Wednesday, September 30, 2020

SEORANG PEMENANG: Di Taman Firdaus

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2020

Baca:  Wahyu 2:1-7

"Barang siapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus..."  Wahyu 2:7

Di kitab Perjanjian Lama yang dimaksud dengan  'Taman Firdaus'  adalah Taman Eden, suatu tempat di mana manusia pertama  (Adam dan Hawa)  ditempatkan oleh Tuhan.  Di tengah-tengah Taman Eden ini ada sebuah pohon yang disebut pohon kehidupan dan Tuhan melarang manusia untuk makan buah pohon tersebut  (Kejadian 2:9).  Oleh karena tipu daya dan hasutan Iblis, Hawa dan suaminya  (Adam)  melanggar apa yang Tuhan sudah firmankan, yaitu makan buah pengetahuan dari pohon itu.  Akhirnya manusia pun jatuh ke dalam dosa dan sebagai akibatnya, mereka terusir ke luar dari Taman Eden!

     Ada pun  'Taman Firdaus'  yang dimaksudkan oleh ayat nas di atas adalah suatu tempat yang Tuhan sediakan bagi orang-orang percaya yang setia sampai akhir hidupnya.  Di Taman Firdaus  (sorga)  ini tidak ada lagi tangis dan dukacita!  Selain setia, mereka adalah orang-orang yang tampil sebagai pemenang!  Kata  'menang'  berarti mereka sudah mampu mengalahkan musuh di medan peperangan, melewati perjuangan, atau perlombaan iman.  Alkitab menegaskan bahwa hanya orang-orang yang menanglah yang akan berada di Taman Firdaus  (sorga):  menang atas pergumulan melawan dosa  (mengalahkan kedagingan), menang dalam perjuangannya menjaga kekudusan hidup.  Tetapi mereka yang tidak setia kepada Tuhan, mereka yang gagal dalam perlombaan iman, mereka yang gagal mengalahkan keinginan dosa  (hidup menuruti hawa nafasu dan keinginan daging), tidak berhak untuk menikmati Taman Firadaus yang Tuhan sediakan.

     Yang pasti untuk bisa memasuki Taman Firdaus dan menikmati  'pohon kehidupan'  Tuhan, ada harga yang harus dibayar!  Kita harus bekerja keras:  "Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu;"  (Yohanes 6:27)  dan hidup meneladani Kristus:  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).  Hidup meneladani Kristus berarti hidup dalam kekudusan:  "hendaklah kamu menjadi kudus...seperti Dia yang kudus...Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."  (1 Petrus 1:15-16)

Taman Firdaus disediakan untuk orang-orang yang hidup berkenan kepada Tuhan!

Tuesday, September 29, 2020

IBADAH KEPADA TUHAN: Jangan Hanya Dibibir

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2020

Baca:  Yesaya 29:9-16

"Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan,"  Yesaya 29:13

Dalam memilih seseorang Tuhan tidak bisa dipengaruhi oleh siapa pun, tidak bisa dikelabui dengan apa yang terlihat secara kasat mata, sebab bukan apa yang dilihat manusia yang dilihat Tuhan;  jika manusia melihat apa yang di depan mata, Tuhan melihat hati  (1 Samuel 16:7b).  Ketika Samuel hendak mengurapi anak-anak Isai untuk menjadi raja, Daud yang dipandang remeh oleh keluarganya sendiri dan tidak diperhitungkan, justru terpilih dan dipandang layak oleh Tuhan.  Sedangkan Eliab, yang adalah seorang prajurit perang Saul: penampilan, perawakan, cara bicara dan berpakaiannya luar biasa, ternyata tidak memenuhi kriteria Tuhan.

