Tuesday, June 30, 2020

HIDUP KITA DIMURNIKAN DENGAN API

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2020


"Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan."  Yesaya 48:10

Alkitab menyatakan bahwa pada saatnya akan datang hari penghakiman dan penghangusan bumi oleh api Tuhan, dan pernyataan ini sudah dinubuatkan oleh para nabi Tuhan pada zamannya.  Waktu itulah yang disebut hari Tuhan, sebagaimana tertulis:  "Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap."  (2 Petrus 3:10).  Di hari itu, bumi akan bergoncang sedemikian hebatnya, langit akan gemetar, matahari dan bulan akan menjadi gelap gulita dan bintang-bintang di langit pun tidak akan bercahaya lagi.

     Bila diteliti lebih dalam lagi, kata api banyak ditemukan di dalam Alkitab, tapi tidak semua kata api di sini memiliki arti harafiah yaitu api penghakiman yang sesungguhnya, yang disediakan Tuhan bagi orang-orang yang hidup dalam kefasikan, karena Tuhan seringkali menggunakan api sebagai unsur untuk tujuan penyucian dan pemurnian.  Tuhan berkata,  "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?"  (Yeremia 23:29).  Setiap orang percaya harus terlebih dahulu masuk ke dapur kesengsaraan  (ayat nas)  supaya sifat-sifat lama kita hilang.  Orang yang sudah mengalami pemurnian dari Tuhan ini hidupnya pasti tidak akan sama lagi.  Banyak orang Kristen memberontak saat masuk dalam proses ini karena mereka tidak tahan  'sakit'.  Pembentukan karakter melalui  'api'  pemurnian dan dapur kesengsaraan ini memerlukan kerendahan hati dan penundukan diri!  Dan hampir semua tokoh besar di Alkitab dan juga para hamba Tuhan yang dipakai Tuhan secara luar biasa pasti pernah merasakan dan melewati proses yang menyakitkan ini, yaitu dimurnikan oleh api Roh Kudus, dimana hasilnya menjadi indah di pemandangan Tuhan.

     Saat-saat ini  "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan."  (Matius 3:12).

Melalui proses penampian ini dan pemurnian ini akan dihasilkan orang-orang pilihan Tuhan, yang memiliki kualitas hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Monday, June 29, 2020

SUDAH BERARTIKAH HIDUP SAUDARA?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2020


"Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri."  Galatia 6:3

Hidup yang kita jalani adalah suatu anugerah dari Tuhan!  Setiap rentetan peristiwa yang terjadi, bukanlah terjadi secara kebetulan, melainkan ada dalam rancangan Tuhan.  Karena itu gunakan setiap kesempatan sebaik mungkin dan jangan biarkan hari-hari yang kita jalani ini berlalu tanpa makna.  Pemazmur menyadari hal ini,  "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya."  (Mazmur 139:14-16).

     Tatkala orang dipercaya untuk menjalani hidup di dunia ini berarti Tuhan punya maksud dan rencana yang indah, karena sejak dari semula Tuhan telah memiliki rencana yang luar biasa bagi kehidupan manusia, sebab manusia diciptakan menurut gambar-Nya  (Kejadian 1:27)  dengan rancangan yang indah:  "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).  Bagaimana kita menjalani hidup dan bagaimana supaya hidup yang kita jalani ini berarti, itu sebuah keputusan dan pilihan hidup dari masing-masing orang.  Banyak orang yang menyia-nyiakan hari-hari dalam hidupnya dengan melakukan hal yang sia-sia dan merugikan diri sendiri:  mengonsumsi narkoba, terlibat dalam pergaulan bebas, dan masih banyak lagi.

     Yang Tuhan kehendaki, setiap orang percaya memiliki hidup yang berarti!  Hidup kita akan berarti di mata Tuhan bila kita bertanggung jawab dengan talenta, karunia dan potensi yang telah Tuhan berikan.  Rasul Paulus berkomitmen,  "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."  (Filipi 1:21-22a);  dan hidup kita akan berarti bila kita mampu menjadi garam dan terang bagi dunia ini  (Matius 5:13-16).

Hidup kita dikatakan berarti di mata Tuhan bila kita mampu menjadi berkat!

Sunday, June 28, 2020

TAK BERHAK MENGHAKIMI ORANG LAIN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2020

Baca:  Matius 7:1-5

"Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."  Matius 7:2

Tak perlu diajari atau menempuh pendidikan formal bagi seseorang untuk melihat kelemahan, kekurangan atau kesalahan orang lain.  Semua orang mudah sekali melihat dosa, kesalahan dan kekurangan orang lain, sekalipun itu kecil sekali.  Sebaliknya kekurangan, kelemahan atau kesalahan yang ada di dalam diri sendiri, sekalipun itu besar, tak mudah dilihat, apalagi diakui.  "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?"  (Matius 7:3).

     Ketika ada saudara seiman yang jatuh dalam dosa, ketika ada hamba Tuhan besar jatuh karena terlibat suatu skandal, kita langsung ribut memperbincangkannya, seolah-olah kita ini orang yang paling suci, paling benar, dan tak pernah melakukan kesalahan.  Ketika ada saudara yang mengalami pergumulan berat, sakit yang tak kunjung sembuh, kita langsung jadi hakim dadakan:  menghakiminya karena banyak dosa.  Adakah orang yang luput dari kesalahan?  Adakah manusia yang sempurna, bahkan hamba Tuhan besar yang sudah diurapi Tuhan dan diperlengkapi dengan berbagai karunia pun tak luput dari kesalahan dan kekurangan,  "Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung!"  (Roma 14:13).  Banyak sekali ayat di Alkitab yang mengingatkan kita untuk tidak mudah menghakimi orang lain, sebab hal ini jahat di mata Tuhan.

     Yakobus menegaskan bahwa  "Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia?"  (Yakobus 4:12).  Jika saat ini kita masih merasa sebagai orang yang paling benar, paling suci, dan memandang orang lain sebagai pihak yang salah dan penuh kekurangan, bertobatlah!  "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi."  (Matius 7:1).  Jika ada saudara kita yang lemah dan jatuh, ini adalah kesempatan bagi kita untuk menunjukkan kasih:  memperhatikan, menolong dan menguatkan dia, jangan malah menjadi hakim atas hidupnya.

"Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain."  Galatia 6:4

Saturday, June 27, 2020

APALAH ARTI HIDUP JIKA TANPA TUHAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2020


"Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi."  Mazmur 103:15-16

Saat berada dalam kemapanan ekonomi, berjaya, di puncak karir, atau segala sesuatu tersedia, manusia seringkali merasa berada di atas angin, lupa diri dan seolah-olah tidak membutuhkan Tuhan.  Mereka lupa bahwa berkat-berkat yang dinikmatinya datangnya dari Tuhan Sang Sumber berkat.  Mereka berpikir bahwa nafas hidup, tubuh yang sehat, kekuatan, kepintaran, kemampuan untuk berkarya, itu semua datang dengan sendirinya.  Jika bukan karena Tuhan, dari manakah semuanya itu?

