Wednesday, February 28, 2018

JANGAN BANGKITKAN MURKA TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Februari 2018

Baca:  Yesaya 5:25-30

"Sebab itu bangkitlah murka TUHAN terhadap umat-Nya, diacungkan-Nya tangan-Nya terhadap mereka dan dipukul-Nya mereka; gunung-gunung akan gemetar, dan mayat-mayat mereka akan seperti kotoran di tengah jalan."  Yesaya 5:25

Selain berlimpah kasih setia, Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang adil.  Inilah sisi lain yang seringkali dengan sengaja diabaikan dan disepelekan oleh kebanyakan orang Kristen.  Dalam kasih setia-Nya Tuhan menganugerahkan keselamatan dan pengampunan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya.  Tetapi dalam keadilan-Nya Tuhan perlu sekali mendidik umat-Nya, dan salah satu bentuk didikan Tuhan adalah hajaran.  "...Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya."  (Ibrani 12:10).  Jadi Tuhan menghajar kita bukan untuk membinasakan, tetapi bertujuan untuk mengembalikan kita pada rancangan-Nya yang semula.

     Karena itu jangan sekali-kali kita membangkitkan murka Tuhan!  Kata murka berarti marah besar, kemarahan yang meluap-luap.  Pertanyaannya:  kepada siapa Tuhan akan murka atau menunjukkan kemarahan-Nya yang meluap-luap?  Tuhan murka terhadap orang yang murtad.  Siapa itu orang yang murtad?  "...mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum."  (Ibrani 6:4-6).

     Kata murtad dalam bahasa Yunani apostasia, berasal dari kata aph-istamai yang berarti memisahkan diri.  Orang yang murtad itu sama artinya ia telah menyalibkan lagi Kristus dan telah melakukan penyangkalan iman kepada Kristus.  Ada banyak orang percaya yang rela menyangkal imannya terhadap Kristus karena tergiur oleh iming-iming:  harta kekayaan, popularitas dan segala kemewahan duniawi.  Padahal apa yang ada di dunia ini sifatnya hanyalah sementara.  Alkitab memperingatkan:  "Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya."  (Ibrani 10:35).

Sekali kita membuat komitmen untuk mengikut Kristus, maka kita harus memegang komitmen tersebut sampai akhir hidup kita!

Tuesday, February 27, 2018

TIDAK MAU BERTOBAT, MENUAI AKIBAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Februari 2018

Baca:  Mazmur 51:1-21

"Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku."  Mazmur 51:7

Sejak manusia pertama  (Adam)  jatuh ke dalam dosa, tabiat dosa menjadi bagian dalam diri manusia.  Inilah yang disebut dosa asal.  Akhirnya kita pun dilahirkan dengan kecenderungan untuk selalu melakukan kejahatan.  Daud menyadari akan hal ini dan berkata,  "...aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku."  (Mazmur 51:5).  Pergumulan yang sama dialami oleh rasul Paulus:  "Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat... Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku."  (Roma 7:15b, 17, 18, 19, 20).  Ini menunjukkan bahwa setiap saat manusia harus bergumul sedemikian rupa dengan dosa yang terus-menerus membayangi setiap langkahnya.

     Dalam keberadaan sebagai manusia berdosa sudah sepantasnya kita menerima hukuman atas dasar keadilan Tuhan.  Namun karena kasih dan anugerah-Nya Bapa rela mengorbankan Putera-Nya yang tunggal  (Kristus)  untuk mati di atas kayu salib.  Melalui karya Kristus di Kalvari kita yang percaya kepada-Nya diselamatkan dan tidak lagi menjadi seteru Bapa, melainkan telah diperdamaikan dengan Bapa.  Kristus  "...telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran...."  (1 Petrus 2:24).

     Setelah beroleh anugerah keselamatan kita harus hidup dalam pertobatan.  Ini adalah konsekuensi logis dari penerimaan anugerah Tuhan, sebab  "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran."  (Roma 6:18).

Kekristenan tanpa pertobatan adalah sia-sia, itu sama artinya telah menyia-nyiakan pengorbanan Kristus.  Ingat, upah dosa adalah maut!  (Roma 6:23).