     Berhati-hatilah!  Karena apa yang terlihat secara kasat mata tidak menjadi jaminan kehidupan seseorang dikenan oleh Tuhan!  Jangan sampai kita beribadah kepada Tuhan, kita melayani Tuhan hanya sebatas kulit luar saja atau hanya di bibir saja, tapi hati kita jauh dari Tuhan.  Ibadah yang hanya sekedar melakukan perintah manusia atau sekedar hafalan sia-sia di mata Tuhan.  Jangan sampai kita memuji dan memuliakan Tuhan hanya lips service, bukan dari hati yang sungguh-sungguh ingin meninggikan nama Tuhan!  Meski Tuhan menilai manusia dari kedalaman hati bukan berarti kita tidak perlu melakukan apa-apa untuk Tuhan.  Ibadah yang sejati adalah dengan mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan yang berkenan  (Roma 12:1);  kita mempersembahkan tubuh kita untuk dipakai sebagai senjata kebenaran  (Roma 6:13);  kita juga harus muliakan Tuhan dengan tubuh kita  (1 Korintus 16:20), sebab kita telah dibeli dan harganya lunas dibayar melalui pengorbanan Kristus di kayu salib.  Ini merupakan sesuatu yang terlihat oleh kasat mata karena ada tindakan yang kita lakukan.

     Tapi yang harus diperhatikan juga adalah motivasi hati yang mendasari kita melakukan sesuatunya.  Bangsa Israel memuliakan Tuhan dengan bibirnya tetapi hatinya jauh dari Tuhan.  Tuhan menginginkan kita memuliakan Dia, beribadah kepada-Nya dan melayani Dia dengan segenap hati kita bukan sebatas rutinitas atau aktivitas agamawi.

Tuhan tidak berkenan dengan ibadah yang hanya sebatas mata memandang!

Monday, September 28, 2020

JANGAN SAMPAI MENGALAMI PENOLAKAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2020

Baca:  1 Korintus 9:24-27

"Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."  1 Korintus 9:27

Ditolak itu meyakitkan!  Entah itu ditolak saat menyatakan cinta kepada seseorang atau saat melamar seseorang, ditolak masuk sekolah favorit karena nilai kurang memenuhi syarat, ditolak saat melamar pekerjaan, dan sebagainya.  Mengalami penolakan adalah momok bagi semua orang, sebab ditolak berarti tidak diterima keberadaannya.

     Mengalami penolakan di dunia ini saja sudah sangat menyakitkan, terlebih-lebih orang yang mengalami penolakan dari Tuhan!  Inilah yang menjadi pergumulan hidup rasul Paulus:  jangan sampai setelah ia memberitakan Injil justru ia sendiri yang ditolak oleh Tuhan, dan orang lain yang menerima Injil dan dilayaninya justru diterima.  Firman Tuhan sudah terlebih dahulu memperingatkan,  "Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu."  (Matius 19:30).  Jangan sampai kita yang sudah lama mengikut Tuhan dan sudah terlibat dalam pelayanan justru menjadi orang yang terakhir!  Karena itulah rasul Paulus melatih diri sedemikian rupa!  Ini berbicara tentang proses, tidak langsung jadi, dan bersedia membayar harga.

     Kita harus bisa menguasai dan mengendalikan tubuh kita, jangan sebaliknya kita yang dikendalikan oleh tubuh dengan segala keinginannya.  Adalah berbahaya bila kita mengikut keinginan tubuh ini dengan segala keinginannya, sebab keinginan tubuh  (daging)   kita ini berlawanan dengan keinginan Roh  (Glatia 5:17).  Kita harus bisa melatih, mengontrol, menguasai dan menaklukkan tubuh kita sendiri.  Saul, awalnya adalah orang yang diurapi Tuhan saat menjadi raja atas Israel, tapi karena tidak lagi taat kepada Tuhan dan lebih menuruti keinginan dagingnya, akhirnya ia mengalami penolakan dari Tuhan!  "Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman TUHAN, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja."  (1 Samuel 15:23).

     Esau juga mengalami penolakan dari Tuhan karena ia telah menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan.  Hal itu menunjukkan bahwa Esau tidak menghargai kasih dan anugerah Tuhan!  Penyesalan pun tiada guna  (Ibrani 12:17).

Mengalami penolakan dari Tuhan akan berujung kepada kebinasaan kekal!

