Monday, July 31, 2017

DI DALAM KRISTUS HANYA ADA 'YA'

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2017

Baca:  2 Korintus 1:12-24

"Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan 'Amin' untuk memuliakan Allah."  2 Korintus 1:20

Kebimbangan adalah salah satu faktor penghalang untuk memperoleh apa yang Tuhan janjikan, selain dosa.  Yakobus menulis:  "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan."  (Yakobus 1:6-7).  Selama kita membiarkan kebimbangan menari-nari di hati dan pikiran jangan pernah berharap bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan dari Tuhan.

     Tuhan Yesus menegaskan,  "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya."  (Markus 11:23).  Bila kita ingin melihat dan mengalami perkara-perkara yang dahsyat dinyatakan di dalam kita, jauhkan segala kebimbangan, dan taruhlah selalu kata 'ya' dalam hati.  Masih ada orang Kristen yang menganggap bahwa janji-janji Tuhan itu bohong alias palsu, karena mereka sudah sekian tahun lamanya mengikut Tuhan tapi hidupnya tidak mengalami perubahan yang berarti.  Bagaimana dan mengapa janji-janji firman Tuhan tidak tergenapi dalam hidupnya?  Karena dalam hati dan pikiran  ada  'ya'  dan  'tidak'.  'Ya dan tidak'  sama sekali tak dapat digabungkan, sama seperti terang dan gelap,  "...bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?"  (2 Korintus 6:14).

     Bila kita berdoa meminta sesuatu kepada Tuhan, kita harus yakin dan membayangkan bahwa kita sudah menerimanya.  "...apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu."  (Markus 11:24).  Mengapa demikian?  Sebab  "...di dalam Dia hanya ada 'ya'."  (2 Korintus 1:19), dan  "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?"  (Bilangan 23:19).  Karena itu pegang kebenaran firman Tuhan ini, dan percayalah bahwa cepat atau lambat janji-Nya pasti digenapi.

"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah."  Mazmur 12:7

Sunday, July 30, 2017

TUHAN MENYEDIAKAN SEGALA SESUATU BAGI KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2017

Baca:  Yesaya 64:1-12

"Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian."  Yesaya 64:4

Ada kalanya orang-orang Kristen mengalami kemunduran iman, semangat mengiring Tuhan meredup.  Apa sebab?  Doa-doa mereka belum dijawab Tuhan!  Sementara mereka melihat orang yang tidak sungguh-sungguh dalam Tuhan kebutuhannya sepertinya selalu tersedia.  Benarkah Tuhan tidak melakukan sesuatu bagi umat-Nya?

     Tidak semua perkara dapat dilihat manusia akan apa yang Tuhan sediakan bagi orang yang tekun menanti-nantikan Dia, sebab ada tertulis:  "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini."  (Ulangan 29:29).  "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  (1 Korintus 2:9).  Ada yang mempelajari Alkitab sedemikian rupa dengan tujuan ingin memperoleh hidup kekal dan mendapatkan apa yang diinginkan.  Sekalipun mereka memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang Alkitab, namun jika tidak datang kepada Yesus, pengetahuannya tidak dapat menolong.  "Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu."  (Yohanes 5:39-40).

     Jika Saudara ingin diselamatkan dan memiliki hidup kekal hanya ada satu pilihan, yakni datang kepada Tuhan Yesus dan percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat, sebab  "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  (Kisah 4:12).  Meski tidak ada mata yang melihat atau telinga yang mendengar, percayalah Tuhan telah sediakan segala sesuatu bagi orang yang tekun menanti-nantikan dan mengasihi-Nya.

Semua orang yang menantikan Tuhan takkan mendapat malu!  Mazmur 25:3

Saturday, July 29, 2017

STATUS BOLEH BERUBAH, HATI TETAP TERJAGA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juli 2017

Baca:  Amsal 30:1-14

"Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku."  Amsal 30:9

Tak bisa dipungkiri perubahan status sosial atau tingkat ekonomi seseorang seringkali mempengaruhi sikap hati dan gaya hidupnya.  Ketika orang masih hidup dengan segala kesederhanaan tidak banyak hal yang ia tuntut dalam kehidupannya.  Seberapa pun berkat yang diterima, dari hati tetap keluar ucapan syukur seperti yang rasul Paulus katakan,  "...aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan."  (Filipi 4:11), dan bahkan dapat berkata,  "Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah."  (1 Timotius 6:8).  Dalam situasi itu kehidupan rohaninya dapat terjaga dengan baik.  Berdoa dan membaca Alkitab dilakukan secara tekun, jam-jam ibadah tak pernah ditinggalkan, dan bahkan tampak giat melayani pekerjaan Tuhan.

     Seiring dengan berjalannya waktu, ketika doa-doanya beroleh jawaban dari Tuhan sehingga hidupnya dipulihkan dan terberkati secara materi, tanpa sadar perubahan pun terjadi.  Gaya hidup dan sikap hati berubah secara drastis!  Suami semakin disibukkan dengan kegiatan-kegiatan di kantor yang memaksanya untuk pulang selalu terlambat, isteri mulai mencari kesibukan lain untuk mengusir rasa sepi di rumah.  Dampaknya:  anak menjadi kurang perhatian dan memberontak.  Kehidupan rohani pun terkena imbasnya:  saat teduh  (berdoa dan baca Alkitab)  tidak lagi dianggap penting, pertemuan-pertemuan ibadah sering ditinggalkan, dan akhirnya persekutuan dengan Tuhan pun menjadi renggang.  Mengapa?  Mereka merasa tidak lagi membutuhkan Tuhan, karena apa yang dibutuhkan telah tersedia sehingga tak perlu lagi bergumul dalam doa dengan deraian air mata.  Ternyata bukan hanya saat dalam kekurangan orang bisa meninggalkan Tuhan, tapi dalam keadaan keadaan terberkati ada banyak orang meninggalkan Tuhan karena terlena, takabur atau lupa diri.

     Kelimpahan materi dan berkat bisa menjadi celah bagi Iblis untuk menjerat hidup seseorang, kemudian ia mencondongkan hatinya kepada harta dan tidak lagi tertuju kepada Tuhan.

"Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?"  Galatia 3:3

Friday, July 28, 2017

MENGAPA HATIMU GELISAH?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juli 2017

Baca:  Mazmur 43:1-5

"Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!"  Mazmur 43:5

Rasa gelisah adalah perasaan yang dialami semua orang.  Itu adalah hal yang wajar.  Gelisah bisa diartikan rasa tidak tenteram, suasana hati yang selalu merasa khawatir, tidur tidak tenang, tidak sabar dalam hal menanti.  Jika memperhatikan situasi akhir-akhir ini tidaklah mengherankan banyak orang hidup dalam kegelisahan.  Jika terjadi hujan lebat orang-orang di bantaran sungai diliputi kegelisahan karena takut banjir melanda, pun mereka yang tinggal di lereng-lereng gunung yang rawan longsor.  Bukan hanya itu, para isteri hatinya selalu diliputi rasa gelisah ketika melihat suaminya sering terlambat pulang dari kantor tanpa ada alasan yang jelas.  Sungguh benar yang Ayub katakan,  "Manusia yang lahir dari perempuan, singkat umurnya dan penuh kegelisahan."  (Ayub 14:1).

     Kegelisahan hebat juga pernah dialami oleh murid-murid ketika mendengar bahwa Gurunya akan pergi meninggalkan mereka, padahal Tuhan Yesus tidak mengatakan bahwa Ia pergi dan takkan kembali, melainkan Ia akan pergi dan segera kembali.  Melihat hal itu berkatalah Tuhan kepada mereka,  "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku...  Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada."  (Yohanes 14:1-3).  Tuhan Yesus telah memberi solusi untuk kita terbebas dari rasa gelisah yaitu percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.

     Apakah Saudara saat ini sedang dalam kegelisahan karena masalah berat yang menekan?  Segeralah datang kepada Tuhan Yesus dan percayalah kepada-Nya karena Dia adalah jalan dan kebenaran dan hidup  (baca  Yohanes 14:6).  Ketika bertemu dengan Tuhan Yesus seorang perempuan Samaria mengalami pemulihan hidup karena ia telah menemukan jawaban dan jalan keluar dari pergumulan yang selama ini ia cari.  Dan kepada Lazarus, Tuhan Yesus telah membuktikan bahwa Ia adalah Sumber hidup.

Kegelisahan takkan melanda jika kita benar-benar menyerahkan semua permasalahan hidup kepada Tuhan dan percaya kepada-Nya!

Thursday, July 27, 2017

MEMBERI PERSEMBAHAN: Perwujudan Kasih

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juli 2017

Baca:  2 Korintus 8:1-15

"Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan."  2 Korintus 8:13

Kehidupan Kristen selalu identik dengan kasih, dan perwujudan kasih adalah sebuah pemberian atau persembahan.  Semakin kita bertumbuh dewasa secara rohani semakin kita mengerti bagaimana seharusnya kita mengasihi Tuhan dan memuliakan nama-Nya.  Mengasihi Tuhan perlu ada bukti, bukan sekedar kata-kata hampa, yaitu melalui persembahan:  "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati."  (Roma 12:1).  Orang yang mengasihi Tuhan pasti tidak akan pernah hitung-hitungan dengan hartanya, waktunya, tenaganya, talentanya, dan bahkan seluruh hidupnya.

     Tingkat pemberian persembahan pertama dan wajib adalah persepuluhan.  "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan."  (Maleakhi 3:10).  Semua orang percaya, tanpa terkecuali, wajib memberi persepuluhan.  Persepuluhan itu milik Tuhan dan wajib dikembalikan kepada-Nya, karena Dia adalah Pemilik segala sesuatu dan Pemberi segala kasih karunia.  Orang yang menolak untuk mengembalikan persepuluhan berarti telah menipu dan mencuri milik Tuhan.  "Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: 'Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?' Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus!"  (Maleakhi 3:8).

     Selanjutnya adalah persembahan khusus.  Ini adalah pemberian persembahan di luar persepuluhan, yang harus diberikan secara sukarela, sukacita dan tanpa paksaan.  "...jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu."  (2 Korintus 8:12).  Kita memberi persembahan khusus sebagai rasa syukur atas kebaikan Tuhan, untuk menolong orang lain yang kekurangan, atau mendukung pekerjaan Tuhan.

"Berilah dan kamu akan diberi...  Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."  Lukas 6:38

Wednesday, July 26, 2017

HATI YANG BENAR: Menunjang Keberhasilan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2017

Baca:  Mazmur 127:1-5

"Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga."  Mazmur 127:1

Keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang mendukung.  Diawali dari sebuah impian atau cita-cita, ketekunan, kesungguhan, kerja keras, kecakapan khusus, sikap yang tidak mudah putus asa, orang-orang di sekitarnya dan masih banyak lagi.  Namun semua ini tidak akan berarti apa-apa tanpa campur tangan Tuhan.

     Salomo, yang adalah anak Daud dan juga raja, mengakui hal ini  (ayat nas).  Karena itu dibutuhkan sebuah hati yang penuh penyerahan diri kepada Tuhan, hati yang senantiasa melekat kepada-Nya, dan hati yang senantiasa selaras dengan kehendak Tuhan, itulah yang akan menuntun seseorang kepada sebuah pencapaian cita-cita, impian dan harapan.  Jika Tuhan menyelidiki bumi untuk mencari pemimpin, Ia tidak mencari orang dengan kriteria-kriteria jasmaniah sebagaimana manusia biasa memilih dan menilai sesamanya,  "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia."  (2 Tawarikh 16:9a).  Kalau kita memilih dan menilai seseorang dari apa yang terlihat secara kasat mata kita pasti akan kecewa, karena apa yang tampak dari luar bisa mengelabui dan menipu.  Saat Tuhan mencari pemimpin Ia hanya mencari orang-orang yang memenuhi kriteria-Nya, yang memiliki kualitas tertentu, seperti Ia temukan dalam diri Daud, raja Israel.  "Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka. Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku."  (Kisah 13:22).

     Kualitas pertama yang Tuhan lihat dalam diri Daud adalah hatinya.  Hati Daud senantiasa melekat kepada Tuhan, artinya hidupnya berkenan kepada Tuhan dan senantiasa taat melakukan kehendak-Nya.  Tuhan mencari orang-orang yang hatinya senantiasa berpaut kepada-Nya, hati yang terbebas dari segala bentuk kejahatan.