     Tidak ada alasan sedikit pun bagi manusia untuk membusungkan dada atau menyombongkan diri sekalipun ia punya segala-galanya.  Jangan pernah berkata karena memiliki uang banyak dan harta yang melimpah, lalu kita bisa hidup lebih lama di dunia, dibandingkan dengan mereka yang tak punya apa-apa.  Pemazmur menyatakan bahwa kehidupan manusia di dunia ini  "...sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat."  (Mazmur 144:4),  "...apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.  (ayat nas).  Hidup manusia di dunia ini ibarat orang yang hanya singgah sebentar untuk minum, seperti angin yang berlalunya buru-buru, dan kemudian melayang lenyap.  Kesuksesan di bidang apa pun atau kekayaan sebesar apa pun sifatnya hanya sementara, karena bila  'waktunya'  tiba kita harus kembali pada Sang Pencipta, dan semua yang kita miliki di dunia ini akan kita tinggalkan:  "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar."  (1 Timotius 6:7).

     Jangan sampai kita bernasib seperti orang kaya yang bodoh, yang membangga-banggakan harta kekayaannya:  "Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?"  (Lukas 12:20).  Hidup kita ini hanyalah seperti ranting-ranting yang sangat bergantung penuh pada pokok anggur, tidak bisa berbuah jika kita tidak melekat pada pokok anggur tersebut,  "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."  (Yohanes 15:5).

Kita tak lebih dari pada embusan nafas  (Yesaya 2:22), jangan pernah sombong!

Friday, June 26, 2020

TAK BERAKAR KUAT: Mudah Sekali Goyah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2020


"Sekalipun demikian mereka masih saja berbuat dosa dan tidak percaya kepada perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib."  Mazmur 78:32

Kondisi dan situasi yang terjadi di sekitar atau segala sesuatu yang tampak secara kasat mata acapkali memengaruhi sikap hati kita, terlebih-lebih bagi mereka yang masih belum dewasa rohaninya.  Firman Tuhan yang belum berakar kuat akan membuat iman mereka langsung drop begitu angin atau badai datang menerpa, semangat dalam mengiring Tuhan menyurut, keraguan dan kebimbangan melanda.

     Keadaan ini tak jauh berbeda dengan perjalanan iman bangsa Israel di masa lampau yang seringkali mengalami jatuh bangun dalam pengiringannya kepada Tuhan.  Jika suasana enak dan menyenangkan, mereka bisa memuji-muji Tuhan ketika mengalami pertolongan dan mujizat dari-Nya.  Saat melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Tuhan membelah Laut Teberau,  -sehingga mereka dapat berjalan di tengah lautan seperti berjalan di atas tanah kering-,  mereka bermazmur bagi Tuhan dan memuliakan nama-Nya.  Namun begitu diperhadapkan dengan situasi sulit, kesukaran dan tantangan yang berat, dengan secepat kilat sikap hati mereka berubah 180 derajat:  menggerutu, mengeluh, mengomel, bersungut-sungut, marah kepada pemimpin dan marah kepada Tuhan.  "Berapa kali mereka memberontak terhadap Dia di padang gurun, dan menyusahkan hati-Nya di padang belantara! Mereka tidak ingat kepada kekuasaan-Nya, kepada hari Ia membebaskan mereka dari pada lawan, ketika Ia mengadakan tanda-tanda di Mesir dan mujizat-mujizat di padang Zoan."  (Mazmur 78:40, 42, 43).  Mereka benar-benar telah melukai dan menyakiti hati Tuhan.  Begitulah keadaannya bila firman Tuhan tidak berakar kuat di dalam hidup seseorang!

     Sebagai orang percaya kita diingatkan bahwa hidup kita ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat!  Jika mata kita hanya melihat pada besarnya masalah, besarnya pergumulan, atau terpaku pada  'Goliat' si raksasa, kita akan mudah lemah dan jatuh.  Sebaliknya, jika firman Tuhan berakar kuat di dalam kita, kita akan mampu berjalan dengan mata iman, dan pandangan kita terarah kepada Tuhan yang adalah Jehovah Gibbor  (Tuhan yang perkasa), El Shaddai  (Tuhan yang Mahakuasa).

Tinggallah di dalam firman Tuhan supaya iman kita tetap kuat di segala keadaan!

Thursday, June 25, 2020

TAK MEMENUHI PERSYARATAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2020


"Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya."  Yohanes 15:7

Ayat nas ini menjadi ayat favorit banyak orang Kristen, mereka seringkali menggunakan ayat ini sebagai senjata untuk komplain dan mengklaim Tuhan agar doa-doanya dijawab dan segala keinginannya terpenuhi.  Sekalipun selalu memperkatakan ayat ini setiap hari, hal itu tidak akan membawa hasil jika syarat yang diminta Tuhan tidak kita penuhi.

     Apa yang kita minta Tuhan akan berikan dan sediakan, asalkan kita memenuhi persyaratan yang Tuhan kehendaki.  Syarat pertama adalah:  "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku..."  (ayat nas).  Tinggal di dalam Tuhan ini berbicara tentang persekutuan yang karib dengan Tuhan, seperti ranting yang melekat pada pokok anggur!  "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku."  (Yohanes 15:4).  Tinggal di dalam Tuhan berarti hidup seseorang benar-benar dalam pimpinan Roh Tuhan, sehingga seluruh kehendak pribadi harus dimatikan dan ditaklukkan untuk Kristus,  "...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku."  (Galatia 2:20),  "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil."  (Yohanes 3:30).  Orang yang tinggal di dalam Kristus berarti wajib hidup sama seperti Kristus hidup  (1 Yohanes 2:6).  Syarat selanjutnya adalah:  "...firman-Ku tinggal di dalam kamu,"  (ayat nas), ini berbicara tentang ketaatan melakukan firman Tuhan.  Jika firman Tuhan  'tinggal'  di dalam kita,  "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya."  (Yesaya 55:11).

     Ketika doa-doa kita tak dijawab Tuhan, ketika apa yang kita minta tidak dikabulkan Tuhan, jangan langsung kecewa dan marah kepada Tuhan!  Marilah kita mengoreksi diri:  mungkin selama ini kita belum memenuhi persyaratan yang Tuhan mau.

Jangan hanya menuntut Tuhan untuk memberkati kita, memenuhi keinginan kita, apabila kita sendiri tidak melakukan apa yang menjadi bagian kita!