Sunday, September 27, 2020

KASIH KEPADA TUHAN: Taat dan Mengasihi Sesama

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2020

Baca:  Yohanes 14:15-31

"Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya."  Yohanes 14:21

Mengasihi Tuhan dengan sungguh berarti memberikan segenap keberadaan hidup kita untuk dikuasai dan dipimpin oleh Roh Kudus, artinya kita berjalan bersama Tuhan setiap hari, memikirkan jalan-jalan-Nya, tunduk kepada kehendak-Nya, taat melakukan firman-Nya, memegang teguh janji-Nya, rela diajar dan dibentuk oleh-Nya.  Tuhan sendiri menegaskan,  "Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku...Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku;"  (Yohanes 14:23; 24).  Taat melakukan firman Tuhan adalah wujud nyata seseorang mengasihi Tuhan, sebab  "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga."  (Matius 7:21).

     Bukti lain seseorang mengasihi Tuhan adalah bila ia juga mengasihi sesama, sebab jika orang berkata bahwa ia mengasihi Tuhan tapi membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta  (1 Yohanes 4:20).  Memiliki kasih adalah tanda seseorang sudah mengalami kelahiran baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus:  "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." (Yehezkiel 36:26).  Setiap orang yang ada di dalam Kristus adalah ciptaan baru  (2 Korintus 5:17), yang seharusnya mewarisi karakter kasih, di mana kemudian kasih itu mengalir keluar.  Bila ada orang Kristen yang masih bersikap egois, gampang mendendam, menyimpan akar pahit, kebencian, sakit hati, tidak bisa mengampuni orang lain, dan sebagainya, tak ada kasih di dalam dirinya.

     Mengasihi orang lain merupakan balasan kasih yang telah diberikan Tuhan kepada kita.  Kasih itu bersifat aktif, bukan pasif, artinya mendahului untuk melakukan suatu tindakan, bukan menunggu terlebih dahulu atau sekedar membalas.  Kebanyakan dari kita mau mengasihi setelah dikasihi, mau memberi setelah diberi.  Rasul Paulus menasihati,  "...selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman."  (Galatia 6:10).

Orang yang mengasihi Tuhan juga harus mengasihi saudaranya  (1 Yohanes 4:21).

Saturday, September 26, 2020

TUHAN ADALAH SUMBER KASIH KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 September 2020

Baca:  Mazmur 36:1-13

"Ya TUHAN, kasih-Mu sampai ke langit, setia-Mu sampai ke awan."  Mazmur 36:6

Di masa-masa sulit seperti sekarang ini banyak orang Kristen yang goyah imannya, mereka mulai meragukan kasih dan penyertaan Tuhan dalam hidup ini.  Kalau kita masih saja meragukan kasih setia Tuhan dalam hidup ini berarti kita adalah orang-orang yang tidak tahu berterima kasih, sama seperti sembilan orang yang sakit kusta yang sudah disembuhkan Tuhan, yang setelah sembuh mereka langsung pergi meninggalkan Tuhan tanpa berterima kasih kepada-Nya  (Lukas 17:17).  Bukankah di setiap langkah, di mana pun dan ke mana pun kita pergi, Dia Imanuel, Tuhan yang selalu menyertai kita, kita masih bisa bernafas sampai detik ini bukankah semua karena kasih Tuhan?

     Rasul Yohanes dalam suratnya menegaskan bahwa Tuhan adalah kasih, dan dalam hal mengasihi ini bukan kita yang mengasihi Tuhan, tapi Tuhanlah yang telah mengasihi kita  (1 Yohanes 4:8-10).  Pernyataan bahwa Tuhan adalah kasih memberi pengertian kepada kita bahwa Tuhan adalah sumber kasih itu sendiri sehingga Dia tidak dapat dipisahkan dari sifat dasarnya yang adalah kasih.  Karena kasih adalah karakter Tuhan, maka segala perbuatan-Nya senantiasa bermuatan kasih, di dalam Tuhan ada kasih yang berlimpah-limpah.  Tidak ada kata lain untuk mengungkapkan kebesaran kasih Tuhan selain kita harus selalu mengucap syukur kepada-Nya.  Karena kasih Tuhan yang berlimpah ini manusia berdosa pun dikasihi-Nya dan diselamatkan-Nya melalui pengorbanan-Nya di kayu salib:  "...oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:8).  Kasih menjadi bagian penting dari kehidupan kekristenan!