"...sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita."  1 Tawarikh 28:9

Tuesday, July 25, 2017

TANAH KANAAN SEBAGAI KASIH KARUNIA TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2017

Baca:  Bilangan 33:50-56

"Haruslah kamu menduduki negeri itu dan diam di sana, sebab kepadamulah Kuberikan negeri itu untuk diduduki."  Bilangan 33:53

Ketika itu orang-orang Israel sudah berada di dataran Moab, di tepi sungai Yordan dekat Yerikho, itu artinya tinggal sedikit waktu lagi mereka akan memasuki tanah Kanaan.  Kanaan adalah tempat atau lokasi yang dijanjikan Tuhan untuk diberikan kepada Abraham dan keturunannya, atau disebut Tanah Perjanjian.  "Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan menjadi Allah mereka."  (Kejadian 17:8);  suatu negeri yang baik dan luas, serta berlimpah-limpah susu dan madunya  (baca  Keluaran 3:8).  Mungkin ini adalah sukacita terbesar yang dirasakan oleh umat Israel, setelah kurang lebih 40 tahun lamanya mereka harus menempuh perjalanan berputar-putar di padang gurun.

     Sebelum memasuki Kanaan ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dan dipersiapkan, sebab ada bangsa lain yang menempati Kanaan, yang penduduknya adalah penyembah berhala.  Karena itu Tuhan memerintahkan untuk menghalau semua penduduk, membinasakan segala patung tuangan dan memusnahkan bukit-bukit penyembahan berhala  (Bilangan 33:52).  Mengapa?  Karena  "...mereka akan menjadi seperti selumbar di matamu dan seperti duri yang menusuk lambungmu, dan mereka akan menyesatkan kamu di negeri yang kamu diami itu."  (Bilangan 33:55);  artinya bangsa yang ada di Kanaan kalau tidak ditumpas, cepat atau lambat, akan membawa pengaruh negatif dan menjadi jerat bagi bangsa Israel sendiri, terutama dalam hal ibadah, sebab orang-orang di Kanaan menyembah kepada dewa-dewa  (berhala).  Ini sangat berbahaya!  "...karena TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu."  (Keluaran 34:14).

     Kunci untuk mengalami berkat-berkat Tuhan adalah harus membuang semua dosa dan segala hal yang menghalangi kita untuk beribadah kepada-Nya.  Setelah itu barulah bangsa Israel bisa menduduki negeri itu dan diam di sana.  Menduduki berarti bukan sekedar menempati, tetapi juga mengelola, mengupayakan, mengembangkan potensi yang ada, serta mempertahankan sedemikian rupa.

Janji Tuhan pasti akan digenapi, asalkan kita hidup taat melakukan kehendak-Nya!

Monday, July 24, 2017

MENCEGAH LEBIH BAIK DARIPADA MENGOBATI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2017

Baca:  1 Tesalonika 5:1-11

"karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam."  1 Tesalonika 5:2

Semua orang tahu bahwa orang yang mabuk adalah orang yang dalam keadaan tidak sadar.  Biasanya orang yang hidupnya suka bermabuk-mabukan memiliki kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang semata-mata bertujuan memuaskan hawa nafsu kedagingan:  melakukan seks sebelum menikah, selingkuh, mengkonsumsi obat-obat terlarang atau perbuatan-perbuatan jahat lainnya.  Sekarang ini banyak orang secara tidak sadar sedang hanyut dalam  'kemabukan':  tanpa sadar menyimpan kebencian, sakit hati, dendam, iri hati, dengki dan sebagainya.  Inilah hidup dalam kemabukan, yang sesungguhnya hanya mengantarkan seseorang kepada kehancuran.

     Jadi kita harus senantiasa menjaga jalan hidup kita.  "Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan."  (Amsal 4:26-27).  Jalan hidup kita perlu dijaga supaya arah yang hendak dituju tidak salah, sebab  "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut."  (Amsal 14:12).  Dalam dunia ini banyak jalan yang sedang dirancang oleh Iblis untuk menjatuhkan kita sebagai anak-anak terang.  Ada pun jalan yang dirancang Iblis itu terasa sangat mudah untuk dilalui, menyenangkan daging dan tanpa ada harga yang harus dibayar, namun jalan itu penuh dengan jebakan yang sangat mematikan,  "...karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;"  (Matius 7:13).

     Hal penting lain adalah kita harus menjaga mata dan lidah kita.  "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu."  (Matius 6:22-23).  Mata kita tercipta bukan untuk memandang hal-hal negatif dan yang bersifat duniawi yang membawa kepada kehancuran, tetapi dicipta untuk memandang hal-hal yang positif dan bertujuan memuliakan Tuhan.  Kita juga harus bijak dalam memfungsikan lidah kita, sebab  "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya."  (Amsal 18:21).

"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,"  Efesus 5:15

Sunday, July 23, 2017

MENCEGAH LEBIH BAIK DARIPADA MENGOBATI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2017

Baca:  Lukas 21:34-38

"Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia."  Lukas 21:36

Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati, yang bisa diartikan melakukan pencegahan atau berjaga-jaga terlebih dahulu untuk mengantisipasi atau menghindari kemungkinan yang lebih buruk terjadi.  Prinsip ini bisa diterapkan di segala bidang kehidupan, bukan hanya berkenaan dengan sakit-penyakit yang datangnya tidak terduga dan sewaktu-waktu bisa menyerang semua manusia.  Solusinya adalah melakukan pencegahan.  Jangan sampai ketika  'musuh'  datang kita baru sibuk mencari senjata untuk melawan.  Terlambat sedikit, fatal akibatnya!

     Dalam hidup ini pun adalah lebih baik berjaga-jaga atau mempersiapkan segala sesuatu sebaik mungkin daripada harus melakukan perbaikan atas kegagalan-kegagalan yang telah terjadi, yang tentunya akan lebih sulit.  Tuhan Yesus pun telah memperingatkan kita untuk selalu berjaga-jaga sambil berdoa agar kita tidak jatuh ke dalam pencobaan  (baca  Matius 26:41).  Mengapa kita harus berjaga-jaga?  Karena  "...Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8).  Iblis selalu mencari celah dan memanfaatkan kelengahan kita.  Jika kita tidak berjaga-jaga sambil berdoa, kita akan menjadi sasaran empuknya!  Dunia ini penuh dengan godaan dan pencobaan  (keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup - 1 Yohanes 2:16).  Jika iman tidak teguh kita akan mudah terbawa arus yang ada.  "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus."  (Ibrani 2:1).