Monday, February 26, 2018

DALAM KEPUNGAN MUSUH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Februari 2018

Baca:  Mazmur 59:1-18

"Sebab sesungguhnya, mereka menghadang nyawaku; orang-orang perkasa menyerbu aku, padahal aku tidak melakukan pelanggaran, aku tidak berdosa, ya TUHAN,"  Mazmur 59:4

Semua berawal dari rasa iri hati yang kemudian berubah menjadi kebencian, itulah yang bergemuruh di hati Saul terhadap Daud.  Tertulis:  "...ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing; dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: 'Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.'"  (1 Samuel 18:6-7).  Saul menjadi sangat tersinggung dan amarahnya semakin memuncak karena rakyat Israel begitu mengelu-elukan Daud daripada rajanya sendiri.  Dari rasa iri hati berkembang menjadi hasrat membunuh.  Alkitab mencatat beberapa kali Saul berusaha membunuh Daud.

     Mazmur 59 menceritakan bagaimana Saul berusaha meneror Daud dengan menyuruh orang-orang mengintai dan mengawasi rumahnya dengan tujuan menghabisi nyawanya.  Daud masih sangat belia dan tidak bisa berbuat apa-apa karena ia belum memiliki kekuasaan.  Yang bisa ia lakukan hanyalah mengadu dan berseru kepada Tuhan meminta pertolongan:  "Lepaskanlah aku dari pada musuhku, ya Allahku; bentengilah aku terhadap orang-orang yang bangkit melawan aku. Lepaskanlah aku dari pada orang-orang yang melakukan kejahatan dan selamatkanlah aku dari pada penumpah-penumpah darah."  (Mazmur 59:2-3).  Hari-hari Daud seperti berada di lembah kekelaman dan dalam bayang-bayang maut karena musuh terus mengintai dan menginginkan kematiannya.

     Tidak ada yang sanggup menolong hidupnya selain Tuhan.  "...kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku."  (Mazmur 59:17).  Walaupun sepertinya Tuhan tak bergeming melihat pergumulan berat yang dialaminya, Daud terus memaksa jiwanya untuk bermazmur bagi Tuhan:  "Ya kekuatanku, bagi-Mu aku mau bermazmur;"  (Mazmur 59:18), karena percaya bahwa pertolongan Tuhan selalu tepat pada waktu-Nya.

"TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya"  Nahum 1:7

Sunday, February 25, 2018

KUNCI KEBERHASILAN: Dalam Penyertaan Tuhan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Februari 2018

Baca:  Kejadian 41:1-57

"'Mungkinkah kita mendapat orang seperti ini, seorang yang penuh dengan Roh Allah?' Kata Firaun kepada Yusuf: 'Oleh karena Allah telah memberitahukan semuanya ini kepadamu, tidaklah ada orang yang demikian berakal budi dan bijaksana seperti engkau."  Kejadian 41:38-39

Mengapa Tuhan selalu menyertai Yusuf, sehingga apa saja yang diperbuatnya menjadi berhasil?  Ada hal-hal yang patut kita teladani dari kehidupan Yusuf ini:  1.  Memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan.  Ketika Firaun mendapatkan mimpi, Yusuf sudah berada di dalam penjara selama dua tahun lebih  (Kejadian 41:1).  Ia dijebloskan ke penjara bukan karena melakukan pelanggaran atau tindak kejahatan, tapi karena difitnah.  Dapat dipastikan selama mendekam di penjara Yusuf terus membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan.  Seorang yang bergaul karib dengan Tuhan pasti akan mengalami tanda-tanda ajaib akan penyertaan-Nya.  Pemazmur berkata,  "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).  Karena bergaul karib dengan Tuhan Yusuf beroleh kemampuan dalam hal menafsirkan mimpi Firaun.  Ini bukti bahwa Tuhan memberikan hikmat dan karunia-Nya kepada Yusuf.

     2.  Berkomitmen menjaga kekudusan hidup.  Meskipun terus dirayu oleh isteri Potifar  (Kejadian 39:7, 10, 12), iman Yusuf tak goyah.  Secara tegas ia menolak bujuk rayu isteri tuannya itu:  "Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"  (Kejadian 39:8-9).  Hidup kudus adalah kehendak Tuhan!  "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."  (1 Petrus 1:15-16).  "...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan."  (Ibrani 12:14).

Ingin mengalami penyertaan Tuhan?  Milikilah persekutuan yang karib dengan Tuhan dan jagalah kekudusan hidup.