     Karena Tuhan lebih dulu mengasihi kita dengan memberikan hidup-Nya untuk kita, maka kita harus merespons kasih-Nya itu dengan mengasihi Dia segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan segenap kekuatan kita  (Markus 12:30).  Kata  'segenap'  berarti menempatkan Tuhan sebagai prioritas yang terutama dalam hidup ini.  Kita menjadikan Tuhan sebagai subyek kasih satu-satunya, tidak ada siapa pun dan apa pun yang kita kasihi melebihi kasih kita kepada Tuhan.  Banyak orang lebih mengasihi uang dan hartanya daripada mengasihi Tuhan;  kita lebih mengasihi bisnis kita daripada mengasihi Tuhan, waktu-waktu kita pun tersita untuk perkara-perkara dunia.

Kasih Tuhan kepada kita sungguh tak terbatas!  Bagaimana kasih kita kepada-Nya?

Friday, September 25, 2020

TUHAN BISA MENGUBAH KEPUTUSAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 September 2020

Baca:  2 Raja-Raja 20:1-11

"Beginilah firman TUHAN: Sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi."  2 Raja-Raja 20:1

Pengalaman hidup Hizkia tentang sakit yang dideritanya, yang membuat nyawanya terancam  (nyaris mati), di mana akhirnya Tuhan menyembuhkan dia dan bahkan hidupnya diperpanjang lima belas tahun lagi, menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi semua orang percaya.  Kesungguhan dalam berdoa dan kesetiaan seseorang melakukan kehendak Tuhan  (2 Raja-Raja 20:3)  sanggup menyentuh dan menggerakkan hati Tuhan untuk mengubah keputusan dan menyatakan belas kasihan-Nya.

     Tuhan mengutus nabi Yesaya untuk menyampaikan pesan penting kepada Hizkia bahwa ia tidak akan sembuh dari sakitnya dan akan mati  (ayat nas).  Mendengar hal itu Hizkia berdoa dan meratap kepada Tuhan,  "Lalu Hizkia memalingkan mukanya ke arah dinding dan ia berdoa kepada TUHAN: 'Ah TUHAN, ingatlah kiranya, bahwa aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik di mata-Mu.'"  (2 Raja-Raja 20:2-3).  Setelah memperhatikan apa yang Hizkia lakukan berkatalah Tuhan kepada nabi Yesaya,  "Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu; sesungguhnya Aku akan menyembuhkan engkau; pada hari yang ketiga engkau akan pergi ke rumah TUHAN. Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi dan Aku akan melepaskan engkau dan kota ini dari tangan raja Asyur; Aku akan memagari kota ini oleh karena Aku dan oleh karena Daud, hamba-Ku."  (2 Raja-Raja 20:5-6).  Apa yang dialami Hizkia ini juga mengingatkan kita pada kisah kota Niniwe!  Melalui Yunus Tuhan menyatakan rencana-Nya untuk menghancurkan kota itu, sebab besarlah kejahatan mereka  (Yunus 3:4).  Mendengar hal itu pemimpin kota Niniwe menyerukan kepada rakyatnya untuk bertobat dan berkabung secara nasional dengan berpuasa, termasuk hewan ternaknya  (Yunus 3:7).  Melihat pertobatan mereka hati Tuhan pun tersentuh, Ia pun membatalkan rencana-Nya untuk mendatangkan malapetaka.

     Betapa besar kasih Tuhan kepada manusia;  Ia selalu menyatakan kebaikan, kemurahan, belas kasihan-Nya kepada setiap orang yang mencari-Nya sepenuh hati.