     Rasul Paulus menasihati,  "Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati."  (Roma 13:13).  Mengapa?  Karena  "...kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar."  (1 Tesalonika 5:5-6).  Sebagai anak-anak terang kita harus menjaga diri supaya tidak larut dalam pesta pora dan kemabukan!  (Bersambung)

Saturday, July 22, 2017

MENJADI YANG TERBAIK DI BIDANGNYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2017

Baca:  Pengkhotbah 9:1-12

"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi."  Pengkhotbah 9:10

Ayat nas ini merupakan pernyataan raja Salomo, seorang raja yang secara lahiriah memiliki apa saja yang menjadi dambaan semua manusia:  hikmah, kedudukan, kekayaan, kemashyuran.  Berdasarkan pengalaman hidupnya terungkap sudah bahwa kunci untuk meraih keberhasilan adalah menjadi yang terbaik dalam apa pun yang dikerjakannya.

     Menjadi yang terbaik adalah kerinduan Tuhan bagi setiap orang percaya.  Ini terwakili melalui pekerjaan tukang periuk dan tanah liat.  "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."  (Yeremia 18:4).  Juga melalui perumpamaan tentang talenta, di mana si tuan menghendaki setiap hamba, yang beroleh masing-masing lima, dua dan satu talenta, melakukan yang terbaik supaya talentanya itu mengalami pelipatgandaan  (baca  Matius 25:14-30).

     Sesungguhnya nasib semua orang adalah sama  (baca  Pengkhotbah 9:2-3), karena Tuhan tidak pernah membeda-bedakan manusia.  Apa yang akhirnya membedakan dari masing-masing orang?  Yang membedakan adalah kecakapannya dalam mengerjakan sesuatu dan iman yang dimiliki.  Inilah yang kurang disadari semua orang!  "Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina."  (Amsal 22:29).  Hidup ini adalah kesempatan untuk menjadi yang terbaik, karena itu jangan pernah kita menyia-nyiakan kesempatan yang ada,  "...karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi."  (ayat nas).

     Tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak menjadi yang terbaik, karena Tuhan dan kuasa-Nya senantiasa menyertainya.  Sehebat apa pun manusia jika tanpa penyertaan Tuhan ia tidak bisa berbuat apa-apa, sebab  "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan,"  (Efesus 3:20).

Ingin menjadi yang terbaik?  "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  Kolose 3:23

Friday, July 21, 2017

SETIALAH MULAI DARI PERKARA KECIL

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2017

Baca:  Lukas 16:10-18

"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar."  Lukas 16:10a

Banyak orang seringkali memusatkan perhatian atau hanya terfokus kepada hal-hal yang besar, sampai-sampai ia melupakan, meremehkan dan menyepelekan hal-hal yang kecil atau sederhana.  Padahal untuk bisa sampai kepada perkara-perkara yang besar kita harus mulai dari hal-hal yang kecil.  Untuk bisa mencapai puncak gunung kita harus mulai pendakian dari bawah atau melewati lembah dan lereng terlebih dahulu.  Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa perjalanan seribu mil selalu dimulai dari langkah pertama.

     Coba tanyakan kepada orang-orang yang berhasil, baik itu berhasil dalam pekerjaan ataupun pelayanan, mereka juga memulai segala sesuatunya dari nol, tidak langsung berada di top level.  Di zaman sekarang ini orang maunya berhasil secara instan, terkenal secara instan, atau kaya secara instan, tak peduli meski harus menempuh cara yang tidak halal.  Ketika melamar pekerjaan, orang maunya diposisikan di tempat teratas, tidak mau merintis dari bawah;  kalau pekerjaan tidak sesuai dengan ijazah, mereka tidak mau.  Begitu pula dalam hal melayani pekerjaan Tuhan, tidak sedikit orang Kristen yang pilih-pilih pelayanan.  Baru mau melayani jika ditempatkan di posisi depan, dilihat banyak orang, di posisi strategis.  Kalau hanya sebagai pendoa syafaat, pembesuk, apalagi hanya jadi tukang sapu lantai gereja, pelayanan itu pasti akan ditolak secara mentah-mentah, takut pamornya turun.

     Sebelum kita layak untuk menerima sebuah kepercayaan yang lebih, mau tidak mau, kita harus terlebih dahulu melewati proses dari bawah.  Kita tidak secara tiba-tiba berada di puncak.  Ada ujian kesetiaan, ujian ketekunan dan ujian kesabaran dalam melakukan perkara-perkara kecil.  Bahkan, adakalanya kita harus melewati pengalaman pahit atau situasi sulit yang sangat menyakitkan secara daging, namun kita tidak boleh menyerah begitu saja, kita harus terus melangkah dan tetap mengerjakan apa yang menjadi bagian kita, tanpa ada sungut-sungut.  Ini adalah modal untuk beroleh kepercayaan lebih!

"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela,"  Mazmur 18:26

Thursday, July 20, 2017

TUHAN ADALAH TEMPAT PENGUNGSIAN KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2017

Baca:  Yesaya 31:1-9

"Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN."  Yesaya 31:1

Sekarang ini tingkat kegelisahan dan stres manusia meningkat secara drastis.  Salah satu faktor penyebabnya adalah keadaan yang sukar:  perekonomian semakin tidak stabil, harga-harga kebutuhan hidup melangit, tingkat pengangguran tinggi;  ditambah lagi dengan keadaan negeri ini yang dipenuhi goncangan-goncangan:  bencana alam terjadi di mana-mana, banjir bandang, angin puting beliung, dan juga tanah longsor;  belum lagi goncangan politik belakangan ini.  Masalah, musibah atau bencana acapkali datang tiba-tiba dan tak seorang pun tahu apa yang terjadi di kemudian hari!  Karena itu  "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu."  (Amsal 27:1).

     Adakah yang bisa kita banggakan dari dunia ini?  Uang, harta benda, pangkat dan semua yang bersumber dari dunia tak bisa diandalkan dan tak bisa dijadikan tempat pengungsian yang aman.  Bersyukur kita memiliki Tuhan sebagai satu-satunya Penolong yang bisa kita harapkan.  Meminta pertolongan ke Mesir  (gambaran dunia)  mengandalkan kuda-kuda, kereta atau pasukan berkuda adalah sia-sia belaka.  Tetapi orang yang menyandarkan harapannya kepada Tuhan pasti akan beroleh pertolongan dan bahkan terberkati:  "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!"  (Yeremia 17:7).  Walaupun dunia dipenuhi dengan krisis dan goncangan, orang yang senantiasa mengandalkan Tuhan akan tetap terpelihara dan terjaga hidupnya, karena Tuhan adalah sumber berkat dan benteng perlindungan.