Saturday, February 24, 2018

KUNCI KEBERHASILAN: Dalam Penyertaan Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Februari 2018

Baca:  Kejadian 39:1-23

"Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apapun selain dari makanannya sendiri."  Kejadian 39:6

Kisah perjalanan hidup Yusuf itu sangat menarik untuk dicermati dan diteladani.  Meski diperhadapkan dengan masalah dan penderitaan yang hebat, dari mulut Yusuf tak pernah keluar perkataan-perkataan yang negatif.  Ia menjalani proses dalam hidupnya dengan penuh penyerahan diri kepada Tuhan dan secara konsisten menjaga kualitas hidupnya tetap seturut dengan kehendak Tuhan, menjadikan Yusuf menjadi sangat istimewa di pemandangan mata Tuhan.  Itulah mengapa Tuhan senantiasa menyertai langkah Yusuf di dalam segala hal, dan menjadi kunci keberhasilan hidup Yusuf.

     Dalam pasal 39 ini saja setidaknya ada 3x muncul kalimat  "Tuhan menyertai Yusuf', dan bisa dipastikan jika Tuhan beserta, sesuatu pasti terjadi.  Tertulis:  "...TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu."  (ayat 2).  "...TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu."  (ayat 21).  "Dan kepala penjara tidak mencampuri segala yang dipercayakannya kepada Yusuf, karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil."  (ayat 23).

     Saudara rindu mengalami keberhasilan dalam apapun yang dikerjakan?  Hal utama yang harus kita kejar adalah perkenanan Tuhan, karena hidup yang berkenan kepada Tuhan adalah pintu gerbang menuju berkat:  keberhasilan, pemulihan, kesembuhan dan lain-lainnya.  Jangan sampai kita hanya berpuas diri sebatas menjadi pengikut Kristus atau menjadi Kristen saja, tapi kita harus melangkah ke level yang lebih lagi, yaitu menjadi pengikut Kristus yang berkenan kepada Tuhan.  Jika kita hidup berkenan kepada Tuhan, Tuhan pasti akan mengarahkan pendangan-Nya atas kita, dan jika perhatian Tuhan tertuju pada kita, apa yang tak mungkin menjadi mungkin karena tidak ada perkara yang mustahil bagi-Nya.  Ada tertulis:  "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  (1 Korintus 2:9).

Hidup berkenan kepada Tuhan adalah pintu gerbang menuju kepada berkat!

Friday, February 23, 2018

TAK HAUS SANJUNGAN MANUSIA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Februari 2018

Baca:  Markus 1:1-7

"Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak."  Markus 1:7

Injil Markus dibuka dengan kehadiran seorang tokoh yang bernama Yohanes Pembaptis:  "...memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan."  (Markus 1:6).  Bisa dikatakan ia adalah nabi pertama yang dilihat oleh umat Israel setelah sekian lama tidak ada nabi yang melayani di Israel.  Jeda waktu antara kitab Maleakhi dengan kehadiran Yohanes Pembaptis ini adalah 400 tahun;  selama kurun waktu tersebut tidak ada nabi, tidak ada firman Tuhan yang diberitakan, tidak ada pewahyuan.

     Itulah sebabnya kehadiran Yohanes Pembaptis di padang gurun yang menyerukan:  "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu."  (Markus 1:4), menjadi berita yang sangat mengejutkan dan menggemparkan.  Tidaklah mengherankan jika kemudian  "...datanglah kepadanya orang-orang dari seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem,"  (Markus 1:5).  Semua orang dari seluruh penjuru negeri datang kepadanya dan memberi diri untuk dibaptis di sungai Yordan.  Sosok Yohanes Pembaptis menjadi perbincangan semua orang dan mendadak menjadi public figure alias terkenal.  Apakah hal itu membuatnya bangga, membusungkan dada, dan kemudian menggunakan jurus aji mumpung?  Tidak!  Ketika para imam dan orang-orang Lewi bertanya,  "'Siapakah engkau? Engkaukah nabi yang akan datang?'" Dengan jujur dan penuh kerendahan hati, Yohanes Pembaptis menjawab:  "'Aku bukan Mesias. Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya.'"  (Yohanes 1:19-23).

     Popularitas tak membuat Yohanes Pembaptis lupa diri.  Ia tetap menyadari siapa dirinya dan tahu apa tugas utamanya.  Ia bukan Mesias dan hanya mempersiapkan jalan bagi Sang Mesias.  "Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak."  (Yohanes 1:26).  Tidak sedikit pelayan Tuhan dan hamba Tuhan yang justru sangat berambisi untuk menjadi terkenal dan ingin disanjung manusia.

Hanya Kristus yang berhak dan layak menerima pujian dan kemuliaan, kita ini hanya alat-Nya!

