tempat duri tumbuh." Yeremia 4:3
Apa yang dimaksud dengan membuka tanah baru? Menurut kita membuka tanah baru berarti membuka hutan, menebangi semua pohon yang ada serta mendongkel pangkal batang sampai akar-akarnya; setelah bersih tanah itu kita tanami dengan benih yang baru. Tapi perhatikan kebiasaan orang Israel bercocok tanam: mereka hanya diperbolehkan menggarap tanah pertaniannya selama enam tahun, dan pada tahun ketujuh tanah itu harus diistirahatkan. "Enam tahun lamanya engkau harus menaburi ladangmu, dan enam tahun lamanya engkau harus merantingi kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil tanah itu, tetapi pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu suatu sabat, masa perhentian penuh, suatu sabat bagi TUHAN. Ladangmu janganlah kautaburi dan kebun anggurmu janganlah kaurantingi." (Imamat 25:3-4). Jadi selama satu tahun tanah itu dibiarkan begitu saja tanpa dicangkul, dibajak atau pun diairi. Akibatnya? Tanah itu menjadi sangat keras dan hanya ditumbuhi oleh tanaman liar seperti ilalang dan semak duri. Karena tanahnya sudah mengeras dan dipenuhi oleh ilalang dan semak duri, benih sebaik apa pun yang ditabur tidak akan bisa tumbuh dengan baik, pada akhirnya akan mati.
Begitulah keadaan hati seseorang yang lama tidak tersentuh oleh 'mata bajak dan tidak mengalami aliran-aliran air hidup'. 'Tanah' hatinya sangat keras dan dipenuhi oleh berbagai 'belukar', ilalang dan semak duri'. Sebaik apa pun benih yang ditabur tidak akan menghasilkan tuaian sebab benih itu pasti akan mati. Keadaannya tetap kering dan gersang. Kerohaniannya tetap saja kerdil, tetap kanak-kanak dan tidak pernah bertumbuh seperti perumpamaan seorang penabur yang menaburkan benihnya: "Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati." (Lukas 8:6-7). Tentunya ini sangat mengecewakan!
Bagaimana kehidupan rohani Saudara? Jika menyadari bahwa kerohanian kita stagnan dan tidak pernah bertumbuh, itu tandanya bahwa ladang atau tanah hati kita sudah menjadi keras. Kita perlu diproses dan dibentuk kembali, jika tidak, sampai kapan pun tidak akan menghasilkan. (Bersambung)
Baca: Yeremia 4:1-4
"Bukalah bagimu tanah baru, dan janganlah menabur di tempat duri tumbuh." Yeremia 4:3
Apa yang dimaksud dengan membuka tanah baru? Menurut kita membuka tanah baru berarti membuka hutan, menebangi semua pohon yang ada serta mendongkel pangkal batang sampai akar-akarnya; setelah bersih tanah itu kita tanami dengan benih yang baru. Tapi perhatikan kebiasaan orang Israel bercocok tanam: mereka hanya diperbolehkan menggarap tanah pertaniannya selama enam tahun, dan pada tahun ketujuh tanah itu harus diistirahatkan. "Enam tahun lamanya engkau harus menaburi ladangmu, dan enam tahun lamanya engkau harus merantingi kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil tanah itu, tetapi pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu suatu sabat, masa perhentian penuh, suatu sabat bagi TUHAN. Ladangmu janganlah kautaburi dan kebun anggurmu janganlah kaurantingi." (Imamat 25:3-4). Jadi selama satu tahun tanah itu dibiarkan begitu saja tanpa dicangkul, dibajak atau pun diairi. Akibatnya? Tanah itu menjadi sangat keras dan hanya ditumbuhi oleh tanaman liar seperti ilalang dan semak duri. Karena tanahnya sudah mengeras dan dipenuhi oleh ilalang dan semak duri, benih sebaik apa pun yang ditabur tidak akan bisa tumbuh dengan baik, pada akhirnya akan mati.
Begitulah keadaan hati seseorang yang lama tidak tersentuh oleh 'mata bajak dan tidak mengalami aliran-aliran air hidup'. 'Tanah' hatinya sangat keras dan dipenuhi oleh berbagai 'belukar', ilalang dan semak duri'. Sebaik apa pun benih yang ditabur tidak akan menghasilkan tuaian sebab benih itu pasti akan mati. Keadaannya tetap kering dan gersang. Kerohaniannya tetap saja kerdil, tetap kanak-kanak dan tidak pernah bertumbuh seperti perumpamaan seorang penabur yang menaburkan benihnya: "Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati." (Lukas 8:6-7). Tentunya ini sangat mengecewakan!
Bagaimana kehidupan rohani Saudara? Jika menyadari bahwa kerohanian kita stagnan dan tidak pernah bertumbuh, itu tandanya bahwa ladang atau tanah hati kita sudah menjadi keras. Kita perlu diproses dan dibentuk kembali, jika tidak, sampai kapan pun tidak akan menghasilkan. (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)