Wednesday, June 24, 2020

MENGIKUT TUHAN: Meneladani Petani

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2020


"Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya."  2 Timotius 2:6

Rasul Paulus juga menasihati kita untuk belajar dari kehidupan seorang petani, seorang yang bekerja di bidang pertanian  (sawah, ladang)  yang melakukan pengelolaan tanah dan menabur benih tanaman dengan harapan benih itu tumbuh dan menghasilkan buah  (panenan) untuk dikonsumsi sendiri ataupun dijual kepada orang lain.

     Salah satu karakter petani yang patut dicontoh adalah kerja keras!  Ia bekerja tanpa mengenal lelah mulai dari pagi sampai petang, tidak peduli dengan panas terik maupun hujan.  Petani yang bekerja di sawah atau ladang tak langsung menuai, ia harus menunggu dengan sabar dalam kurun waktu yang cukup lama sampai benih yang ditaburnya itu tumbuh dan menghasilkan buah.  "Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi. Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu," (Yakobus 5:7-8).  Rasul Paulus mengibaratkan bahwa melayani pekerjaan Tuhan itu juga seperti petani yang sedang bekerja di ladang:  ada yang mencangkul atau membajak sawah, ada yang menanam benih, dan ada pula yang menyiram  (1 Korintus 3:6-9).  Dalam mengiring Tuhan pun kita harus mau bekerja keras, mau berkorban waktu dan tenaga:  "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai."  (Pengkhotbah 11:4),  "Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik."  (Pengkhotbah 11:6).

     Ada tertulis:  "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan,"  (Amsal 14:23).  Segala jerih payah petani pada akhirnya akan terbayar lunas ketika musim panen tiba.  Sekalipun kita diperhadapkan dengan tantangan, terjangan angin dan badai,  "...berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia."  (1 Korintus 15:58).

"Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai."  Mazmur 126:5

Tuesday, June 23, 2020

MENGIKUT TUHAN: Meneladani Olahragawan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2020


"Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga."  2 Timotius 2:5

Dalam pengiringan kita kepada Tuhan rasul Paulus juga mengajarkan kita untuk belajar dari kehidupan seorang olahragawan atau atlet!  Salah satu ciri hidup yang utama dari seorang olahragawan adalah disiplin dalam berlatih dan punya pola hidup yang sehat.  Tanpa berlatih secara disiplin mustahil seorang olahragawan mengukir prestasi yang tinggi.  Kalau hanya berlatih asal-asalan atau ala kadarnya ia pasti akan sulit bersaing dalam sebuah kejuaraan atau perlombaan.  Inilah harga yang harus dibayar oleh seorang olahragawan:  berlatih dengan keras, mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, tidak suka bergadang, dan tidak mengenal kata  'menyerah'  sebelum bertanding.

     Saat ini kita hidup pada zaman yang menawarkan segala sesuatu serba instan:  ada mie instan, kopi instan, atau makanan cepat saji;  ada pula yang menawarkan gelar instan, popularitas instan, mendapatkan kekayaan atau uang secara instan, dan sebagainya.  Tapi untuk meraih prestasi, mendapatkan gelar atau medali dalam bidang olahraga apa pun, tidak ada istilah instan, semua harus melalui proses yang panjang:  pembinaan sedari dini dan latihan yang keras.  Begitu pula dalam kehidupan rohani!  Untuk mencapai kedewasaan rohani tidak ada cara instan, semua harus melewati proses demi proses, hari demi hari.  Kita perlu latihan secara kontinyu agar otot-otot iman kita semakin kuat.  Rasul Paulus menasihatkan,  "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."  (1 Timotius 4:8).

     Seorang olahragawan juga harus patuh pada aturan!  Ini berbicara tentang ketaatan:  patuh pada instruksi pelatih dan juga bertanding sesuai aturan yang berlaku:  "Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga."  (ayat nas), misal:  berlari pada lintasan yang benar, tidak sembarangan memukul, dan sebagainya.  Bila seorang olahragawan melanggar aturan pertandingan, ia pasti didiskualifikasi.

Untuk mencapai kedewasaan rohani kita harus berlatih keras dan taat pada aturan  (firman Tuhan).

Monday, June 22, 2020

MENGIKUT TUHAN: Meneladani Prajurit

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2020


"Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus."  2 Timotius 2:3

Timotius adalah salah seorang pemuda yang mengasihi Tuhan dan merespons panggilan Tuhan dalam hidupnya.  Arti nama Timotius adalah memuliakan Tuhan.  Ia adalah salah seorang pemuda yang menjadi rekan sekerja Paulus di ladang Tuhan, yang begitu setia dan terpercaya.  Dalam suratnya rasul Paulus berusaha untuk memberikan dorongan dan semangat kepada  'anaknya'  yang terkasih ini untuk tetap setia dalam mengerjakan panggilan Tuhan sebagai pemberita Injil sekalipun ada banyak kesulitan, kesukaran, dan tantangan dari orang-orang yang berusaha untuk menghambat dan menghalangi.

     Rasul Paulus menasihati Timotius untuk belajar dari orang-orang yang menjalani hidup sebagai:  prajurit, olahragawan dan petani.  Setiap orang percaya adalah prajurit-prajurit Kristus yang dipanggil untuk berperang melawan musuh, karena itu seorang prajurit haruslah seorang pemberani, bermental baja, dan bukan seorang penakut.  Musuh utama dari prajurit Kristus adalah Iblis dengan bala tentaranya, suatu kekuatan yang tidak kelihatan secara kasat mata, yakni pemerintah, penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap atau roh-roh jahat di udara  (Efesus 6:12).  Sebelum terjun ke medan peperangan seorang prajurit harus terlebih dahulu masuk ke kawah candradimuka:  dilatih dan ditempa.  Ia juga diajar untuk memiliki ketaatan penuh kepada perintah sang komandan!  Hal penting lain yang tak boleh diabaikan seorang prajurit adalah tetap fokus:  "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya."  (2 Timotius 2:4).

     Orang percaya harus fokus kepada perkara-perkara rohani atau mengutamakan perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi!  (Kolose 3:1-2).  Seorang prajurit harus punya komitmen dan integritas yang tinggi supaya ia berkenan kepada komandan, sebab seorang komandan akan berkenan pada prajurit yang taat dan dapat diandalkan.  Kita semua adalah prajurit-prajurit Kristus yang sudah dibeli dan dibayar lunas dengan darah-Nya sendiri, oleh karena itu kita harus berusaha agar kita bisa menyenangkan hati Tuhan dan mempermuliakan Dia melalui perkataan dan perbuatan kita.

Prajurit Kristus adalah orang yang taat dan siap berperang setiap saat!

