Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Februari 2011 -
Baca: 1 Tawarikh 21:1-17
"Iblis bangkit melawan orang Israel dan ia membujuk Daud untuk menghitung orang Israel." 1 Tawarikh 21:1
Ketika mengalami masalah yang pelik banyak orang Kristen mulai ragu akan kuasa Tuhan dan mulai mengukur dan mereka-reka dengan pikiran dan logika. Lalu kita berkata, "Sanggupkah Tuhan menolongku? Apa Tuhan sanggup memulihkan dan memberkati usahaku? Mampukah Dia menyembuhkan sakitku?" Namun ingat, besar atau kecilnya kuasa Tuhan yang dinyatakan kepada kita tergantung dari seberapa besar atau kecilnya iman percaya kita kepadaNya. Ada tertulis: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38).
Apa yang kita dapatkan dari Tuhan sesuai dengan apa yang kita beri kepadaNya. Umumnya, seseorang akan memberikan persembahan keapda Tuhan ketika ia dalam kondisi berkelimpahan atau sedang diberkati. Padahal firmanNya mengajar kita untuk memberi tanpa melihat situasi dan kondisi, baik sedang diberkati atau ketika kita belum diberkati hendaknya kita memberikan apa yang kita miliki kepada Tuhan dengan penuh kerelaan, tidak hanya berupa materi saja, tapi dapat juga melalui tenaga, pikiran dan waktu kita. Yang pasti, Tuhan sanggup melakukan perkara-perkara besar dan ajaib!
Berhati-hatilah dalam mengukur berkat, kuasa dan kasih Tuhan. Contoh: suatu kali Daud menyuruh Yoab untuk mencoba mengukur dan menghitung-hitung berkat Tuhan, padahal Yoab tahu benar bahwa kuasa dan kekayaan Tuhan itu tak terhitung, tak terbatas besarnya. Daud juga tetap saja menghitung kekuatan tentaranya, padahal tentara yang ia miliki itu berasal dari Tuhan, bukan dari dirinya sendiri. Tak terhitung berapa kali Daud berperang melawan musuh selalu berakhir dengna kemenangan yang gemilang. Itu semua karena pertolongan dan campur tangan Tuhan, sehingga apa yang dilakukan Daud itu membuat Tuhan menjadi marah (1 Tawarikh 21:7); akhirnya Daud menyesal dan minta ampun kepada Tuhan. Berapa kali kita ditolong Tuhan di sepanjang hidup kita?
Jangan pernah meragukan kuasa Tuhan, apalagi sampai kita mengukur kuasa dan kesanggupan Tuhan itu dengan pikiran kita yang terbatas ini.
Monday, February 28, 2011
Sunday, February 27, 2011
BERSUNGUT-SUNGUT atau TETAP BERSUKACITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Februari 2011 -
Baca: Keluaran 14:1-14
"Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir?" Keluaran 14:11
Dalam kehidupan ini terkadang 'langit tampak cerah dan tak berawan', tapi ada kalaynya 'mendung dan gelap menggelayut di langit'; ada ujian dan rintangan. Namun kita harus percaya bahwa di balik 'hujan' selalu ada 'pelangi yang indah'. Bila semuanya diijinkan terjadi, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan dan membiarkan kita bergumul sendirian. Pemazmur berkata, "Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangannya." (Mazmur 37:23-24). Firman Tuhan yang kita baca hari ini mencontohkan kehidupan bangsa Israel yang tidak pernah mensyukuri kebaikan Tuhan. Hari-hari mereka dipenuhi dengan ketidakpuasan dan keluh kesah. Padahal bangsa Israel adalah bangsa yang dicintai, dikasihi dan diberkati Tuhan. Banyak mujizat yang telah mereka lihat, alami dan rasakan, namun tetap saja mereka bersungut-sungut setiap harinya, dari mulutnya tidak pernah keluar ucapan syukur. Berbagai mujizat yang terjadi ternyata tidak cukup untuk mengubah sikap hati bangsa Israel untuk tidak bersungut-sungut, tetapi justru semakin menjadi-jadi.
Ayat nas di atas menunjukkan bahwa bangsa Israel lebih senang hidup dalam perhambaan di Mesir daripada menjadi bangsa yang merdeka. Bahkan mereka pun berani melawan Tuhan dengan membuat patung anak lembu emas untuk disembah karena tidak sabar menantikan Musa (baca Keluaran 32). Bukankah kita juga sering tidak sabar menantikan pertolongan dari Tuhan, lalu kita pun bersungut-sungut dan menggerutu setiap hari. Karena persungutan, kita pun kehilangan sukacita. Kata sukacita semakin jauh dari kamus hidup kita. Perhatikanlah: sukacita itu sesungguhnya diawali dari iman yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Tidak hanya itu, Tuhan juga melengkapinya dengan pengharapan, dan pengharapan itu tidak mengecewakan (baca Roma 5:5). Karena imanlah maka segala ketakutan, kecemasan dan kekuatiran akan hilang.
Tidak selayaknya kita bersungut-sungut kepada Tuhan; seharusnya hati kita senantiasa bersukacita karena kasih dan kebaikanNya melimpah atas kita.
Baca: Keluaran 14:1-14
"Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir?" Keluaran 14:11
Dalam kehidupan ini terkadang 'langit tampak cerah dan tak berawan', tapi ada kalaynya 'mendung dan gelap menggelayut di langit'; ada ujian dan rintangan. Namun kita harus percaya bahwa di balik 'hujan' selalu ada 'pelangi yang indah'. Bila semuanya diijinkan terjadi, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan dan membiarkan kita bergumul sendirian. Pemazmur berkata, "Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangannya." (Mazmur 37:23-24). Firman Tuhan yang kita baca hari ini mencontohkan kehidupan bangsa Israel yang tidak pernah mensyukuri kebaikan Tuhan. Hari-hari mereka dipenuhi dengan ketidakpuasan dan keluh kesah. Padahal bangsa Israel adalah bangsa yang dicintai, dikasihi dan diberkati Tuhan. Banyak mujizat yang telah mereka lihat, alami dan rasakan, namun tetap saja mereka bersungut-sungut setiap harinya, dari mulutnya tidak pernah keluar ucapan syukur. Berbagai mujizat yang terjadi ternyata tidak cukup untuk mengubah sikap hati bangsa Israel untuk tidak bersungut-sungut, tetapi justru semakin menjadi-jadi.
Ayat nas di atas menunjukkan bahwa bangsa Israel lebih senang hidup dalam perhambaan di Mesir daripada menjadi bangsa yang merdeka. Bahkan mereka pun berani melawan Tuhan dengan membuat patung anak lembu emas untuk disembah karena tidak sabar menantikan Musa (baca Keluaran 32). Bukankah kita juga sering tidak sabar menantikan pertolongan dari Tuhan, lalu kita pun bersungut-sungut dan menggerutu setiap hari. Karena persungutan, kita pun kehilangan sukacita. Kata sukacita semakin jauh dari kamus hidup kita. Perhatikanlah: sukacita itu sesungguhnya diawali dari iman yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Tidak hanya itu, Tuhan juga melengkapinya dengan pengharapan, dan pengharapan itu tidak mengecewakan (baca Roma 5:5). Karena imanlah maka segala ketakutan, kecemasan dan kekuatiran akan hilang.
Tidak selayaknya kita bersungut-sungut kepada Tuhan; seharusnya hati kita senantiasa bersukacita karena kasih dan kebaikanNya melimpah atas kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)