Thursday, February 22, 2018

TIDAK MELAYANI SETENGAH-SETENGAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Februari 2018

Baca:  Markus 6:30-44

"Suruhlah mereka pergi, supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa dan di kampung-kampung di sekitar ini. Tetapi jawab-Nya: 'Kamu harus memberi mereka makan!'"  Markus 6:36-37

Kisah Tuhan Yesus memberi makan lima ribu orang ini merupakan kisah yang tidak asing bagi kita semua.  Setelah kembali dari tour pelayanan-Nya yang padat, para rasul berniat rehat sejenak untuk melepas lelah.  Tetapi orang banyak terus mengikuti mereka.  Melihat hal itu tergeraklah hati Tuhan Yesus oleh belas kasihan dan Ia pun mengajar banyak hal kepada mereka.  Respon mereka sangat positif, tampak antusias mendengarkan pengajaran Kristus hingga hari sudah mulai malam.

     Murid-murid Tuhan mengusulkan kepada Sang Guru agar orang banyak itu segera pergi membeli makanan karena tidak ada persediaan makanan yang dapat diberikan kepada mereka.  Tetapi Tuhan menjawab,  "'Kamu harus memberi mereka makan!'"  (ayat nas).  Dari pernyataan Tuhan ini kita dapat belajar bahwa Tuhan menghendaki murid-murid-Nya untuk memperhatikan kepentingan orang lain, bukan semata-mata berfokus kepada kepentingan diri sendiri, namun peka terhadap kebutuhan orang lain.  "...janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga."  (Filipi 2:4).  Inilah kasih yang sesungguhnya yaitu kasih yang diwujudkan melalui sebuah tindakan.

     Memraktekkan kasih di tengah situasi yang sulit seperti sekarang ini adalah tidak mudah.  Tuntutan kebutuhan hidup yang tinggi seringkali membuat orang menjadi sangat individualistis:  "Boro-boro memikirkan penderitaan orang lain, untuk kepentingan diri sendiri saja tidak cukup!"  Tidak sedikit orang tega mengorbankan orang lain demi kepentingan diri sendiri.  Perintah Tuhan untuk memberi makan orang banyak ini juga mengajarkan kita bahwa untuk melayani jiwa-jiwa tidak bisa dilakukan dengan setengah-setengah.  Melayani itu ada harga yang harus dibayar!  Adakalanya kita harus berani berkorban:  waktu, tenaga, pikiran dan materi  (uang).  Ketika rasul-rasul taat melakukan perintah Tuhan, mujizat terjadi!

Dalam segala perkara Tuhan pasti turut bekerja, karena itu lakukan dengan sungguh-sungguh bagian kita!

Wednesday, February 21, 2018

ALASAN BERHARAP KEPADA TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Februari 2018

Baca:  Ratapan 3:21-26

"Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN."  Ratapan 3:26

Kitab Ratapan ditulis Yeremia sebagai ungkapan kepedihan hatinya yang mendalam atas kehancuran Yerusalem:  tembok-tembok kota yang runtuh dan pembuangan orang-orang ke Babel.  Sambil duduk ia menangis dan meratapi Yerusalem:  "Ah, betapa terpencilnya kota itu, yang dahulu ramai! Laksana seorang jandalah ia, yang dahulu agung di antara bangsa-bangsa. Yang dahulu ratu di antara kota-kota, sekarang menjadi jajahan. Yehuda telah ditinggalkan penduduknya karena sengsara dan karena perbudakan yang berat; Jalan-jalan ke Sion diliputi dukacita, karena pengunjung-pengunjung perayaan tiada; sunyi senyaplah segala pintu gerbangnya,"  (Ratapan 1:1, 3, 4).

     Namun meskipun dimulai dengan ratapan, di balik itu ada pengharapan untuk dipulihkan.  Ada janji pemulihan bagi setiap orang yang berharap kepada Tuhan!  "Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN."  (ayat nas).  Janji pemulihan disediakan bagi orang-orang yang senantiasa bertekun menati-nantikan Tuhan.  Menantikan Tuhan berarti menaruh harap dan memercayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan, serta memandang Dia sebagai satu-satunya sumber pertolongan, bukan yang lain.  "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah."  (Yesaya 40:29, 31).  Orang yang menati-nantikan Tuhan akan beroleh kekuatan baru, kemampuan untuk mengatasi masalah dan kesanggupan untuk terus berjalan maju melewati badai.