     Di tengah kelaparan hebat melanda, janda Sarfat hanya punya segenggam tepung dan sedikit minyak dalam buli-buli.  Secara logika ia tidak memiliki harapan, tetapi ketika taat kepada perintah Tuhan tiada perkara yang mustahil.  Tuhan sanggup memberkati dan memulihkan keadaannya dengan berlipat kali ganda!

"Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu."  Mazmur 91:7

Wednesday, July 19, 2017

DUNIA PENUH DENGAN KEKERASAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2017

Baca:  Yohanes 18:1-11

"Kata Yesus kepada Petrus: 'Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?'"  Yohanes 18:11

Untuk menang orang-orang dunia akan menggunakan segala cara, jika perlu dengan kekerasan disertai ancaman, menjegal, menindas, bahkan  'memangsa'  sesamanya, seperti istilah homo homini lupus  (manusia adalah serigala bagi manusia lainnya)  yang telah ada sejak tahun 195 SM, dicetuskan oleh Plautus dalam karyanya berjudul  "Asanaria".  Mereka juga berprinsip setiap kejahatan harus di balas dengan kejahatan yang setimpal, atau malah lebih kejam.

     Tetapi firman Tuhan mengajarkan:  "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum!... Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!"  (Roma 12:17, 18, 20, 21).  Karena itulah Yesus dengan tegas berkata kepada Petrus,  "Sarungkan pedangmu itu;"  (ayat nas).  Teguran ini mungkin membuat Petrus kecewa.  Ingin membela Tuhan Yesus tetapi justru ia dimarahi-Nya dan diperintahkan menyarungkan pedangnya;  bermaksud membela Guru namun ia justru disalahkan, dan serasa dipermalukan di depan orang banyak.  Pernyataan Tuhan Yesus ini menunjukkan bahwa Dia sangat anti kekerasan.  Sampai kapan pun kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah, sebaliknya justru semakin memperburuk masalah, berakibat hal-hal negatif, menciptakan pemberontakan yang berujung malapetaka.  "Orang yang menggunakan kekerasan menyesatkan sesamanya, dan membawa dia di jalan yang tidak baik."  (Amsal 16:29).  Tuhan Yesus sangat anti kekerasan, tetapi Dia adalah Tuhan yang sangat tegas tanpa kompromi.

     Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kekerasan harus dihadapi dengan kasih.  Meski dunia dipenuhi kejahatan dan kekerasan, orang percaya dituntut tetap mempraktekkan kasih, karena Tuhan tidak pernah mengajarkan kita melakukan pembalasan.  Pembalasan adalah hak Tuhan  (Roma 12:19).

"TUHAN menguji orang benar dan orang fasik, dan Ia membenci orang yang mencintai kekerasan."  Mazmur 11:5

Tuesday, July 18, 2017

DUNIA PENUH DENGAN KEKERASAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2017

Baca:  Matius 26:47-56

"Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang."  Matius 26:52

Kalau kita perhatikan hari-hari ini dunia semakin hari semakin dipenuhi dengan kekerasan.  Moral manusia semakin mengalami kemerosotan!  Surat kabar dan juga televisi selalu memunculkan berita baru tentang tindak kejahatan atau berita-berita tentang kriminalitas setiap hari, mulai dari pembunuhan, perampokan, pencurian, pemerkosaan, pelecehan dan sebagainya.  Ada ibu tega menganiaya dan bahkan membunuh bayinya sendiri;  karena rebutan warisan saudara kandung bisa saling membunuh;  ayah tega memperkosa anak kandungnya;  ada pula anak tega menjebloskan orangtuanya sendiri ke dalam penjara karena silau dengan harta.  Kekerasan telah menjadi warna kelam kehidupan ini, dan tanpa terasa dunia telah berubah menjadi hutan rimba yang sangat menakutkan!

     Sungguh benar apa yang tertulis di Alkitab bahwa pada masa-masa akhir  "Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah."  (2 Timotius 3:2-4), dan  "...karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."  (Matius 24:12).

     Di tengah dunia yang keras ini, di mana krisis kasih melanda semua orang dan terjadi di mana-mana, orang percaya justru dituntut untuk memiliki kehidupan yang berbeda yaitu menyatakan kasih kepada sesama.  Mengapa?  Karena Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi kita.  "Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita."  (1 Yohanes 4:10).  "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."  (1 Yohanes 4:8).  Jika dunia berprinsip bahwa kekerasan adalah solusi terbaik untuk setiap permasalahan, Alkitab justru mengajarkan prinsip yang berbeda.  (Bersambung)

Monday, July 17, 2017

DENDAM MEMBARA DI HATI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2017

Baca:  Imamat 19:17-18

"Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN."  Imamat 19:18

Ketika disakiti, dijahati atau diperlakukan secara tidak adil oleh orang lain naluriah kita cenderung untuk melakukan pembalasan atau menyimpan dendam di hati, yang sewaktu-waktu  -ketika timing sudah tepat-  akan dilampiaskan.

     Sebagai orang percaya layakkah kita  'memelihara'  dendam?  Mendendam adalah pelanggaran terhadap firman Tuhan.  Dendam berarti menyimpan akar pahit, sakit hati dan juga kebencian terhadap orang lain!  "Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia."  (Imamat 19:17).  Orang yang mendendam pasti memiliki hati yang tidak bersih, biasanya pikirannya akan dipenuhi dengan rencana-rencana jahat.  Semakin kita mendendam semakin kita dibawa kepada tindakan jahat lainnya.  Ini seperti mata rantai yang saling terhubung antara perilaku buruk yang satu kepada perilaku buruk lainnya.

     Memiliki dendam terhadap orang lain sama artinya belum bisa mengampuni kesalahan orang lain.  Alkitab menegaskan bahwa jika kita tidak mau mengampuni orang lain, maka Bapa di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan kita  (baca  Matius 6:14-15);  artinya dendam hanya akan menghalangi hubungan kita dengan Tuhan, termasuk menghalangi doa-doa kita.  Daud berkata,  "Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar."  (Mazmur 66:18).  Dendam tidak pernah membawa kepada kebaikan, sebaliknya hanya akan membuat hidup menderita.  Rasul Paulus menasihati,  "Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian."  (Kolose 3:13).

