Wednesday, July 31, 2019

KESALEHAN HIDUP SEBAGAI UKURAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2019

Baca:  Lukas 16:10-18

"Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah."  Lukas 16:15b

Pandangan dan penilaian dunia terhadap seseorang berbeda dengan pandangan dan penilaian Tuhan, seperti tertulis:  "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."  (1 Samuel 16:7b).  Manusia selalu meneropong segala sesuatu dari sudut luarnya, tetapi Tuhan memandang segala perkara jauh ke kedalaman hatinya.  Tuhan menilai manusia dari batinnya.  "Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin,"  (Yeremia 17:10).

     Orang-orang Kristen sendiri sering menilai sesamanya dari apa yang nampak oleh mata jasmani.  Mereka seringkali mengukur dan menilai keberhasilan seorang hamba Tuhan dari kulit luarnya.  Mereka gampang sekali membeda-bedakan hamba Tuhan  'besar'  dan  'kecil'  dari pelayanannya.  Jika pelayanan hamba Tuhan tersebut meliputi gereja-gereja besar, dengan jemaat yang dilayaninya berjumlah ratusan atau ribuan orang, atau melayani di acara KKR-KKR, mereka menyebutnya sebagai hamba Tuhan  'besar'.  Sebaliknya, walaupun ada hamba Tuhan yang benar-benar hidup taat, kudus dan setia di hadapan Tuhan, tetapi jika ia hanya melayani gereja kecil dengan jumlah jemaat yang sedikit, pelayanannya pun di daerah pinggiran kota atau pedesaan, terhadap hamba Tuhan yang demikian, mereka menyebutnya sebagai hamba Tuhan  'kecil'.

     Siapakah yang mengetahui kedalaman hati seseorang?  Kita harus ingat apa yang Kristus katakan,  "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"  (Matius 7:21-23).  Pelayanan yang tampak besar di mata manusia dengan popularitas yang membubung tinggi bukan menjadi jaminan pelayanan seorang hamba Tuhan itu berkenan di hati Tuhan.

Ketaatan dan kesalehan hidup dalam melayani itulah yang dinilai Tuhan!

Tuesday, July 30, 2019

AMBISI YANG TIDAK BENAR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2019

Baca:  Matius 23:1-12

"Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."  Matius 23:12

Setiap manusia pasti punya ambisi dalam hidupnya.  Apa itu ambisi?  Ambisi adalah keinginan atau hasrat yang kuat untuk menjadi  (memperoleh, mencapai)  sesuatu  (seperti pangkat atau kedudukan), atau melakukan sesuatu;  suatu gairah atau nafsu ingin memperoleh sesuatu di luar batas kemampuan dengan tujuan ingin mengatasi orang lain.  Kalau ambisi itu sudah melampaui kehendak Tuhan atau keluar dari kebenaran firman Tuhan, maka ambisi tersebut tidak benar, cepat atau lambat pasti akan mendatangkan kehancuran, karena biasanya di balik ambisi tersimpan hal-hal yang negatif:  tak mau kalah dari orang lain, ingin terkenal, ingin beroleh pujian dari dunia, atau ingin memperoleh kedudukan yang setinggi mungkin dengan kekuatan sendiri.

     Tuhan sungguh tak berkenan akan hal-hal yang demikian:   "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah mencarinya!"  (Yeremia 45:5a).  Ambisi yang bertujuan untuk kemegahan diri sendiri atau mencapai hal-hal yang besar bagi dirinya sendiri pasti mendatangkan dosa.  Karena orang yang mencari hal-hal yang besar bagi dirinya pasti berani melakukan tindakan-tindakan yang negatif demi mewujudkan ambisinya, menghalalkan segala cara, menempuh cara kotor, jika perlu menyingkirkan atau menjatuhkan orang lain, tak peduli itu teman atau kawan.

     Karena itu kita harus dapat membedakan antara ambisi pribadi dan kehendak Tuhan.  Kehendak Tuhan dalam diri orang percaya akan terjadi tanpa suatu ambisi, sebab kalau Tuhan merencanakan, tak seorang pun dapat menggagalkannya.  "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana."  (Amsal 19:21).  Oleh sebab itu Tuhan memperingatkan dengan keras:  "...barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan..."  (ayat nas).  Kalau kita meninggikan diri Tuhan pasti akan merendahkan kita.  Jika Tuhan yang merendahkan hidup seseorang, siapa yang sanggup menghalangi Dia?  Sebaliknya, jika Tuhan yang mengangkat hidup seseorang dan memulihkan keadaannya, tak ada kuasa mana pun yang mampu menahannya!

