Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2010 -
Baca: Yesaya 40:12-31
"Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?" Yesaya 40:18
Apakah yang menjadi kebanggan kita saat ini: harta, jabatan, atau kepandaian kitakah? Ingatlah, teknologi secanggih apa pun tidak mampu menjamin kita dapat luput dari masalah, bahkan bahaya yang mengancam di depan mata pun tak dapat kita hindari. Lalu ke mana kita dapat lari dan mencari tempat perlindungan yang aman? Dapatkah kita membeli rasa aman itu dengan uang? Maka dengan kata lain, segala sesuatu yang ada di dunia ini dapat lenyap dan musnah begitu saja; jika hal itu seijin Tuhan, terjadilah. Manusia mungkin bisa memperediksi keadaan cuaca dan sebagainya, namun siapakah yang dapat menanggulangi bencana yang tiba-tiba datang tanpa diduga sebelumnya? Banyak korban berjatuhan karena gempa, tanah longsor, banjir bandang, kecelakaan pesawat dan lain-lain. Dan semua itu di luar perkiraan manusia.
Tuhan berkata, "Sesungguhnya, bangsa-bangsa adalah seperti setitik air dalam timba dan dianggap seperti sebutir debu pada neraca. Sesungguhnya, pulau-pulau tidak lebih dari abu halus beratnya." (ayat 15). Dari pernyataan ayat ini terlihat betapa kecilnya manusia di mata Tuhan. Jadi sungguh tidak ada yang membuat Tuhan terpesona dari diri kita selain hati yang selalu berpaut kepadaNya, karena hanya dengan hati yang selalu berharap dan mengandalkan Tuhanlah yang membuat Dia tidak rela membiarkan kita celaka; tanganNya yang berkuasa itu selalu melindungi dan menjaga kita dari bahaya yang mengancam.
Namun masih banyak orang sering meragukan kuasa Tuhan hanya karena mereka tidak sabar menanti pertolongan Tuhan. Akibatnya mereka condong mencari pertolongan atau menerima tawaran dari dunia yang sepertinya dapat menjawab pergumulannya secara instan atau GPL (gak pake lama - prokem, red.). Mereka berpaling pada ilah-ilah lain, pranormal, suhu, benda keramat dan lain-lain. Namun apa pun dan siapa pun yang ada di dunia ini tidak ada yang sebanding dengan kuasa Tuhan! Dialah yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Tertulis: "Langit adalah takhtaKu dan bumi adalah tumpuan kakiKu;" (Yesaya 66:1a). Adalah perbuatan kurang cerdik jika masih ada orang Kristen yang mencari pertolongan selain kepada Tuhan.
Ingatlah ini: Tuhan Yesus itu sudah cukup bagi kita, karena kuasaNya tak terbatas dan tiada bandingannya.
Sunday, October 31, 2010
Saturday, October 30, 2010
IRI HATI SEORANG SAUDARA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2010 -
Baca: Lukas 15:11-32
"Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu itu untuk dia." Lukas 15:30
Dalam kitab Perjanjian Baru kita jumpai perasaan iri hati antara dua bersaudara: anak sulung iri kepada adiknya yang baru pulang dari pengembaraannya setelah menghabiskan uangnya untuk berfoya-foya. Setelah anak terhilang itu menyesal atas perbuatan dosanya, ia kembali ke rumah bapanya. Tentu saja bapa bersukacita karena mendapatkan anaknya yang terhilang kembali ke rumahnya sehingga bapa membuat suatu pesta dan menyembelih anak lembu tambun. Hal ini menimbulkan kemarahan dan iri hati dalam hati si anak sulung.