"...janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan."  Roma 12:19

Sunday, July 16, 2017

DENDAM MEMBARA DI HATI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2017

Baca:  Kejadian 27:41-46

"Esau menaruh dendam kepada Yakub karena berkat yang telah diberikan oleh ayahnya kepadanya, lalu ia berkata kepada dirinya sendiri: 'Hari-hari berkabung karena kematian ayahku itu tidak akan lama lagi; pada waktu itulah Yakub, adikku, akan kubunuh.'"  Kejadian 27:41

Esau adalah anak sulung dari Ishak dan Ribka, yang ketika lahir seluruh tubuhnya berbulu seperti jubah dan berwarna merah  (baca  Kejadian 25:25).  Ia pandai berburu dan kesenangannya tinggal di padang.  Ishak sangat mengasihi Esau karena Ishak suka makan daging buruannya.

     Keputusan Esau untuk menjual hak kesulungannya kepada Yakub  (adiknya)  adalah awal petaka baginya sebab ia harus kehilangan berkat sebagai anak sulung;  peristiwa ini sekaligus menguatkan legitimasi Yakub sebagai tuan atas Esau.  Karena telah menganggap remeh hal berharga yang seharusnya menjadi bagiannya, Esau harus menanggung akibatnya.  Penyesalan pun tiada guna!  Sejak saat itu  "Esau menaruh dendam kepada Yakub karena berkat yang telah diberikan oleh ayahnya kepadanya,"  (ayat nas).  Kata dendam memiliki arti:  berkeinginan keras untuk membalas  (kejahatan dan sebagainya).  Benih dendam Esau ini akhirnya mengakar sampai kepada keturunannya yang lebih dikenal sebagai orang-orang Edom.  Begitu hebatnya dampak negatif dari sebuah akar pahit yang bahkan menurun sampai pada keturunan-keturunan berikutnya.  Akhirnya Tuhan pun menjatuhkan hukuman atas mereka karena dendamnya yang kesumat dan perlakuan jahat mereka terhadap umat Israel.  "Oleh karena Edom membalaskan dendam kesumat terhadap kaum Yehuda dan membuat kesalahan besar dengan melakukan pembalasan terhadap mereka, oleh sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH, Aku akan mengacungkan tangan-Ku melawan Edom dan melenyapkan dari padanya manusia dan binatang dan Aku membuatnya menjadi reruntuhan; dari Teman sampai Dedan mereka akan mati rebah oleh pedang."  (Yehezkiel 25:12-13).

     Melalui kisah Esau dan keturunannya ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa dendam itu sangat berbahaya dan berdampak sangat buruk!  Dendam hanya menimbulkan akar pahit dan dapat menghasilkan tindakan-tindakan jahat.  Tuhan sangat membenci orang-orang yang memiliki dendam kesumat terhadap sesamanya!  (Bersambung)

Saturday, July 15, 2017

JIWA-JIWA: Berharga Di Mata Tuhan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2017

Baca:  1 Korintus 9:15-23

"Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya."  1 Korintus 9:23

Dengan segala tipu dayanya Iblis terus berjalan keliling seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya  (baca  1 Petrus 5:8), dengan menawarkan segala kenikmatan dan kemewahan dunia ini supaya manusia kian terlena dengan hal-hal yang duniawi, sehingga tujuannya untuk menyesatkan jiwa-jiwa tercapai.  Melihat jiwa-jiwa yang terhilang dan sedang berjalan menuju kepada kebinasaan, akankah kita bersikap masa bodoh?  Jika Tuhan begitu mengasihi dan memperdulikan jiwa-jiwa yang terhilang  (orang berdosa), masakan kita tidak punya hati yang terbeban bagi mereka?

     Kebanyakan orang tidak mengerti betapa pentingnya jiwa-jiwa bagi Tuhan, sehingga mereka bersikap seperti orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang bersungut-sungut ketika melihat Tuhan Yesus makan bersama-sama dengan orang berdosa  (baca  Lukas 15:2).  Ketika ada jemaat Tuhan yang mulai undur dari persekutuan, ketika melihat orang-orang di sekitar hidup dalam dosa, banyak dari kita termasuk para pelayan Tuhan justru bersikap acuh, dan tidak sedikit yang menghakimi.  Kita tidak berbuat sesuatu agar mereka dapat kembali kepada Tuhan dan diselamatkan.  Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita dipanggil untuk melakukan sebuah tugas yang mulia yaitu menjangkau jiwa-jiwa yang terhilang.

     Untuk bisa mengerjakan panggilan Tuhan ini kuncinya adalah  'hati hamba'.  Tanpa memiliki hati hamba tak mudah bagi orang untuk mengasihi jiwa-jiwa!  Rasul Paulus merespons panggilan Tuhan untuk melayani jiwa-jiwa!  Rasul Paulus merespons panggian Tuhan untuk melayani jiwa-jiwa dan menjadi hamba dari semua orang.  "Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang."  (1 Korintus 9:19), dan bertekad  "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."  (Filipi 1:22a).  Salah satu buah yang dihasilkan adalah buah jiwa-jiwa!  "...sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."  (Matius 20:28), kita pun dipanggil untuk melayani jiwa-jiwa!

Gembalakanlah kawanan domba, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela!

Friday, July 14, 2017

JIWA-JIWA: Berharga Di Mata Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2017

Baca:  Lukas 15:1-7

"Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?"  Lukas 15:4

Perumpamaan tentang domba yang hilang yang kita baca ini juga memiliki kesamaan makna dengan perumpamaan-perumpamaan lain di pasal ini:  tentang dirham yang hilang  (Lukas 15:8-10), dan juga anak yang hilang  (Lukas 15:11-32).  Kesemuanya ini menunjukkan betapa pentingnya  'jiwa-jiwa'  bagi Tuhan!

     Tuhan sangat mengasihi jiwa-jiwa, dan di pemandangan mata-Nya jiwa-jiwa itu sangat berharga:  "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu."  (Yesaya 43:4).  Tuhan tidak menghendaki satu jiwa pun terhilang dan mengalami kebinasaan kekal.  "...Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat."  (2 Petrus 3:9).  Karena kasih-Nya Bapa mengutus Putera-Nya datang ke dunia dengan sebuah misi:  "...Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."  (Lukas 19:10).  Jika ada satu jiwa saja yang bertobat,  "...ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."  (Lukas 15:7).