Berkat dan keberhasilan tak perlu dikejar dengan ambisi, asalkan kita hidup benar di hadapan Tuhan, semua itu pasti akan mengikuti.

Monday, July 29, 2019

BERLAKU FASIK KARENA HARTA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juli 2019

Baca:  Amsal 14:1-35

"Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut."  Amsal 14:27

Salah satu tanda nyata bahwa orang tidak takut akan Tuhan adalah tak mau taat melakukan kehendak Tuhan.  Itu artinya ia menganggap remeh firman Tuhan.  Ada tertulis:  "Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan."  (Amsal 13:13).  Apalagi kalau sudah hidup dalam berkat, berhasil, atau hidup mapan secara materi, ada banyak orang Kristen tidak lagi menyandarkan hidupnya kepada Tuhan, melainkan bersandar kepada harta kekayaan atau keberhasilannya.  Mereka berpikir bahwa dengan uang atau materi mereka dapat berbuat apa saja dan dapat membeli apa saja.  Tapi mereka lupa bahwa uang tak bisa membeli umur panjang.  Nyawa itu bukan berada di tangan dokter.  "Umur panjang ada di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan."  (Amsal 3:16).

     Bila Tuhan sudah memberkati hidup kita seharusnya kita semakin hidup takut akan Tuhan dan mengikuti jalan-jalan-Nya, sebab bila kita menyimpang dari jalan Tuhan dan tidak lagi menyandarkan hidup kepada Dia, bukan kebahagiaan yang kita peroleh, tapi jerat dan malapetaka.  Orang yang takut akan Tuhan pasti menemukan jalan yang penuh kebahagiaan,  "Karena Tuhanlah yang akan menjadi sandaranmu, dan akan menghindarkan kakimu dari jerat."  (Amsal 3:26).  "Jalannya adalah jalan penuh bahagia, segala jalannya sejahtera semata-mata."  (Amsal 3:17).  Kalau kita hidup takut akan Tuhan, kita akan mengalami kelimpahan berkat-Nya yang dapat dinikmati sampai anak cucu.  "Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya, tetapi kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar."  (Amsal 13:22).

     Takut akan Tuhan adalah sumber kehidupan!  Sebaliknya orang yang tamak, yang menjadikan harta sebagai  'tuan'  dalam hidupnya, pasti akan celaka.  "Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan."  (Amsal 15:16).  Berkat yang Tuhan limpahkan kepada kita janganlah membuat kita berlaku fasik, tetapi biarlah membawa kemuliaan bagi nama Tuhan.  

Berkat Tuhan seharusnya membuat kita semakin takut akan Tuhan dan mengasihi Dia lebih dan lebih lagi.

Sunday, July 28, 2019

TAKUT BERSAKSI TENTANG KRISTUS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juli 2019

Baca:  Yohanes 12:37-50

"Sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia dari pada kehormatan Allah."  Yohanes 12:43

Alkitab menegaskan bahwa ada harga yang harus dibayar sebagai pengikut Kristus.  "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."  (Matius 16:24).  Banyak orang Kristen yang melemah imannya oleh karena mereka tidak tahan dengan celaan atau kritikan karena keberadaannya sebagai pengikut Kristus.  Jujur kita akui bahwa celaan atau kritikan yang tidak sehat memang dapat meruntuhkan mental dan mematahkan semangat.  Apalagi kritikan pedas yang dilandasi oleh rasa benci dan iri, pasti sangatlah menyakitkan.

     Sekalipun dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah, tak patut kita menjadi sakit hati dan lemah, karena kita punya Roh Kudus, yang adalah Parakletos, Penolong dan Penghibur bagi kita.  Kita harus terus maju dan punya keberanian untuk bersaksi tentang Kristus dan memberitakan keselamatan kepada dunia,  "...siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,..."  (2 Timotius 4:2).  Harus diakui bahwa tak semua orang senang mendengar kesaksian tentang Kristus dan berita keselamatan itu.  Tidak sedikit dari mereka yang malah mengejek, mengolok atau menghina.  Karena tak sanggup menghadapi kritikan, celaan, hinaan, atau tekanan, akhirnya banyak yang tak mau membuka jati dirinya sebagai pengikut Kristus.  Mereka merasa malu bila harus bersaksi tentang Kristus karena kuatir reputasinya akan jatuh, takut dibenci, takut kehilangan kedudukan atau popularitas.  Alkitab menyatakan:  "Namun banyak juga di antara pemimpin yang percaya kepada-Nya, tetapi oleh karena orang-orang Farisi mereka tidak mengakuinya berterus terang, supaya mereka jangan dikucilkan."  (Yohanes 12:42-43).  