Hati yang hancur dan komitmen untuk bertobat dapat menggerakkan hati Tuhan untuk mengubah keputusan-Nya!

Thursday, September 24, 2020

TEMBOK PENGHALANG DIRUNTUHKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 September 2020

Baca:  Yosua 6:1-27

"Dalam pada itu Yerikho telah menutup pintu gerbangnya; telah tertutup kota itu karena orang Israel; tidak ada orang keluar atau masuk."  Yosua 6:1

Iblis selalu merancang hal-hal yang jahat bagi kehidupan manusia, sebagaimana tertulis:  "Pencuri (Iblis) datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;"  (Yohanes 10:10a).  Itulah sebabnya Iblis selalu mencari cara bagaimana supaya orang percaya hidup dalam kegagalan;  Iblis berusaha menutup pintu-pintu kesempatan, menutup jalan berkat dan menyerang semua orang dengan hal-hal negatif.

     Syukur kepada Tuhan karena kita punya Tuhan yang memiliki rancangan yang indah bagi kehidupan anak-anak-Nya:  "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).  Bagaimana caranya supaya rancangan Tuhan tergenapi, pintu-pintu kesempatan terbuka, dan tembok-tembok penghalang dapat diruntuhkan?  Kita bisa belajar dari pengalaman adikodrati runtuhnya tembok Yerikho!  Ketika Tuhan memerintahkan orang-orang Israel untuk mengelilingi kota Yerikho tujuh hari lamanya, di mana pada hari ke-7 mereka harus mengelilinginya sebanyak 7 kali, mereka taat melakukan apa yang Tuhan perintahkan, juga ketika diminta untuk tidak mengeluarkan sepatah kata pun saat mengelilingi kota Yerikho  (Yoshua 6:10).

     Tembok yang tebal sesungguhnya bukanlah penghalang untuk kita meraih kemenangan, tapi kita harus ingat bahwa tidak ada kemenangan tanpa usaha, kesabaran, ketekunan dan ketaatan!  Menurut akal manusia mustahil tembok Yerikho bisa runtuh bila hanya dikelilingi saja!  Tapi kesabaran orang-orang Israel melakukan perintah Tuhan untuk tidak berbicara selama mengelilingi kota Yerikho, dan juga ketekunan mereka mengelilingi kota  (sekali dalam sehari selama enam hari dan tujuh kali pada hari ke tujuh), akhirnya membuahkan hasil tembok penghalang itu pun runtuh... dan keberadaan Tabut Perjanjian di tengah-tengah orang Israel adalah lambang dari kehadiran Tuhan, di mana Tuhan turut bekerja, perkara yang besar dan dahsyat pasti dinyatakan!

Bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil!  Tembok-tembok persoalan sebesar apa pun pasti dapat diruntuhkan!

Wednesday, September 23, 2020

BERPEGANG PADA FIRMAN: Kunci Menjaga Pikiran

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 September 2020

Baca:  Filipi 4:2-9

"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."  Filipi 4:6

Rasul Paulus menasihati jemaat di Filipi agar mereka selalu menjaga pikiran, sebab pikiran adalah medan peperangan yang sesungguhnya.  Ada tertulis:  "For as he thinks in his heart, so [is] he." (Proverbs 23:7, NKJV), artinya:  "sebagaimana dia berpikir dalam hatinya, demikianlah dia."  Jadi pikiran kita akan membentuk kehidupan kita, pikiran memimpin seluruh tindakan kita;  tindakan kita adalah refleksi pikiran kita.  Karena itu kita harus menjaga pikiran sedemikian rupa agar tetap berisikan hal-hal yang benar dan positif.