Sunday, June 21, 2020

MENGUTAMAKAN TUHAN: Tak Perlu Kuatir

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2020


"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  Matius 6:33

Semua orang pasti pernah merasa kuatir!  Kebanyakan orang menguatirkan tentang kebutuhan hidupnya:  apa yang dimakan, minum dan pakai.  Demi memenuhi kebutuhan hidup tersebut orang bekerja sedemikian kerasnya sampai-sampai mereka lupa waktu.  Berusaha mati-matian demi mengejar materi itu tidaklah salah, yang menjadi persoalan adalah ketika kita terlalu terfokus mengejar materi duniawi, lalu mengesampingkan perkara-perkara rohani.  Tuhan menegur dan memperingatkan jemaat di Laodikia yang tampak kaya secara jasmani, tapi sesungguhnya mereka miskin rohani  (Wahyu 3:17).

     Saat-saat ini kita sedang diperhadapkan dengan keadaan dunia yang semakin hari semakin berat dan penuh kesukaran, wajarlah bila orang dihantui oleh kekuatiran.  Apa itu kekuatiran?  Sesungguhnya kekuatiran adalah rasa takut tentang sesuatu hal yang belum tentu akan terjadi, merasa cemas, atau merasa gelisah.  Tuhan memerintahkan kita untuk tidak kuatir tentang hidup kita dan juga masa depan kita, karena semua dalam jaminan Tuhan!  Karena itu kita harus memiliki bahasa iman setiap hari dan tidak terpengaruh oleh situasi.  Nabi Habakuk, sekalipun berada dalam situasi sulit, tetapi bisa berkata,  "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN,..."  (Habakuk 3:17-18).

     Firman Tuhan mengajarkan kita untuk mengutamakan dan mendahulukan Tuhan dengan kebenaran-Nya  (ayat nas), dan ada tertulis:  "Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian."  (Amsal 23:23), artinya untuk memperoleh kebenaran ada harga yang harus dibayar!  Orang yang punya rasa haus dan lapar akan kebenaran akan berusaha sedemikian rupa untuk mendapatkan kebenaran tersebut.  Alkitab menegaskan bahwa kerajaan Sorga berbicara tentang kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus  (Roma 14:27).

Ketika kita mengutamakan Tuhan dan mencari kebenaran-Nya, lebih dari apa pun yang ada di dunia ini, apa yang kita butuhkan pasti disediakan-Nya bagi kita!

Saturday, June 20, 2020

IMAN DAN KETAATAN: Menghasilkan Mujizat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2020


"Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala."  Mazmur 77:12

Di zaman yang serba modern dan canggih seperti sekarang ini tak mengherankan bila manusia cenderung mengandalkan kepintaran otaknya, lebih percaya pada ilmu-ilmu kedokteran, lebih mengandalkan kekuatan sendiri, lebih mengandalkan kekayaan, daripada percaya kepada kuasa Tuhan.  Mereka berpikir asalkan punya uang yang banyak atau harta melimpah ruah, segala sesuatu dapat diraih, apa saja yang diinginkan pasti dapat tercapai, tak perlu berdoa dan tak perlu mengandalkan Tuhan.

     Banyak orang  (termasuk orang Kristen)  menganggap bahwa mujizat-mujizat yang tertulis di Alkitab adalah peristiwa usang di masa lampau, tinggal cerita saja, karena itu mereka tidak lagi percaya kepada mujizat.  Mujizat adalah peristiwa adikodrati yang Tuhan kerjakan di tengah-tengah umat-Nya;  mujizat selalu diidentikan dengan suatu kejadian atau peristiwa ajaib yang sulit dipahami, dimengerti dan dijangkau oleh akal pikiran manusia, yang Tuhan nyatakan bagi manusia!  Sebagai anak-anak Tuhan kita harus percaya bahwa mujizat itu masih ada sampai detik ini karena Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang kuasa-Nya tidak berubah:  Dia tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya  (Ibrani 13:8).

     Mengapa banyak orang tak mengalami mujizat Tuhan?  Ketika berada di Nazaret, di tempat asalnya, Kristus  "...tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka."  (Markus 6:5-6a).  Faktor penghalang untuk mengalami mujizat adalah ketidakpercayaan kita sendiri.  Ada tertulis:  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  (Ibrani 11:1).  Dalam versi New King James:  "Now faith is the substance of things hoped for, the evidence of things not seen."  Kata  'substance'  diartikan:  bahan baku dasar.  Jadi bahan baku utama mujizat adalah iman!  Faktor penunjang lain adalah ketaatan, karena iman bekerjasama dengan perbuatan.  Jika Naaman tidak taat ketika diperintahkan untuk mandi di sungai Yordan, ia tidak akan mengalami mujizat  (2 Raja-Raja 5:1-14).

Mujizat Tuhan masih ada sampai detik ini, karena itu percayalah!

Friday, June 19, 2020

PENYESALAN TUHAN: Ketidaktaatan Saul

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2020


"Dan TUHAN menyesal, karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel."  1 Samuel 15:35b

Saul adalah raja pertama atas Israel.  Suatu ketika Saul diperintahkan Tuhan untuk berperang melawan bangsa Amalek dan menumpas habis mereka tanpa terkecuali, termasuk segala hewan ternaknya.  Mengapa Tuhan memerintahkan Saul untuk menumpas bangsa Amalek?  Karena sewaktu bangsa Israel sedang menempuh perjalanan ke Tanah Perjanjian, ketika berada di Rafidim, mereka dihadang oleh bangsa Amalek, sehingga terjadi peperangan yang sangat hebat.  Apa yang dilakukan bangsa Amalek terhadap bangsa Israel, bangsa pilihan Tuhan ini, benar-benar menyakiti hati Tuhan,

     Dalam peperangan ini Saul berhasil memukul kalah bangsa Amalek!  Tetapi apa yang diperintahkan Tuhan tidak dilakukan sepenuhnya:  menyelamtkan Agag  (raja Amalek), juga kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun, tapi  "...segala hewan yang tidak berharga dan yang buruk, itulah yang ditumpas..."  (1 Samuel 15:9), dengan alasan yang sepertinya masuk akal dan tampak rohani, yaitu hewan-hewan yang baik itu hendak dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban.  Apa pun alasannya, apa yang dilakukan Saul adalah bentuk ketidaktaatan, artinya ia memandang remeh perintah Tuhan dan tidak menghormati Dia.  Melihat ketidaktaatan Saul ini Tuhan menjadi kecewa dan Ia merasa menyesal telah menjadikan dia sebagai raja atas Israel.  Ketidaktaatan ini bukan sekali diperbuat Saul, sebelumnya ia juga sudah mengecewakan Tuhan:  tidak sabar menunggu Samuel di Gilgal, Saul telah melakukan tindakan bodoh:  "...ketika Samuel tidak datang ke Gilgal, mulailah rakyat itu berserak-serak meninggalkan dia. Sebab itu Saul berkata: 'Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.' Lalu ia mempersembahkan korban bakaran.  (1 Samuel 13:8b-9), padahal yang berwenang untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan adalah seorang imam.