     Sebagai umat tebusan Kristus patutkah kita merasa malu bersaksi tentang kasih dan pengorbanan Kristus kepada orang lain?  Perhatikan!  "Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus."  (Markus 8:38).

"...jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu."  1 Petrus 4:16

Saturday, July 27, 2019

KEHIDUPAN LAMA: Penghalang Doa

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juli 2019

Baca:  Yesaya 59:1-21

"Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;"  Yesaya 59:1

Ketika kita belum mengenal Kristus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat, keberadaan kita tak jauh berbeda dengan orang-orang Israel yang hidup dalam perbudakan di Mesir.  Dan setelah mereka keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa, mereka dibebaskan dari perbudakan.  Sekalipun sudah keluar dari Mesir, banyak di antara mereka yang ingin kembali ke Mesir demi memenuhi keinginan dagingnya.  Mereka terus membanding-bandingkan dengan kehidupan di Mesir yang dirasa lebih menyenangkan secara daging.  Padahal di Mesir mereka menjadi  'budak'.

     Seorang Kristen yang telah ditebus oleh darah Kristus sudah seharusnya  'keluar'  meninggalkan kehidupan lamanya termasuk dosa-dosanya, dan tak patut menoleh kembali ke Mesir, yang adalah lambang kehidupan duniawi.  Sebab kita telah dipilih untuk menjadi imam-imam-Nya Tuhan, seperti yang rasul Petrus katakan,  "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan."  (1 Petrus 2:9-10).  Lalu timbul pertanyaan:  kalau kita ini adalah umat pilihan Tuhan, umat kepunyaan-Nya sendiri, dan dikasihi-Nya sedemikian rupa, mengapa banyak doa-doa kita tak memperoleh jawaban?  Mengapa Tuhan sepertinya tak mau mendengarkan doa-doa kita?

     Yang menjadi penyebab doa-doa kita dijawab Tuhan adalah karena dosa dan pelanggaran kita.  Setelah kita dikeluarkan dari kegelapan, dari perbudakan di Mesir, kita seharusnya menunjukkan kualitas hidup yang sesuai dengan panggilan Tuhan yaitu menjadi imamat rajani dan saksi-saksi-Nya di tengah dunia.  Kita tak dapat menyenangkan hati Tuhan tanpa ketaatan.  Jadi,  "...yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu."  (Yesaya 59:2).

Tinggalkan Mesir dan hiduplah sesuai dengan panggilan Tuhan, doa kita pasti didengar dan dijawab Tuhan!

Friday, July 26, 2019

INGIN MENJADI BESAR? Milikilah Hati Hamba (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2019

Baca:  Matius 20:25-28

"Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,"  Matius 20:26

Tibalah akhirnya Daud bertemu dengan raksasa dari Gat, yaitu Goliat, di medan pertempuran.  Arti nama Goliat adalah pemenggal kepala.  Teriakan Goliat menebarkan intimidasi, kecemasan dan ketakutan.  Kehadiran Goliat benar-benar menimbulkan ketakutan yang luar biasa di antara orang-orang Israel, termasuk raja Saul.  Dengan mengandalkan Tuhan dan bermodalkan tongkat, batu licin dan umban, Daud berani menghadapi raksasa itu.  "...Daud mengalahkan orang Filistin itu dengan umban dan batu; ia mengalahkan orang Filistin itu dan membunuhnya, tanpa pedang di tangan."  (1 Samuel 17:50).  Keberhasilan Daud mengalahkan Goliat akhirnya menimbulkan rasa benci dan iri hati dalam diri Saul, karena orang-orang mengelu-elukan Daud  (1 Samuel 18:7-9).  Berbagai cara Saul lakukan untuk membunuh Daud, tapi selalu gagal dan gagal.

