Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2011 -
Baca: Mazmur 101:1-8
"Aku hendak memperhatikan hidup yang tidak bercela: Bilakah engkau datang kepadaku? Aku hendak hidup dalam ketutulsan di dalam rumahku." Mazmur 101:2
Pada masa ini kejahatan begitu merajalela, mulai dari percabulan, korupsi kecil hingga besar, penipuan pajak dan lainnya. Begitu marak pula selebritis yang tertangkap karena menggunakan narkoba. Uang dan popularitas telah membius mereka. Mengapa mereka menggunakan narkoba? Untuk menenggelamkan kesedihan mereka, mencari kebahagiaan, atau lari dari permasalahan hidup. Mereka sudah kehilangan identitas diri! Sebagai orang percaya yang telah ditebus dan diselamatkan, haruskah kita turut tenggelam dalam kehidupan dunia yang menyesatkan ini? Ketika norma-norma masyarakat mulai memudar, haruskah identitas kita sebagai umat pilihan Tuhan turut juga memudar dan mulai berkompromi dengan dosa seperti mereka? Justru di tengah-tengah dunia yang gelap ini "...hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Kita harus bisa mempertahankan identitas kita ini dan tetap menjaga diri supaya hidup kita membawa pengaruh yang positif bagi orang lain. Mungkinkah? Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya. Daniel, meski hidup di negeri asing yang penuh dengan kesenangan dan penyembahan berhala, tetap bertekad menjaga identitasnya sebagai orang percaya agar dirinya tetap murni, dan menolak untuk mencemakan diri dengan hidangan raja. Tertulis: "Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya." (Daniel 1:8). Daniel berani hidup berbeda dari orang lain dan mampu mempertahankan identitas rohaninya. Meski berada di tengah-tengah orang-orang dunia dia tidak turut hidup dengan cara-cara duniawi.
Contoh lain, adalah Yusuf, yang ketika hidup di Mesir tidak kehilangan identitasnya sebagai orang benar, tetap kuat menghadapi godaan isteri Potifar dan lebih memilih lari daripada harus berkompromi dengan dosa. Pemazmur pun berjuang agar hidupnya tetap berkenan kepada Tuhan. "Tiada kutaruh di depan mataku perkara dursila; perbuatan murtad aku benci, itu takkan melekat padaku. Hati yang bengkok akan menjauh dari padaku, kejahatan aku tidak mau tahu." (Mazmur 101:3-4). Ingatlah identitas kita!
Karena itu jadilah teladan dalam segala hal bagi orang-orang dunia.
Tuesday, May 31, 2011
Monday, May 30, 2011
MEMPERTAHANKAN IDENTITAS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2011 -
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib." 1 Petrus 2:9
Adalah sangat penting bagi orang percaya untuk menyadari siapa sesungguhnya kita ini di dalam Tuhan. Siapa sesungguhnya kita? Jika kita tahu jawabannya, inilah yang menjadi identitas kita.
Setiap orang pastilah memiliki latar belakang yang berbeda-beda: siapa orang tua kita, asal usul kita dari mana, atau kewarganegaraan kita apa dan sebagainya. Dalam edisi Maret lalu disampaikan bahwa setiap orang percaya memiliki kewargaan yang berbeda dari orang-orang dunia, karena kewargaan kita adalah di dalam sorga (baca Filipi 3:20). Sebagai warga Kerajaan Sorga kita memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak mudah karena kita dituntut untuk hidup menurut hukum-hukum Sorga (firman Tuhan). Karena itu kita harus berhati-hati dalam berperilaku karena setiap hari kita menghabiskan sebagian besar waktu kita bersama-sama dengan orang-orang di luar Tuhan: dengan teman sekolah, teman sekantor atau pun dengan tetangga di lingkungan tempat tinggal kita. Setiap hari kita memperhatikan dan melihat setiap tingkah laku dan juga perkataan mereka. Namun yang Tuhan kehendaki adalah kita tidak kehilangan identitas kita sebagai orang percaya, baik itu di lingkungan sekolah, tempat kerja atau pun di tengah-tengah masyarakat.
Ayat nas di atas menyatakan bahwa kita ini adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus dan umat kepunyaan Allah sendiri. Luar biasa! Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena kita sudah memperoleh anugerah dan kemurahanNya. Dikatakan: "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Jadi, "...kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah." (Galatia 4:7). Identitas baru ini kita dapatkan melalui pengorbanan Yesus di atas Kalvari; Dia telah mengangkat kita dari gelap kepada terangNya yang ajaib sehingga kita "...memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan." (Kisah 26:18). (Bersambung).
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib." 1 Petrus 2:9
Adalah sangat penting bagi orang percaya untuk menyadari siapa sesungguhnya kita ini di dalam Tuhan. Siapa sesungguhnya kita? Jika kita tahu jawabannya, inilah yang menjadi identitas kita.
Setiap orang pastilah memiliki latar belakang yang berbeda-beda: siapa orang tua kita, asal usul kita dari mana, atau kewarganegaraan kita apa dan sebagainya. Dalam edisi Maret lalu disampaikan bahwa setiap orang percaya memiliki kewargaan yang berbeda dari orang-orang dunia, karena kewargaan kita adalah di dalam sorga (baca Filipi 3:20). Sebagai warga Kerajaan Sorga kita memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak mudah karena kita dituntut untuk hidup menurut hukum-hukum Sorga (firman Tuhan). Karena itu kita harus berhati-hati dalam berperilaku karena setiap hari kita menghabiskan sebagian besar waktu kita bersama-sama dengan orang-orang di luar Tuhan: dengan teman sekolah, teman sekantor atau pun dengan tetangga di lingkungan tempat tinggal kita. Setiap hari kita memperhatikan dan melihat setiap tingkah laku dan juga perkataan mereka. Namun yang Tuhan kehendaki adalah kita tidak kehilangan identitas kita sebagai orang percaya, baik itu di lingkungan sekolah, tempat kerja atau pun di tengah-tengah masyarakat.
Ayat nas di atas menyatakan bahwa kita ini adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus dan umat kepunyaan Allah sendiri. Luar biasa! Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena kita sudah memperoleh anugerah dan kemurahanNya. Dikatakan: "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Jadi, "...kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah." (Galatia 4:7). Identitas baru ini kita dapatkan melalui pengorbanan Yesus di atas Kalvari; Dia telah mengangkat kita dari gelap kepada terangNya yang ajaib sehingga kita "...memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan." (Kisah 26:18). (Bersambung).
Subscribe to:
Posts (Atom)