     Dunia saat ini adalah dunia yang sangat  'duniawi', artinya dunia sedang dipenuhi segala hal yang bersifat kedagingan.  Uang, harta, kekayaan, kemewahan, pangkat/kedudukan, popularitas, kepuasan seks dan sebagainya sedang dicari dan dikejar oleh banyak orang, karena semua itu dianggapnya sebagai sesuatu yang paling penting dan terutama dalam hidup ini.  Perselingkuhan, seks bebas, narkoba, melakukan berbagai tindak kejahatan kini tidak lagi menjadi hal yang ditakutkan.  Bahkan banyak orang sudah tidak lagi merasa sungkan atau malu untuk melakukannya.  Bagi mereka yang penting adalah keinginan dagingnya terpuaskan!  Mereka tidak lagi memikirkan keselamatan jiwanya.  Apa gunanya orang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya atau jiwanya terhilang?  (Bersambung)

Thursday, July 13, 2017

ROH KUDUS MEMBERI KEKUATAN DAN KARUNIA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2017

Baca:  1 Korintus 12:4-11

"Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya."  1 Korintus 12:11

Ketika kita tunduk dalam pimpinan Roh Kudus maka Ia akan melimpahkan kekuatan kepada kita sehingga kita dimampukan untuk menghadapi segala sesuatunya.  Walau harus dihadapkan pada tantangan, ujian, masalah dan penderitaan, rasul Paulus mampu melewatinya, bukan karena ia kuat, tapi  "...kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa."  (2 Korintus 4:7-9).  Inilah peranan Roh Kudus sebagai penolong dalam kehidupan orang percaya sebagaimana yang dikatakan Tuhan Yesus sebelum ia naik ke sorga.  "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya,"  (Yohanes 14:16).  Selama kita hidup dalam pimpinan Roh kudus berarti ada satu kuasa yang menyertai, menjaga dan melindungi kita.

     Bukan hanya itu, semakin kita tunduk dalam pimpinan Roh Kudus semakin Ia akan memberikan kepada kita karunia-karunia rohani sebagai bekal untuk kita melayani pekerjaan Tuhan.  Dengan demikian pekerjaan Tuhan itu berada di atas bahu semua orang percaya yang telah menerima karunia Roh Kudus:  satu, dua atau lima talenta  (baca:  Matius 25:15).  Artinya ada  'kadar'  atau  'ukuran'  anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita menurut ketentuan Tuhan sendiri.  "Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita."  (Roma 12:6).  Dan karunia apa yang diberikan kepada kita, itu juga tergantung dari kehendak Tuhan  (ayat nas).

     Rasul Paulus menasihati agar kita senantiasa mengobarkan karunia yang Tuhan beri  (2 Timotius 1:6)  dan memiliki roh yang menyala dalam melayani Tuhan  (Roma 12:11).  Alkitab menyatakan barangsiapa setia melayani Tuhan dengan kasih, mahkota kemuliaan telah disediakan Tuhan baginya  (baca  1 Petrus 5:4).

Tanpa kekuatan dan kemampuan yang Roh Kudus beri, kita ini nothing!

Wednesday, July 12, 2017

ROH KUDUS MENGAJAR KITA BERDOA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2017

Baca:  Roma 8:26-30

"Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan."  Roma 8:26

Semua orang pasti akan menyanggah dengan keras jika dikatakan tidak bisa berdoa, karena kita menganggap bahwa berdoa adalah suatu perkara yang mudah.  Benarkah demikian?  Berdoa adalah hal yang sulit dilakukan bagi banyak orang Kristen yang tidak memiliki persekutuan yang karib dengan Roh Kudus.  Doa itu bukan sekedar menghafalkan atau membaca tulisan, tetapi doa yang benar harus lahir dari kedalaman hati kita.  Jiwa, roh dan perasaan kita berada dalam satu aliran yang sama jika Roh Kudus menggerakkan dan memimpin kita dalam doa.

     Alkitab menyatakan bahwa kita dapat berdoa dengan akal dan juga berdoa dengan roh.  Hal itu dimungkinkan jika kita mau dipimpin Roh Kudus, sebab kedua cara berdoa ini adalah pekerjaan Roh Kudus.  Rasul Paulus berkata,  "Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku."  (1 Korintus 14:14-15).  Roh Kudus itulah yang membawa kita kontak dengan Bapa di sorga, sebab Ia adalah Roh doa.  Sesudah ada kontak barulah kita berdoa dan menyatakan isi hati kita kepada Tuhan.  Berdoa itu berbicara dengan Tuhan dari hati ke hati, memandang Tuhan dengan mata iman dan menyampaikan segala permintaan kita.  Inilah kunci kehidupan doa orang percaya!

     Tuhan Yesus berkata,  "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah."  (Matius 5:8).  Hati memiliki peranan sangat penting dalam hidup seseorang, sebab  "...dari hati timbul segala pikiran jahat,"  (Matius 15:19).  Hati yang suci berarti hati yang terbebas dari segala kejahatan.  Inilah modal bagi seseorang untuk dapat  'melihat'  Bapa, dan orang yang dapat melihat Bapa berarti ia berkesempatan untuk berkata-kata atau berbicara dengan-Nya.  Namun  "Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar."  (Mazmur 66:18).

Hanya oleh pertolongan Roh Kudus kita dapat berdoa dengan tiada berkeputusan!

Tuesday, July 11, 2017

TUNDUK DALAM PIMPINAN ROH KUDUS (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2017

Baca:  Yehezkiel 47:1-12

"Sekali lagi ia mengukur seribu hasta lagi, sekarang air itu sudah menjadi sungai, di mana aku tidak dapat berjalan lagi, sebab air itu sudah meninggi sehingga orang dapat berenang, suatu sungai yang tidak dapat diseberangi lagi."  Yehezkiel 47:5

Pembacaan firman hari ini mengisahkan tentang aliran sungai.  Ada sungai yang mengalir dengan ketinggian mulai dari sepergelangan kaki, lutut, pinggang, dan sampai menjadi sungai.  Pada waktu hanya sampai sepergelangan kaki, lutut ataupun pinggang, orang masih bisa melawan arusnya.  Tetapi ketika air sudah semakin meninggi orang tidak dapat berjalan lagi, apalagi sampai melawan arus, melainkan harus mengikuti aliran sungai itu.