     Salah satu ciri orang yang berpikiran positif adalah tetap bersukacita di segala keadaan:  "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  (Filipi 4:4).  Bersukacita bukanlah sekedar saran atau himbauan, melainkan suatu perintah dan kehendak Tuhan!  Sekalipun hari-hari yang sedang kita jalani terasa berat, kita diajar untuk tetap berpikiran positif dan membuang semua yang negatif:  kuatir, takut, ragu, bimbang, cemas dan sebagainya  (ayat nas).  Inilah kunci untuk memiliki pikiran yang positif:  "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."  (Filipi 4:8).  Pernyataan  'Jadi akhirnya...'  menunjukkan bahwa inilah yang menjadi inti dari nasihat rasul Paulus kepada jemaat di Filipi ini, supaya pikiran kita dipenuhi dengan semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan.  Kita harus senantiasa bersektu dengan Tuhan dan merenungkan firman-Nya setiap hari.

     Ada tertulis:  "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya."  (Yesaya 32:17).  Kalau kita hidup dalam kebenaran Kristus kita akan memiliki damai sejahtera yang melampaui segala akal, yang akan memelihara hati dan pikiran kita  (Filipi 4:7).

Hati dan pikiran yang terpelihara di dalam Kristuslah yang memampukan kita untuk terus berpikiran positif di segala keadaan.

Tuesday, September 22, 2020

TERTULIS DI KITAB KEHIDUPANNYA TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 September 2020

Baca:  Wahyu 20:11-15

"Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan."  Wahyu 20:12a

Selagi kita masih hidup di dunia ini mari kita pergunakan waktu yang ada dengan sebaik mungkin yaitu hidup dalam kebenaran dan mengerjakan panggilan Tuhan dengan roh yang menyala-nyala.  Keselamatan yang sudah kita terima dari Tuhan harus kita kerjakan dengan takut dan gentar  (Filipi 2:12), serta berjuang sedemikian rupa mengejar perkenanan Tuhan sampai garis akhir hidup kita.  Tak ada kata sia-sia kita hidup dalam kebenaran!  Karena segala sesuatu yang kita perbuat untuk Tuhan dan juga untuk sesama manusia semuanya ada di bawah pengawasan Tuhan, mata Tuhan memperhatikan, dan kesemuanya tercatat secara rinci di dalam sebuah buku yang disebut kitab kehidupan.

     Segala jerih lelah kita di dalam mengikut Tuhan, kesungguhan kita dalam melayani pekerjaan-Nya, dan harga yang sudah kita bayar untuk mempertahankan hidup benar, selain dicatat di dalam kitab kehidupan juga akan mendapatkan upah dari Tuhan.  Ada tertulis:  "Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya."  (Wahyu 3:5).  Jadi yang tercatat di kitab kehidupan-nya Tuhan adalah orang-orang yang menang!

     Pemilik kitab kehidupan adalah Yesus sendiri, sebab kitab kehidupan juga disebut kitab kehidupan Anak Domba:  "...hanya mereka yang namanya tertulis di dalam kitab kehidupan Anak Domba itu."  (Wahyu 21:27);  Dialah yang menuntun siapa yang layak tercatat namanya di kitab tersebut.  Begitu pula setiap perbuatan jahat, ketidaktaatan terhadap firman Tuhan, juga tak luput dari pandangan Tuhan, dan pada saatnya akan mendapat balasan yang setimpal perbuatannya,  "Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu."  (Galatia 6:7b-8).

Bersungguh-sungguhlah di dalam Tuhan supaya nama kita tercatat di kitab kehidupan!

Monday, September 21, 2020

MASALAH DATANG, HATI TAK TENANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 September 2020

Baca:  Yesaya 30:1-17

"Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu."  Yesaya 30:15

Setiapkali masalah datang reaksi sebagian besar orang adalah panik, takut dan kuatir.  Juga kita tak bisa menahan ucapan, tak bisa menjaga lidah kita untuk memperkatakan hal-hal yang negatif dan mengasihani diri sendiri, padahal kita sudah diperingatkan,  "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19);  ucapan atau perkataan yang tidak dijaga, dapat membuat kita berdosa kepada Tuhan:  "Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang..."  (Mazmur 39:2).