     Meski Saul berlaku jahat terhadap dirinya dan berulangkali berniat membunuhnya, Daud tetap menghormati dia sebagai pemegang otoritas yang Tuhan taruh di atasnya.  Di sinilah Daud sedang diuji integritas hidupnya!  Bahkan sekalipun beberapa kali mendapatkan peluang untuk membunuh Saul, hal itu tidak dilakukan Daud.  Ia menolak untuk menjamah Saul karena ia mengerti arti tunduk kepada otoritas  (1 Samuel 24:7).  Daud tidak menggunakan  'aji mumpung'  atau jalan pintas untuk bisa mencapai puncak.  Ia tetap sabar menunggu waktu Tuhan dan dengan setia mengikuti proses yang harus dijalaninya.  Adalah mudah untuk menundukkan diri kepada pemimpin yang baik dan menyukakan hati kita.  Namun, ketika dihadapkan pada pimpinan yang jahat?   Apa pun keadaannya kita harus tetap menundukkan diri pada otoritas.  Dengan Daud menghormati Saul sebagai pemegang otoritas di atasnya, sebenarnya Daud sedang menghormati Tuhan yang memberikan otoritas itu kepada Saul.

     Pada akhirnya Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya!  Setelah lulus ujian Daud mengalami penggenapan janji Tuhan.  Alkitab menyatakan:  "Di Hebron ia memerintah atas Yehuda tujuh tahun enam bulan, dan di Yerusalem ia memerintah tiga puluh tiga tahun atas seluruh Israel dan Yehuda."  (2 Samuel 5:5).

Karena setia dan punya hati hamba, Tuhan mengangkat hidup Daud!

Thursday, July 25, 2019

INGIN MENJADI BESAR? Miliki Hati Hamba (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2019

Baca:  1 Samuel 16:1-23

"Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan pergilah. Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagi-Ku."  1 Samuel 16:1b

Daud, yang namanya berarti yang dicintai atau dikasihi adalah orang yang begitu setia mengerjakan tugas apa pun yang dipercayakan kepadanya, sekalipun tugas itu dipandang orang merupakan tugas yang kecil dan sepele, yaitu menggembalakan kambing domba yang jumlahnya hanya dua tiga ekor saja.  Tanpa keluh kesah dan persungutan Daud mengerjakan tugas itu dengan penuh kesetiaan.  Takkan mudah mendapati orang yang benar-benar setia, seperti ada tertulis:  "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?"  (Amsal 20:6).

     Tuhan melihat dan sangat memperhatikan kesetiaan Daud ini!  Kesetiaannya dalam mengerjakan perkara-perkara kecil akhirnya membuka jalan bagi Daud untuk beroleh kepercayaan dari Tuhan mengerjakan perkara-perkara yang jauh lebih besar.  "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."  (Lukas 16:10).  Setelah Saul ditolak Tuhan sebagai raja atas Israel karena ketidaktaatannya, yaitu menyelamatkan Agag, raja orang Amalek dan juga ternak mereka yang terbaik dan tambun, yang tidak ditumpasnya  (1 Samuel 15:8-9), Tuhan pun memiliki rencana besar atas diri Daud.  Tuhan memilih, mempersiapkan, dan mengurapi Daud menjadi raja untuk menggantikan Saul.

     Setelah menerima pengurapan dari Samuel, seperti tertulis:  "Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud."  (1 Samuel 16:13), Daud tidak secara langsung memerintah sebagai raja di Israel.  Daud tetap harus melewati proses demi proses, ujian  'kehambaan' pun harus dijalaninya yaitu menjadi pelayan di istana Saul.  Ia merendahkan dirinya dan datang kepada Saul yang saat itu masih memegang otoritas tertinggi dan melayani dia sebagai pembawa senjata.  "Demikianlah Daud sampai kepada Saul dan menjadi pelayannya. Saul sangat mengasihinya, dan ia menjadi pembawa senjatanya."  (1 Samuel 16:21).

Wednesday, July 24, 2019

USAHA YANG TAK MEMBAWA HASIL

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2019

Baca:  Hagai 1:1-4

"Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya."  Hagai 1:9a

Kita pasti pernah mengalami suatu fase di dalam kehidupan ini, di mana segala usaha dan kerjakeras yang kita lakukan tak membawa hasil, selalu saja gagal dan gagal.  Kalau ia petani, segala benih yang ditanamnya tak menghasilkan panenan karena diserang oleh hama.  Kalau ia peternak, kambing, domba lembu dan sapi yang selama ini dirawat dan dipelihara sedemikian rupa juga tak menghasilkan apa-apa, ternak yang bakal beranak pada keguguran.  Kalau ia seorang pengusaha atau pedagang atau usahawa, bisnis usaha yang dikelolanya mengalami kerugian, tokonya sepi pembeli.  Akhirnya timbul rasa kecewa dan sedih, tapi mereka tak pernah mencari tahu akar permasalahannya atau apa yang menjadi penyebab semuanya menjadi gagal.  Tidak sedikit dari mereka yang malah menyalahkan Tuhan!
     