     Apa alasan kita berharap kepada Tuhan dan menantikan-Nya?  Karena  "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!"  (Ratapan 3:22-23).  Tuhan juga telah berjanji bahwa Ia sekali-kali tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita  (Ibrani 13:5b),  "Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?'"  (Ibrani 13:6), karena  "TUHAN adalah bagianku,"  (Ratapan 3:24).  Setiap orang percaya telah dimeteraikan dengan Roh Kudus sebagai tanda milik Kristus, yang berarti Tuhan adalah jaminan kita.

Pengharapan kita hanyalah Tuhan, bukan apa pun yang lain yang ada di dunia ini!

Tuesday, February 20, 2018

SUKACITA TERBESAR: Menderita bagi Kristus (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Februari 2018

Baca:  Kolose 1:24-29

"Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu,"  Kolose 1:25

Asalkan orang-orang diselamatkan, semakin mengenal Kristus, dan bertumbuh dewasa di dalam iman, Paulus bersukacita, sekalipun ia sendiri harus menderita.  "Jika kami menderita, hal itu menjadi penghiburan dan keselamatan kamu; jika kami dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kami derita juga."  (2 Korintus 1:6).

     Paulus menyatakan bahwa penderitaan yang dialaminya  "...menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat."  (Kolose 1:24).  Apa maksudnya?  Masih kurangkah penderitaan yang ditanggung oleh Kristus untuk menebus kita?  Tidak.  Apa yang Kristus perbuat bagi keselamatan kita itu sudah sempurna.  Tercermin dari perkataan Kristus sendiri di kayu salib,  "Sudah selesai."  (Yohanes 19:30), dan Dia adalah korban yang sempurna.  "...betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat,"  (Ibrani 9:14)  dan  "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."  (1 Petrus 1:18-19).  Kata dalam dagingku menunjuk pada tubuh jasmani rasul Paulus.  Penderitaan yang dialami tubuh Paulus  (dicambuk, dipukuli, dianiaya)  tidak berkaitan langsung dengan dirinya sendiri, melainkan karena pelayanannya terhadap jemaat Kristus.  Dalam hal ini rasul Paulus menempatkan dirinya sebagai wakil Kristus terhadap jemaat.  Sesungguhnya penderitaan itu adalah juga penderitaan Kristus.

     Melayani Kristus tidak dapat dipisahkan dari melayani jemaat-Nya  (jiwa-jiwa).  Dengan demikian bila orang mau menjadi pelayan Kristus, maka ia pun harus melayani jiwa-jiwa dengan sepenuhnya demi Dia, sekalipun harus menanggung penderitaan.

"Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."  Roma 8:18

Monday, February 19, 2018

SUKACITA TERBESAR: Menderita bagi Kristus (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Februari 2018

Baca:  Kolose 1:24-29

"Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat."  Kolose 1:24

Maukah Saudara menderita?  Maukah Saudara mengalami banyak aniaya?  Semua orang pasti akan menjawab:  tidak mau.  Tetapi mengapa rasul Paulus bisa berkata,  "...aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu,..."  (ayat nas).  Kedengerannya ini sangat aneh, bukan?  Rasul Paulus berkata demikian pasti ada sebabnya.

     Ada beberapa alasan mengapa rasul Paulus dapat bersukacita meski harus menderita.  Kita tahu bahwa rasul Paulus adalah hamba atau pelayan Kristus yang membaktikan seluruh hidupnya bagi Injil.  Karena kasihnya kepada Kristus ia rela memberikan segala sesuatu yang ada padanya yaitu seluruh seluruh hidupnya.  "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku."  (Galatia 2:20), karena itu  "...Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan."  (Filipi 1:21).  Penderitaan yang ditanggung oleh Paulus bukanlah akibat dari kesalahannya, tetapi datang dari orang-orang yang menentang dia, yang tidak percaya kepada Injil dan yang menolak Kristus.  Namun meski harus mengalami penderitaan yang berat rasul Paulus tak pernah menyerah, apalagi berputus asa dalam melayani Tuhan.

     Semangatnya untuk memberitakan Injil terus berkobar.  "Apakah mereka pelayan Kristus? --aku berkata seperti orang gila--aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut."  (2 Korintus 11:23-25).  Tidak sia-sia rasul Paulus berjerih lelah melayani, karena melalui pelayanannya ini buah-buah jiwa telah dihasilkan:  banyak orang bertobat, percaya kepada Kristus dan diselamatkan!

"...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu."  Filipi 1:22