     Kualitas hidup seseorang yang sesungguhnya akan terlihat dari kemampuannya dalam menguasai diri salah satunya adalah menguasai ucapan.  Bagaimana sikap kita saat menghadapi masalah atau pergumulan yang berat?  Ada kata pepatah yang mengatakan bahwa diam itu emas.  Kata  'diam'  yang dimaksudkan bukan berarti tidak mampu, masa bodoh atau menyerah pasrah, tapi mengacu kepada suatu sikap kehati-hatian dalam berbicara atau pun bertindak.  Jika kita tidak dapat mengatakan sesuatu yang baik adalah lebih baik kita berdiam diri.  Begitu pentingnya sikap berdiam diri sehingga orang bodoh pun  "...akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya."  (Amsal 17:28).  Ketika masalah datang menerpa hidup seringkali kita tidak bisa menahan ucapan:  mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel, seperti yang biasa dilakukan bangsa Israel saat berada di padang gurun:  "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini."  (Keluaran 14:11-12).

     Kebanyakan dari kita tak bisa tenang ketika permasalahan datang!  Tuhan mengajarkan kita untuk bersikap tenang saat masalah datang menerpa:  "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa."  (1 Petrus 4:7b).

Berdiam diri dengan mendekat kepada Tuhan membuat kita menjadi tenang!

Sunday, September 20, 2020

MENCINTAI FIRMAN: Hidup Dikenan Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 September 2020

Baca:  Mazmur 119:89-104

"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari."  Mazmur 119:97

Tentang Daud, Tuhan mengatakan,  "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku."  (Kisah 13:22b).  Kunci untuk memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan adalah memiliki rasa haus dan lapar akan firman Tuhan dan hidup dalam persekutuan yang karib dengan Tuhan.  Daud mau membayar harga dalam hidupnya untuk merenungkan firman Tuhan setiap hari, ia begitu menyukai firman dan Taurat Tuhan.  Bukan sampai di situ saja, ia juga  "...suka melakukan kehendak-Mu...Taurat-Mu ada dalam dadaku."  (Mazmur 40:9).

     Kita seharusnya memiliki perasaan yang sama seperti Daud, yang begitu mengasihi Tuhan dan mencintai firman-Nya.  Orang yang kasihnya bergelora untuk Tuhan tidak akan merasa keberatan untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan.  Itulah yang menyenangkan hati Tuhan:  "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya."  (Yohanes 14:21).  Selain itu kita harus benar-benar percaya dan berpegang teguh pada firman Tuhan, bukan hanya sekedar membaca, sebab semua tulisan yang ada di dalam Injil adalah perkataan Tuhan yang penuh kuasa.  Jangan sekali-kali kita membanding-bandingkan ayat-ayat firman Tuhan atau memperdebatkannya secara akal logika kita, sebab firman Tuhan itu hanya untuk dilakukan dan ditaati.  Seberapa besar rasa haus dan lapar Saudara terhadap firman Tuhan?  "Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan."  (Matius 5:6).

     Banyak orang Kristen lalai dan malas membaca Alkitab, mereka baru mencari Alkitabnya saat dalam keadaan terjepit.  Rasul Paulus menasihati Timotius,  "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci,"  (1 Timotius 4:13).  Bagaimana mungkin kita akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan yang tertulis di Alkitab, tanpa bertekun membaca, merenungkan dan melakukan firman Tuhan?  Pemazmur menegaskan bahwa menyukai firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam adalah kunci untuk meraih keberhasilan dalam hidup ini  (Mazmur 1:1-3;  Yosua 1:8).  

Karib dengan Tuhan dan  'tinggal'  dalam firman-Nya kunci diperkenan Tuhan!

Saturday, September 19, 2020

MENYUKAKAN MANUSIA: Hamba Manusia

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 September 2020

Baca:  Galatia 1:1-10

"Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus."  Galatia 1:10b

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh orang-orang yang terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan adalah berkenaan dengan motivasi.  Dalam melayani pekerjaan Tuhan kita harus memiliki motivasi yang murni yaitu mengejar perkenanan Tuhan, bukan mencari perkenanan dari manusia.  Kalau pelayanan kita hanya bertujuan untuk menyenangkan hati manusia atau orang-orang yang dilayani berarti motivasi kita sudah melenceng jauh.  Perhatikan apa yang rasul Paulus katakan,  "Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus."  (ayat nas).