Sebagaimana Bapa Sorgawi bersukacita atas pertobatan seorang berdosa, maka seharusnya kita juga bersukacita bila ada saudara kita yang terjatuh kembali bertobat. Jangan kita memusuhi atau mengungkit kembali dosa lamanya karena dia sudah bertobat, apalagi menghakimi, itu bukan wewenang kita. Maksud anak sulung itu mungkin agar bapanya memberi hajaran kepada adinya, dengan demikian adiknya dapat merasakan derita akibat perbuatannya yang salah itu. Dalam hal ini Tuhan Yesus berkata, "Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Lukas 15:7). Perkataan Tuhan Yesus ini sungguh mengena sasaran, karena bukankah di masa kita banyak orang yang merasa dirinya benar sehingga tidak perlu bertobat dan tak lagi memerlukan Tuhan Yesus? Bila melihat ada saudara seiman yang terjatuh ke dalam dosa, lalu bertobat dan kembali duduk di gereja, seringkali kita malah bergosip dan menjadi panas hati, lalu berkata."Mengapa Tuhan tidak memberikan hukuman atau hajaran ke dia ya?"
Itu adalah sikap yang tidak benar! Dari pada kita menghakimi mereka, lebih baik kita bersikap seperti Yesus. Dengan kasihNya Ia menerima orang berdosa yang telah bertobat kembali. Tuhan Yesus berkata, "...barangsiapa yang datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang." (Yohanes 6:37).
Jika Tuhan Yesus saja tanganNya terbuka, menerima serta mengasihi orang berdosa yang telah bertobat, mengapa kita justru menolak dan memandang sinis keberadaan mereka? Bukankah kita dulu juga orang yang penuh dosa?
Baca: Lukas 15:11-32
"Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu itu untuk dia." Lukas 15:30
Dalam kitab Perjanjian Baru kita jumpai perasaan iri hati antara dua bersaudara: anak sulung iri kepada adiknya yang baru pulang dari pengembaraannya setelah menghabiskan uangnya untuk berfoya-foya. Setelah anak terhilang itu menyesal atas perbuatan dosanya, ia kembali ke rumah bapanya. Tentu saja bapa bersukacita karena mendapatkan anaknya yang terhilang kembali ke rumahnya sehingga bapa membuat suatu pesta dan menyembelih anak lembu tambun. Hal ini menimbulkan kemarahan dan iri hati dalam hati si anak sulung.
Sebagaimana Bapa Sorgawi bersukacita atas pertobatan seorang berdosa, maka seharusnya kita juga bersukacita bila ada saudara kita yang terjatuh kembali bertobat. Jangan kita memusuhi atau mengungkit kembali dosa lamanya karena dia sudah bertobat, apalagi menghakimi, itu bukan wewenang kita. Maksud anak sulung itu mungkin agar bapanya memberi hajaran kepada adinya, dengan demikian adiknya dapat merasakan derita akibat perbuatannya yang salah itu. Dalam hal ini Tuhan Yesus berkata, "Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Lukas 15:7). Perkataan Tuhan Yesus ini sungguh mengena sasaran, karena bukankah di masa kita banyak orang yang merasa dirinya benar sehingga tidak perlu bertobat dan tak lagi memerlukan Tuhan Yesus? Bila melihat ada saudara seiman yang terjatuh ke dalam dosa, lalu bertobat dan kembali duduk di gereja, seringkali kita malah bergosip dan menjadi panas hati, lalu berkata."Mengapa Tuhan tidak memberikan hukuman atau hajaran ke dia ya?"
Itu adalah sikap yang tidak benar! Dari pada kita menghakimi mereka, lebih baik kita bersikap seperti Yesus. Dengan kasihNya Ia menerima orang berdosa yang telah bertobat kembali. Tuhan Yesus berkata, "...barangsiapa yang datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang." (Yohanes 6:37).
Jika Tuhan Yesus saja tanganNya terbuka, menerima serta mengasihi orang berdosa yang telah bertobat, mengapa kita justru menolak dan memandang sinis keberadaan mereka? Bukankah kita dulu juga orang yang penuh dosa?
Subscribe to:
Posts (Atom)