     Ketidaktaatan yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan bahwa Saul tidak sungguh-sungguh hidup dalam pertobatan alias mempermainkan Tuhan, itulah yang membuat Tuhan merasa menyesal.  Berkatalah Samuel,  "Karena engkau telah menolak firman TUHAN, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja."  (1 Samuel 15:23b).

"Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan."  Amsal 13:13

Thursday, June 18, 2020

BERKORBAN ADALAH BUKTI KASIH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2020


"Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya."  Yohanes 15:13

Sampai kapan pun kita takkan pernah sanggup mengukur kasih Tuhan,  "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya..."  (Efesus 3:18).  Bukti terbesar kasih Tuhan kepada kita adalah rela mengorbankan nyawa-Nya di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita.  Pengorbanan Tuhan untuk kita sungguh tiada terbatas!

     Dengan apakah kita membalas kasih Tuhan?  Karena Ia sudah terlebih dahulu mengasihi kita sedemikian rupa, kita pun harus mengasihi Dia dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kita.  Bukti nyata orang mengasihi Tuhan adalah taat melakukan firman-Nya!  Jangan katakan kita mengasihi Tuhan bila kita tidak taat melakukan kehendak-Nya!  Mengasihi Tuhan harus ada bukti nyata.  Terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan pun tak menjamin orang akan mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh, karena tidak sedikit orang Kristen yang menjadikan pelayanan hanya sebagai aktivitas rutin, bahkan kedok atau topeng.  "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku."  (Yohanes 14:15) dan  "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya."  (Yohanes 14:21).

     Berkorban  (persembahan, persepuluhan dan menolong sesama)  adalah bukti mengasihi Tuhan:  "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya."  (Amsal 3:9-10).  Sesungguhnya Tuhan tak mengingini uang atau harta kita karena Dia Pemilik segalanya;  Tuhan hendak melatih kita untuk memberi terlebih dahulu sebelum kita menerima, bahkan Tuhan  "...yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati,"  (2 Korintus 9:10-11).  Tidak ada alasan untuk tidak memberi!

Taat melakukan firman Tuhan dan mau berkorban adalah bukti kasih kepada Tuhan!

Catatan:
"Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan,"  1 Korintus 9:7

"'Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.' Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah."  (Roma 9:15-16).

Wednesday, June 17, 2020

MOTIVASI HATI: Tetap Tulus Murni

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2020


"Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya."  Yeremia 17:10

Setiap orang pasti memiliki motivasi ketika mengerjakan segala sesuatu!  Contoh:  banyak orang berlomba-lomba mengikuti ajang pencarian bakat yang diselenggarakan oleh beberapa televisi swasta, dengan satu motivasi ingin mengubah nasib atau menjadi orang yang terkenal.  Secara garis besar motivasi memiliki arti:  suatu dorongan atau alasan yang menjadi dasar semangat bagi seseorang untuk melakukan sesuatu demi mencapai tujuan tertentu.  Motivasi adalah faktor penting yang dapat membangkitkan semangat kita untuk melakukan sesuatu, sebaliknya seorang yang tak punya motivasi akan mengerjakan segala sesuatunya tanpa greget dan ala kadarnya... begitu diperhadapkan dengan tantangan atau kendala, kemungkinan besar akan cepat menyerah di tengah jalan.a

     Milikilah motivasi yang benar dalam mengerjakan segala sesuatu, sebab Tuhan menyelidiki hati dan menguji batin kita!  Artinya Tuhan selalu memperhatikan motivasi seseorang dalam mengerjakan segala sesuatu, sebab Ia tahu secara persis apa yang ada di dalam hati kita, apa yang menjadi niat dan juga cita-cita  (1 Tawarikh 28:9).  Jadi, Tuhan tidak hanya melihat dan menilai apa yang kita perbuat, tetapi lebih dari itu:  Ia menilai, memperhatikan, dan menyelidiki motivasi hati kita.  Perhatikan motivasi Saudara dalam melayani pekerjaan Tuhan:  apakah Saudara melayani karena tergiur iming-iming materi, atau ingin mendapatkan pujian dari manusia?  Perhatikan juga saat Saudara memberi persembahan atau menolong orang lain:  apakah hati kita benar-benar tulus ataukah ada tendensi di balik pemberian itu?  Sekalipun kita bisa menyembunyikan motivasi hati kita dari manusia, tapi semuanya tetap akan terbaca jelas di mata Tuhan.

     Dalam hal beribadah, melayani pekerjaan Tuhan, dan membangun hubungan dengan sesama, biarlah motivasi hati tetap terjaga ketulusannya:  "Aku hendak memperhatikan hidup yang tidak bercela: Bilakah Engkau datang kepadaku? Aku hendak hidup dalam ketulusan hatiku..."  (Mazmur 101:2).  Begitu pula rasul Paulus, yang juga berusaha untuk menjaga kemurnian hatinya dalam melayani Tuhan  (Kisah 24:16).

Tuhan itu baik bagi orang yang tulus bersih hatinya!  (Mazmur 73:1).

Tuesday, June 16, 2020

BERIBADAH KEPADA TUHAN YANG BENAR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2020


"'Jadi, sekarang,' kata Yosua selanjutnya, 'hormatilah TUHAN. Mengabdilah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan setia. Singkirkanlah ilah-ilah lain yang disembah oleh nenek moyangmu dahulu di Mesopotamia dan Mesir. Mengabdilah hanya kepada TUHAN.'"  Yosua 24:14  (BIS)

Setelah menempuh perjalanan panjang dan berhasil membawa bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian, usia Yosua pun semakin bertambah tua.  Sadar bahwa masa hidupnya sudah tidak akan lama lagi, Yosua mengumpulkan seluruh orang Israel, termasuk para pemimpin tiap-tiap suku di Sikhem.  Untuk apa?  Dalam tradisi di Israel, bila seorang pemimpin sudah berusia lanjut dan mendekati masa tugasnya berakhir, ia akan mengumpulkan seluruh rakyatnya untuk menyampaikan pidato perpisahan yang berisikan nasihat atau pesan-pesan terakhir.  Selain menyampaikan pidato perpisahan, Yosua juga mengingatkan kembali tentang komitmen bangsa Israel kepada Tuhan!

     Mengapa mereka perlu diingatkan?  Karena mereka seringkali jatuh bangun dalam dosa, hati mereka mudah sekali berubah dan tidak lagi setia kepada Tuhan, padahal mereka telah mengecap kasih dan kebaikan Tuhan begitu limpahnya.  Karena itu Yosua meminta mereka untuk membuat keputusan tegas:  "...pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini."  (Yosua 24:15a), sedangkan Yosua sekeluarga bertekad,  "...aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!"  (Yosua 24:15b).  Akhirnya umat Israel menyatakan komitmen yang sama, yaitu tetap beribadah kepada Tuhan yang hidup dan benar!  "Jauhlah dari pada kami meninggalkan TUHAN untuk beribadah kepada allah lain!"  (Yosua 24:16).