     Apa yang firman Tuhan katakan?  "Perhatikanlah keadaanmu! Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang!"  (Hagai 1:5b-6).  Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri, adakah hal-hal yang tidak beres di dalam hidup kita yang membuat  'pintu'  berkat itu serasa tertutup.  Perhatikan ibadahmu!  Perhatikan jam-jam doamu!  Perhatikan pelayananmu!  Apakah Saudara sudah mengutamakan Tuhan?  "Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN."  (Hagai 1:8).

     Naik ke gunung, membawa kayu dan membangun Rumah ini berbicara tentang mengerjakan perkara-perkara rohani, membangun kehidupan doa dan mempersembahkan hidup kita sebagai ibadah yang sejati  (Roma 12:1).  Kalau kita ingin melihat kemuliaan Tuhan dinyatakan dalam hidup ini, pintu-pintu berkat dibukakan bagi kita, maka kita harus mencari Tuhan dan kebenaran-Nya terlebih dahulu  (Matius 6:33).

Kehidupan yang tak benar hanya akan menyumbat berkat,  "Itulah sebabnya langit menahan embunnya dan bumi menahan hasilnya,"  Hagai 1:10

Tuesday, July 23, 2019

SELALU DALAM PENGAWASAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2019

Baca:  Mazmur 32:1-11

"Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau."  Mazmur 32:9

Rasa iba dan kasihan di dalam hati kita pastilah timbul ketika kita melihat seekor kuda yang dikekang dan diberi tali les melalui mulutnya.  Tetapi, itulah jalan satu-satunya untuk mengendalikan kuda agar jalannya tetap lurus dan taat kepada kehendak tuannya.  Demikian juga dengan kita, Tuhan akan memimpin dan menunjukkan jalan yang harus kita tempuh.  Mata Tuhan terus dan selalu mengawasi kita, apakah jalan yang kita tempuh seturut kehendak-Nya, selalu taat dalam sepanjang jalan hidup kita.  Karena itu, melalui Roh Kudus-Nya, Tuhan akan selalu berbicara dengan lembut dan penuh kasih untuk menasihati, menegur dan mengingatkan kita ketika jalan kita mulai melenceng dan keluar dari jalur-Nya.  Dalam hal ini dibutuhkan kepekaan terhadap getaran Roh Kudus dan tak perlu kita diperlakukan seperti kuda atau bagal.

     Dalam perjalanan hidup ini kita seringkali berlaku seperti kuda yang terkadang bersifat garang, liar, suka memberontak dan ingin melepaskan diri dari pimpinan Roh Kudus, karena merasa terkekang, dibatasi, dan tidak bebas.  Kita ingin menempuh jalan menurut keinginan diri sendiri.  Saat itulah Tuhan terpaksa berlaku keras kepada kita agar kita tidak semakin terjerumus ke jalan yang sesat.  "Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu."  (Mazmur 32:8).  Kita tak dapat lari dari pengawasan Tuhan, sebab  "TUHAN memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediaman-Nya Ia menilik semua penduduk bumi. Dia yang membentuk hati mereka sekalian, yang memperhatikan segala pekerjaan mereka."  (Mazmur 33:13-15).

     Apabila jalan yang kita tempuh terasa mulus seringkali kita lupa diri dan merasa diri mampu tanpa harus bergantung kepada pimpinan Tuhan.  "Seorang raja tidak akan selamat oleh besarnya kuasa; seorang pahlawan tidak akan tertolong oleh besarnya kekuatan. Kuda adalah harapan sia-sia untuk mencapai kemenangan, yang sekalipun besar ketangkasannya tidak dapat memberi keluputan."  (Mazmur 33:16-17).

Tunduklah dalam pimpinan Tuhan, karena Dia tahu yang terbaik untuk hidup kita!

Monday, July 22, 2019

TAK PERLU IRI MELIHAT ORANG FASIK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2019

Baca:  Mazmur 37:1-40

"Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia; jangan marah karena orang yang berhasil dalam hidupnya, karena orang yang melakukan tipu daya."  Mazmur 37:7

Melihat orang fasik berhasil dalam hidupnya dan tinggal dalam kenyamanan, sedikit banyak pasti timbul pertanyaan dan juga rasa kesal, marah dan iri.  "Mengapa orang fasik hidupnya serasa mujur dan tak punya masalah, sedangkan aku yang mengikuti Tuhan dengan sungguh-sungguh seringkali malang?"  Perhatikan firman Tuhan ini:  "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan."  (Mazmur 37:8).  Jangan sekali-kali menganggap Tuhan itu tidak adil, lalu kita memrotes Dia.  Apa yang dinikmati oleh orang fasik itu sifatnya hanya sementara, dan perbuatannya yang fasik akan mendatangkan jerat bagi mereka sendiri.  "Karena sedikit waktu lagi, maka lenyaplah orang fasik; jika engkau memperhatikan tempatnya, maka ia sudah tidak ada lagi."  (Mazmur 37:10).  Tak perlu marah dan iri terhadap mereka.