     Ini adalah gambaran perjalanan hidup orang percaya!  Ada pun sasaran hidup orang percaya adalah  "...mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala."  (Efesus 4:13-15).  Kalau kita ingin sampai ke level itu  (sesuai sasaran), mau tidak mau kita harus mengikuti aliran kuasa Roh Kudus.  Namun masih banyak orang Kristen yang tak mau masuk ke dalam aliran  'sungai'  Tuhan ini.  Mereka memilih menjalani hidup sekehendak hati.  Selama kita masih mengeraskan hati, tidak mau tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, kerohanian kita takkan bisa bertumbuh, sebaliknya akan mengalami kemunduran.

     Ketika kita mengikuti pimpinan Roh Kudus terkadang kita dibawa kepada suatu keadaan yang tidak mengenakkan secara daging, bertentangan dengan logika, dan tantangan serasa semakin berat, namun bila kita taat seperti Abraham meski tidak tahu kemana Roh Tuhan akan menuntunnya  (baca  Ibrani 11:8)  maka kita akan dibawa kepada rencana-Nya yang indah.  Seberat apa pun tantangannya kita pasti mampu melewatinya,  "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."  (2 Timotius 1:7).

Dalam pimpinan Roh Kudus kita dibawa kepada rencana-Nya yang indah!  Karena itu jangan berontak.

Monday, July 10, 2017

TUNDUK DALAM PIMPINAN ROH KUDUS (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2017

Baca:  Galatia 5:16-26

"Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,"  Galatia 5:25

Menjadi orang Kristen tidaklah cukup hanya percaya kepada Tuhan Yesus, beribadah ke gereja, atau turut terlibat dalam pelayanan... tapi kita harus mau hidup dipimpin Roh Kudus.  Kalau tidak, kita akan berjalan dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri, dan selama kita mengandalkan kekuatan sendiri kita pasti akan gagal dalam menjalani hidup kekristenan kita.  Penting sekali kita memberi diri untuk dipimpin Roh Kudus, artinya dengan sadar kita menundukkan diri pada kehendak Tuhan.

     Bagaimana kita tahu bahwa kita sedang dipimpin Roh Kudus?  Yaitu ketika kita memulai hari dengan doa dan menerapkan firman Tuhan dalam hidup sehari-hari, sebab salah satu pekerjaan Roh Kudus adalah  "...mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu."  (Yohanes 14:26).  Hidup dalam pimpinan Roh Kudus berarti kita bersedia dikoreksi, ditegur dan diarahkan apabila langkah kita mulai menyimpang dari firman Tuhan.  Setiap orang pasti punya banyak kelemahan, tapi ketika kita memberi diri untuk dipimpin Roh Kudus maka Ia akan berkarya di dalam kita dan memberi kita kekuatan untuk menghadapi segala sesuatu.  Ada saat-saat di mana kita merasa sudah kehilangan akal dalam menghadapi masalah, bahkan mengalami jalan buntu, tetapi kalau kita selalu berada dalam pimpinan Roh Kudus, maka kita akan dapat mengerti jalan mana yang harus kita tempuh atau keputusan apa yang harus diambil, karena Roh Kudus adalah Counselor, Penasihat Ajaib, yang dengan suara lembut berbicara kepada kita dan memberi jalan keluar untuk masalah yang kita hadapi.  Tuhan berfirman,  "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna."  (2 Korintus 12:9).

     Semakin hidup dipimpin Roh Kudus semakin kita memiliki kepekaan rohani,  "...pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  (Ibrani 5:14).  Inilah yang membawa kedewasaan rohani!  Artinya kehidupan rohani kita akan terus mengalami pertumbuhan apabila kita tunduk dalam pimpinan Roh Kudus.  Karena itu berikanlah keleluasaan gerak kepada Roh Kudus untuk memimpin hidup kita!

"Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,"  Galatia 5:25

Sunday, July 9, 2017

ADA RENCANA TUHAN DI SETIAP PERKARA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2017

Baca:  Lukas 1:5-25

"Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang."  Lukas 1:25

Pada zaman dahulu kemandulan dianggap sebagai aib.  Masyarakat menganggap bahwa wanita yang tidak memiliki keturunan alias mandul pastilah mempunyai hal yang tidak beres dalam dirinya.  Karena itu kemandulan menjadi masalah terbesar bagi semua wanita, sebab hal ini menyangkut harga diri dan tanda ketidaksempurnaan.  Akibatnya wanita yang mandul pasti akan merasa rendah diri, tidak berharga, mengalami penolakan di mana-mana, dan bahkan dikucilkan;  dan lebih menyakitkan lagi kemandulan seringkali dijadikan alasan oleh para suami untuk berbuat semena-mena terhadap isteri, selingkuh, atau bahkan menikah lagi dengan wanita lain.

     Elisabet adalah salah satu wanita yang tercatat di Alkitab yang mengalami masalah ini, tapi kemandulannya bukan karena ada sesuatu yang tidak beres, ada aib atau dosa yang diperbuatnya... Bukan!  Sebab Elisabet, isteri dari seorang imam yang bernama Zakharia,  "Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat."  (ayat 6).  Melihat fakta ini tidak selayaknya orang tergesa-gesa untuk menghakimi, mencari-cari kesalahan, memojokkan, atau mencela.  Sudah menjadi rahasia umum, ketika orang sedang tertimpa musibah atau masalah, banyak orang langsung berpikir bahwa orang itu telah berbuat dosa.  Tidak selalu demikian!  Adakalanya Tuhan mengijinkan hal itu terjadi karena Tuhan punya rencana di balik masalah yang ada.  Kemandulan yang dialami Elisabet adalah bagian dari rencana Tuhan atas hidupnya.  "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."  (Roma 8:28).

     Dari sisi Elisabet, kita bisa belajar tentang ketegaran hati, tidak mudah kecewa dan berputus asa, serta tidak berubah sikap hati, meski dihadapkan pada situasi sulit.  Bahkan ia tetap mampu menjaga kualitas hidupnya dengan berlaku benar di hadapan Tuhan tanpa cacat cela.  Ketaatan Elisabet mendatangkan upah:  ia mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki  (Lukas 1:57), dan anak itu adalah Yohanes Pembaptis.

Adakah yang mustahil bagi Tuhan?  Tidak ada rencana-Nya yang gagal.