     Komitmen ini tidak bisa dianggap main-main atau asbun  (asal bunyi), sebab mereka tidak berikrar di hadapan Yosua, tapi di hadapan Tuhan yang besar dan berkuasa, Pencipta langit dan bumi... apabila mereka sampai ingkar dengan apa yang diucapkan, ada akibat yang harus mereka taggung, sebab Dia adalah Tuhan yang cemburu:  "Ia tidak akan mengampuni kesalahan dan dosamu."  (Yosua 24:19).

Beribadah kepada Tuhan berarti kita menyerahkan hidup ini sepenuhnya kepada Tuhan dan taat kepada-Nya sampai akhir!

Monday, June 15, 2020

TAAT DAN SETIA: Beroleh Peninggian Dari Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2020


"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu,"  Mazmur 75:7

Tak ada orang yang mau menjadi nomor dua, semua ingin menjadi nomor satu, yang terutama, teratas, terbaik, tertinggi.  Untuk mencapai semuanya itu tidak sedikit orang menempuhnya dengan segala cara, tak peduli apakah menyalahi aturan, melanggar hukum, merugikan atau mengorbankan orang lain.  Inilah ambisi yang salah!  Kata  'ambisi'  (Latin, ambitio)  adalah suatu hasrat besar seseorang terhadap kekuasaan, kehormatan, kemashyuran atau apa saja yang memberikan keunggulan dan keistimewaan;  keinginan seseorang untuk membuat dirinya berbeda dari orang lain;  usaha seseorang untuk memajukan dirinya.

     Adalah sah-sah saja memiliki suatu ambisi, asalkan jalan atau cara yang kita tempuh untuk mewujudkan ambisi tersebut sesuai dengan aturan atau hukum yang berlaku, tidak menyimpang dari kebenaran firman Tuhan.  Ambisi yang bertujuan semata-mata untuk meninggikan diri sendiri, mencari hormat dan pujian dari manusia adalah perbuatan yang sangat dicela oleh Tuhan!  Ambisi-ambisi semacam ini ternyata bukan hanya terjadi di dunia luar, di lingkungan gereja atau pelayanan pun banyak sekali ditemukan:  ada pelayan-pelayan Tuhan yang bertengkar dan saling jegal karena memperebutkan posisi atau jabatan penting di gereja!  Korah adalah contoh orang yang sangat berambisi untuk mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin, karena itu ia mengajak orang-orang untuk memberontak terhadap Musa, pemimpin yang dipilih Tuhan.  Apa yang diperbuat oleh Korah akhirnya menjadi bumerang bagi dirinya sendiri dan juga semua orang yang mengikuti dia  (Bilangan 16:31-33).

     Pemazmur menegaskan bahwa peninggian seseorang itu datang bukan dari timur, barat, padang gurun, atau dari mana pun, peninggian itu datangnya dari Tuhan:  "...direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain."  (Mazmur 75:8).  Ingin beroleh peninggian dari Tuhan?  Taatilah firman-Nya, maka  "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun,"  (Ulangan 28:13), dan setialah dari perkara-perkara kecil  (Lukas 16:10).

Asal kita taat dan setia mengerjakan apa yang Tuhan percayakan, peninggian pasti datang!

Sunday, June 14, 2020

MARIA MAGDALENA: Kasih Yang Bergelora

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2020


"Maria Magdalena pergi dan berkata kepada murid-murid: 'Aku telah melihat Tuhan!' dan juga bahwa Dia yang mengatakan hal-hal itu kepadanya."  Yohanes 20:18

Orang yang mengalami kebaikan Tuhan dan memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan pasti memiliki kasih yang bergelora kepada Tuhan.  Didasari kasihnya yang menggelora, orang akan rela melakukan yang terbaik untuk Tuhan, memberi dan berkorban, tidak menahan berkat untuk dirinya sendiri, tapi terbeban untuk menolong orang lain, dan terbeban pula untuk mendukung pekerjaan Tuhan dengan harta yang dimiliki:  "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu..."  (Amsal 3:9).

     Inilah yang dirasakan oleh Maria Magdalena, sebab  "Dosanya yang banyak itu telah diampuni,"  (Lukas 7:47).  Karena telah mengalami pertolongan Tuhan yang ajaib dan dosanya yang besar telah diampuni, Maria Magdalena bertekad untuk membalas kasih Tuhan dengan apa yang bisa ia perbuat.  "Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu."  (Lukas 7:37-38).  Maria Magdalena datang kepada Tuhan dengan membawa sebuah buli-buli yang berisi minyak wangi yang ia pergunakan untuk meminyaki Tuhan, padahal minyak wangi tersebut berharga sangat mahal, dan mungkin itu satu-satunya harta yang dimilikinya.  Wanita itu rela mempersembahkan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya untuk dipersembahkan kepada Tuhan, bahkan ia membasahi kaki-Nya dengan air mata, menyeka dengan rambutnya, dan mencium kaki-Nya sebagai ekspresi kasihnya.

     Walaupun Tuhan Yesus sudah mati tersalib, Maria Magdalena tetap menunjukkan kasih dan setianya kepada Tuhan dengan mengunjungi kubur-Nya, dan Alkitab mencatat bahwa Maria Magdalena menjadi orang pertama yang datang ke kubur Tuhan pada pagi-pagi buta dan mendapati kubur itu kosong  (Matius 20:1).  Jerih lelah dan pengorbanan wanita itu diperhitungkan oleh Tuhan!  Terbukti ketika Tuhan bangkit dari kematian-Nya, Maria Magdalena menjadi orang yang pertama dijumpai-Nya.

Seberapa besar kasih Saudara kepada Tuhan?  Kasih kepada Tuhan harus ada bukti.

CATATAN:
"Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan,"  2 Korintus 9:7

"'Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.' Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah."  Roma 9:15-16

Friday, June 12, 2020

KEHADIRAN TUHAN ADALAH SEGALANYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2020


"Daud dan seluruh orang Israel mengangkut tabut TUHAN itu dengan diiringi sorak dan bunyi sangkakala."  2 Samuel 6:15

Alkitab menyatakan bagaimana Daud membawa Tabut Perjanjian dari rumah Obed-Edom menuju ke kota Yerusalem.  Pada waktu itu Daud baru saja dinobatkan jadi raja atas seluruh Israel dan baru saja memindahkan ibu kota ke Yerusalem, dan dia baru saja berhasil mempertahankan Yerusalem dari serangan Filistin.  Lalu Daud berusaha untuk mengembalikan Tabut Perjanjian, yang adalah lambang kehadiran Tuhan, Ke Yerusalem, di mana selama 20 tahun Tabut Perjanjian tidak berada di tempat semestinya karena dirampas oleh bangsa Filistin;  dan meski orang Filistin telah mengembalikannya, tapi tabut itu berada di Kiryat-Yearim yang merupakan pinggiran dari wilayah Israel.  Karena itu Daud ingin mengembalikan tabut ini ke Yerusalem, kota Daud, pusat pemerintahan.