     Sebagai anak-anak Tuhan kita berhak menikmati berkat-berkat Tuhan asalkan kita tetap sabar dan berdiam diri menanti-nantikan Dia, bukan terus mengomel, bersungut-sungut dan mengeluh, sebab  "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya..."  (Pengkhotbah 3:11a).  Firman Tuhan memerintahkan kita untuk berhenti marah dan meninggalkan panas hati, karena kemarahan dan panas hati justru akan memunculkan pikiran dan niat yang jahat.  Tak perlu merasa iri kepada orang-orang yang berlaku jahat atau berlaku curang,  "sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau."  (Mazmur 37:2).  Bagaimana seharusnya orang percaya bersikap?  "Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;"  (Mazmur 37:3-5).

     Jalan terbaik mencapai keberhasilan hidup ialah bertekun mengerjakan bagian kita, sesulit apa pun keadaannya,  "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan, tetapi kata-kata belaka mendatangkan kekurangan saja."  (Amsal 14:23).

"TUHAN mengetahui hari-hari orang yang saleh, dan milik pusaka mereka akan tetap selama-lamanya;"  Mazmur 37:18

Sunday, July 21, 2019

BERBELAS KASIH KEPADA ORANG YANG LEMAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2019

Baca:  Imamat 25:1-22

"Janganlah kamu merugikan satu sama lain, tetapi engkau harus takut akan Allahmu, sebab Akulah TUHAN,..."  Imamat 25:17

Sudah menjadi hal yang biasa bila orang-orang yang kaya, menurut ukuran dunia ini, memandang rendah orang-orang yang lemah dan miskin.  Itulah dunia yang selalu melihat apa yang terlihat secara kasat mata!  Berbeda dengan Tuhan yang selalu melihat hati.  Tuhan begitu mengasihi dan berbelas kasihan terhadap umat-Nya yang lemah tak berdaya, tak dipandang remeh,  "Sebab bukan untuk seterusnya orang miskin dilupakan, bukan untuk selamanya hilang harapan orang sengsara."  (Mazmur 9:19), dan  "orang miskin dibentengi-Nya terhadap penindasan,"  (Mazmur 107:41).

     Oleh sebab itu Tuhan berbicara kepada Musa ketika ia berada di gunung Sinai, memerintahkan bangsa Israel untuk tidak saling merugikan dan harus takut akan Tuhan.  Tetapi sifat manusia sejak dari zaman dahulu sampai sekarang ini tidak pernah berubah.  Orang-orang kaya bertindak semena-mena terhadapa mereka yang miskin;  karena merasa punya uang atau bisa membayar atau membeli tenaga, orang kaya memperdaya mereka yang miskin papa.  Yang kuat secara ekonomi menindas mereka yang lemah.  Perbuatan-perbuatan semacam ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dunia, tapi banyak juga orang-orang yang mengaku diri sebagai orang percaya juga berlaku demikian.  Kehidupan yang mencerminkan sifat Kristus hanya terjadi saat berada di ruangan gedung gereja.  Saat berada di dalam rumah, di tempat pekerjaan, di dunia perdagangan atau bisnis, mereka menunjukkan sifat aslinya yaitu tak punya belas kasihan.

     Tuhan berfirman,  "Apabila kamu menjual sesuatu kepada sesamamu atau membeli dari padanya, janganlah kamu merugikan satu sama lain."  (Imamat 25:14).  Bukankah sudah lazim bila orang kaya menekan orang miskin dalam praktik perdagangan?  Majikan-majikan ibu rumah tangga menekan para asisten rumah tangga sedemikian rupa dengan pekerjaan yang tak mengenal waktu, dengan upah yang serendah mungkin?  Seperti itukah sikap seorang pengikut Kristus?  Orang yang takut akan Tuhan pasti takkan melakukan tindakan demikian, yaitu menekan orang yang miskin atau yang lemah.

"Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu."  Amsal 19:17