     Di sepanjang perjalanan Daud mengekspresikan rasa syukurnya, karena ia tahu bahwa Tabut Perjanjian adalah lambang kehadiran Tuhan,  "Dan Daud menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari kain lenan."  (2 Samuel 6:14).  Tidak hanya itu, di setiap enam langkah Daud mempersembahkan korban kepada Tuhan, berupa seekor lembu dan seekor anak lembu gemukan.  Sebagaimana ketika Tabut Perjanjian berada di rumah Obed-Edom, ia dan seisi rumahnya diberkati oleh Tuhan, juga saat Tabut Perjanjian berada di kota Daud,  "Setelah Daud selesai mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan, diberkatinyalah bangsa itu demi nama TUHAN semesta alam."  (2 Samuel 6:18).  Kala Tabut Perjanjian berada di tangan musuh, bangsa Israel selalu mengalami kekalahan demi kekalahan, namun setelah Tabut Perjanjian itu kembali berada di tangan orang Israel, terjadilah suatu pemulihan yang luar biasa.

     Kehadiran dan penyertaan Tuhan adalah segala-galanya bagi kita!  Coba renungkan:  kalau bukan Tuhan yang menyertai, mampukah kita menjalani hidup sampai detik hari ini?  Kalau bukan Tuhan yang menopang, sanggupkah kita bertahan di tengah goncangan, badai dan gelombang permasalahan hidup?  Tanpa kehadiran Tuhan, ibadah dan pelayanan yang kita lakukan takkan berdampak apa-apa;  begitu pula dalam pekerjaan, rumah tangga, usaha/bisnis, studi, kita sangat memerlukan Tuhan.

Tanpa kehadiran dan penyertaan Tuhan, hidup kita takkan berarti apa-apa.

Thursday, June 11, 2020

JANGAN LAGI BOCOR MULUT!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2020


"Siapa mengumpat, membuka rahasia, sebab itu janganlah engkau bergaul dengan orang yang bocor mulut."  Amsal 20:19

Adalah fakta yang tak terelakkan bahwa setiap orang memiliki kecenderungan suka membicarakan orang lain alias bergosip, entah itu membicarakan kelebihan atau kekurangannya  (negatif atau positif).  Tapi umumnya, yang namanya gosip selalu berkonotasi negatif yaitu membicarakan keburukan, kelemahan, kekurangan atau aib orang lain.  Biasanya kalau orang membicarakan kelemahan/kekurangan seseorang, ia tidak akan pernah kehabisan bahan, karena selalu ada saja bumbu-bumbu yang ditambahkan.  Orang yang suka sekali menggosip bisa dikategorikan sebagai orang yang bocor mulut, karena tak pernah bisa menahan diri untuk membicarakan orang lain.

     Dalam kehidupan sehari-hari aktivitas menggosip ini biasanya disukai oleh para wanita, emak-emak atau para ibu rumah tangga;  mereka menganggap bahwa menggosip adalah salah satu kegiatan yang mengasyikkan di kala senggang, tapi lama-kelamaan menjadi suatu kebiasaan.  Orang yang suka menggosip disebut penggosip, yaitu orang yang mempunyai kebiasaan menceritakan sensasi atau membicarakan orang lain disertai bumbu-tumbu tambahan supaya semakin sedap didengar, entah itu beritanya benar atau tidak, biasanya bersumber dan meyebar dari mulut ke mulut.  Berhati-hatilah!  Menggosip adalah masalah yang sangat serius di hadapan Tuhan dan merupakan perkataan sia-sia yang sangat berbahaya, karena bisa berdampak buruk bagi orang yang diperbincangkan atau pun si penyebar gosip itu sendiri.  Gosip yang negatif dapat menimbulkan fitnah, pertengkaran, merusak persahabatan/pertemanan/persaudaraan, karena  "...siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib."  (Amsal 17:9).

     Setiap perkataan sia-sia yang keluar dari mulut kita  (salah satunya gosip), akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan:  "Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum."  (Matius 12:37).  Berhentilah menggosip atau membicarakan kejelekan-kejelekan orang lain!  Jangan sampai menjadi senjata makan tuan:  kita menuai akibat perbuatan kita, karena kita bocor mulut.

"Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi."  Amsal 10:19

Wednesday, June 10, 2020

MASALAH DATANG TANPA DIUNDANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2020


"Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba."  Pengkhotbah 9:12

Tak seorang pun tahu secara persis kapan masalah akan datang dan terjadi.  Orang sepintar dan sehebat apa pun takkan pernah bisa memprediksi apa pun, karena masalah bisa datang sewaktu-waktu tanpa diduga dan tanpa diundang!  Kita pasti ingat hujan deras yang mengguyur wilayah Jabodetabek di malam pergantian tahun, tepatnya pada tanggal 31 Desember 2019 lalu.  Ketika banyak orang bersukacita menyambut hari pergantian tahun, warga ibukota harus berduka karena bencana banjir melanda:  menenggelamkan perumahan-perumahan elit, menghanyutkan mobil-mobil, ratusan orang menjadi korban dan harus mengungsi.  Siapa yang menyangka akan terjadi banjir sedemikian parahnya?

     Dari peristiwa ini kita mendapatkan suatu pembelajaran hidup!  Tak ada yang bisa dibangga-banggakan dari apa yang kita miliki:  rumah megah, mobil mewah, pangkat, tak bisa menolong dan meluputkan kita dari bencana.  Karena itu Salomo menasihati,  "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amal 27:1).  Hal terpenting yang harus kita lakukan di tengah situasi apa pun adalah hidup melekat kepada Tuhan, karena hanya Dialah sumber pengharapan dan sumber pertolongan kita:  "Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu."  (Mazmur 121:1, 2, 5).  Adalah lumrah bila manusia merasa takut dan kuatir saat tertimpa masalah, namun sebagai orang percaya kita harus selalu berpegang teguh pada janji firman Tuhan!  Tidak ada masalah sekecil apa pun yang kita alami, yang tak diketahui Tuhan atau terlepas dari perhatian Tuhan  (Mazmur 139:1-2).

     "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!"  (Markus 6:50b).  Masalah boleh saja datang, persoalan boleh menerpa, tapi Tuhan tak pernah lepaskan tangan-Nya tuk menopang kita.

"Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;"  Mazmur 34:20

Tuesday, June 9, 2020

TAK ADA KEMENANGAN TANPA BERPERANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2020


"Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu;"  1 Samuel 17:48

Sekarang ini adalah masa-masa sukar, karena itu milikilah kesiapan untuk menghadapi tantangan, hambatan, kesulitan dan musuh-musuh yang siap menghadang langkah kita.  Tak perlu kecut dan tawar hati, sebab ada jaminan penyertaan dari Tuhan bagi kita.  Yang harus selalu kita ingat adalah, bahwa tidak ada kemenangan tanpa peperangan!  Punya tekad dan keberanian untuk berperang melawan musuh, itulah awal dari sebuah kemenangan.  Banyak orang memiliki impian besar dan berkemenangan dalam hidupnya, tapi mereka tak mau membayar harga, tak mau menyalibkan kedagingan, takut berperang melawan musuh, takut menghadapi tantangan, karena itu hidupnya begitu-begitu saja dan kehidupan rohaninya pun jalan di tempat, tetap saja kerdil.

     Daud, ketika orang-orang Israel takut dan gentar menghadapi Goliat, ia justru memilih untuk berlari ke barisan musuh  (ayat nas).  Mengapa Daud punya keberanian untuk maju bertempur, sementara barisan Israel memilih kabur?  Karena ia tahu bahwa ada Tuhan yang turut beserta:  "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam,"  (1 Samuel 17:45).  Kalau tidak maju berperang tidak akan pernah ada kemenangan, karena itu Daud tak mau terprovokasi oleh perkataan musuh yang melemahkan.  Jadi kemenangan hanya akan terjadi jika kita mau bergerak maju dan masuk ke medan peperangan:  berani keluar dari zona nyaman, kalahkan ketakutan, dan hadapi lawan.

     Keberanian Daud menemui Goliat  (raksasa Filistin)  itu bukanlah suatu tindakan nekat tanpa dasar, tapi dilandasi oleh imannya kepada Tuhan yang hidup dan berkuasa:  "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu."  (1 Samuel 17:37).  Hal itulah yang mendorong Daud untuk maju berperang menghadapi Goliat  (artinya  'pemenggal kepala').  Kalau kita tidak memiliki keberanian untuk maju menghadapi lawan, maka Goliat atau raksasa persoalanlah yang akan memenggal dan mematahkan segala kerinduan dan impian hidup kita.  Ingat, iman selalu bekerja sama dengan perbuatan  (Yakobus 2:22).

Tindakan yang didasarkan kepada iman yang benar menghasilkan kemenangan!

Monday, June 8, 2020

TAAT SEKALIPUN PENUH RESIKO

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2020


"Daniel, salah seorang buangan dari Yehuda, tidak mengindahkan tuanku, ya raja, dan tidak mengindahkan larangan yang tuanku keluarkan, tetapi tiga kali sehari ia mengucapkan doanya."  Daniel 6:14

Taat di tengah situasi yang baik dengan fasilitas mendukung adalah mudah dilakukan, tapi bagaimana jika situasinya tidak baik, penuh tekanan, aniaya, ancaman dan resiko?  Kebanyakan orang akan berusaha mencari aman dengan melakukan tindakan kompromi, daripada harus menanggung resiko.

     Daniel menghadapi masalah yang berat dan penuh resiko sehubungan ibadatnya kepada Tuhan, namun hal itu tak menggoyahkan imannya.  Alkitab mencatat Daniel tetap berdoa menghadap Yerusalem tiga kali sehari  (Daniel 6:11).  Sekalipun orang asing dan orang buangan, Daniel mendapatkan kedudukan tinggi di Babel dan dikasihi raja Darius, sehingga pejabat-pejabat pemerintahan lainnya iri.  Karena itu mereka pun bersepakat membuat peraturan baru berupa larangan:  barangsiapa yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia, selain sebagai raja, ia akan dilemparkan ke gua singa  (Daniel 6:8).  Mendapatkan ancaman yang dapat membahayakan keselamatan jiwanya tak membuat Daniel takut dan gentar, ia tetap beribadah kepada Tuhan sebagaimana yang biasa dilakukan.  Melihat hal itu mereka semakin geram terhadap Daniel, lalu mendesak raja menegakkan undang-undang:  Daniel ditangkap dan dimasukkan ke gua singa.  Apakah singa-singa itu memangsa dan menerkam Daniel?  Tidak.  Tuhan telah mengutus malaikat-malaikat-Nya untuk membungkam dan mengatupkan mulut singa-singa itu sehingga Daniel tetap hidup.

     Mendapati Daniel tetap selamat, raja Darius pun bersukacita dan memerintahkan untuk mengeluarkan Daniel dari kandang singa itu.  Lalu raja membuat titah supaya orang-orang yang menuduh Daniel, termasuk keluarganya, dilemparkan ke dalam gua singa itu, dan tanpa menunggu lama singa-singa itu menerkam dan membunuh mereka.  Ketaatan selalu mendatangkan mujizat, karena Tuhan selalu ada di pihak orang benar!

"...jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia."  (1 Korintus 15:58).

Sunday, June 7, 2020

FIRMAN TUHAN MAKANAN ROHANI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2020


"Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati."  Mazmur 119:34

Tubuh jasmani kita akan menjadi lemah dan tak punya kekuatan apabila tidak mendapatkan asupan makanan yang cukup.  Normalnya kita makan tiga kali dalam sehari:  pagi, siang dan malam.  Tubuh rohani kita pun membutuhkan  'makanan'  yang cukup agar supaya dapat bertumbuh, semakin kuat dan tidak mengalami kematian.

     Sudahkah tubuh rohani Saudara mendapatkan  'makanan'  yang cukup?  Makanan bagi tubuh rohani adalah firman Tuhan.  Apakah Saudara secara konsisten menyediakan waktu untuk bersaat teduh:  membaca, meneliti dan merenungkan firman Tuhan?  Tidak sedikit orang Kristen yang jarang sekali membaca Alkitab, membaca kalau sempat saja, itu pun saat di gereja.  Alkitab menyatakan,  "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."  (Matius 4:4).  Firman Tuhan adalah makanan pokok bagi manusia rohani!  Oleh sebab itu milikilah rasa haus, lapar dan rasa antusias terhadap firman Tuhan:  "Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku,..."  (Yeremia 15:16).  Bagi orang percaya, firman Tuhan seharusnya menjadi sesuatu yang paling berharga dan bernilai di dalam hidup, lebih dari apa pun, uang atau harta kekayaan.  Salomo menulis:  "...jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN..."  (Amsal 2:4-5).

     Ketika  kita menjadikan firman Tuhan sebagai makanan setiap hari, iman kita akan semakin bertumbuh, sebab  "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).  Banyak orang Kristen gampang sekali menyediakan waktunya untuk nonton youtube, jalan-jalan ke mal, membaca berita dari internet dan sebagainya, tapi mereka sulit sekali menyediakan sedikit waktunya untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan, maka wajarlah bila kerohanian mereka tetap saja kerdil.

Orang yang kesukaannya firman Tuhan dan merenungkan firman itu siang dan malam akan seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air:  menghasilkan buah pada musimnya dan tidak layu daunnya  (baca  Mazmur 1:2-3).