     Fenomena ini sedang melanda gereja Tuhan di akhir zaman:  banyak pelayan Tuhan atau hamba Tuhan yang karena takut kehilangan jemaatnya akhirnya memilih untuk berkompromi dengan dosa.  Mereka tidak berani menegur jemaatnya yang berbuat kesalahan;  mereka tetap saja menutup mata seolah-olah tidak terjadi apa-apa;  mereka tidak bisa bersikap tegas!  Ketika kita lebih takut kepada manusia demi menyenangkan hatinya, atau lebih memilih untuk mencari pujian manusia, sama artinya kita sudah menghambakan diri kepada manusia.  Yang namanya  'hamba'  adalah orang yang berusaha melakukan apa saja demi untuk menyenangkan hati tuannya.  Ketika kita melakukan segala sesuatu dan menempuh segala cara dengan tujuan untuk menyenangkan hati manusia berarti kita sudah menjadi hamba manusia.

     Sebagai hamba-hamba Tuhan kita harus memiliki satu tujuan dalam melayani pekerjaan Tuhan kita harus memiliki satu tujuan bagaimana supaya kita tetap berkenan dan menyenangkan hati Tuhan.  Orang yang mengejar perkenanan Tuhan pasti akan menghambakan diri kepada Tuhan sepenuhnya dan berkomitmen untuk meninggalkan cara hidup yang tidak berkenan kepada Tuhan;  kita tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari kebenaran yang membuat hati Tuhan sedih.  Inilah harga yang harus dibayar seorang hamba Tuhan!  Apa pun situasinya kita harus tetap berdiri teguh dalam kebenaran firman Tuhan dan tidak akan berkompromi dengan dosa.

Kristus sudah mengorbankan nyawa-Nya untuk menebus dosa-dosa kita, karena itu kita harus menghambakan diri sepenuhnya hanya kepada Tuhan!

Friday, September 18, 2020

PADANG GURUN MENDATANGKAN KEBAIKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 September 2020

Baca:  Ulangan 29:1-29

"Empat puluh tahun lamanya Aku memimpin kamu berjalan melalui padang gurun; pakaianmu tidak menjadi rusak di tubuhmu, dan kasutmu tidak menjadi rusak di kakimu."  Ulangan 29:5

Masalah dan penderitaan adalah dua hal yang menjadi bagian dari kehidupan manusia di dunia, yang bisa menyebabkan orang menjadi teretekan dan mengalami stres.  Keadaan ini bisa terjadi dan dialami oleh semua orang tanpa terkecuali!  Bila tubuh kita ini mengalami tekanan yang berat dan stres secara terus-menerus dapat memengaruhi sel-sel yang ada di dalam tubuh kita, dan akhirnya bisa menyebabkan sakit-penyakit.

     Kita bisa mengambil hikmah dari perjalanan bangsa Israel saat keluar dari perbudakan di Mesir menuju ke Tanah Perjanjian, di mana mereka mengalami tekanan yang sangat berat dan membuat mereka menjadi stres, terlebih-lebih saat berada di padang gurun, suatu masa di mana kehidupan mereka seolah-olah berada di titik terendah  (nol).  Dalam situasi ini mereka diajarkan untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, dan justru saat berada di padang gurun, saat segala sesuatu sepertinya tidak ada harapan atau mengalami jalan buntu, mereka malah mengalami mujizat demi mujizat, keajaiban Tuhan dinyatakan.  Oleh karena itu belajarlah untuk tetap mengucap syukur kepada Tuhan sekalipun harus mengalami situasi seperti di padang gurun.  Inilah saat yang tepat untuk kita semakin mendekat kepada Tuhan, membangun persekutuan yang karib dengan Dia.  Tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini!  Jika kita diijinkan untuk melewati  'padang gurun'  berarti Tuhan memiliki maksud dan tujuan supaya kita belajar untuk hidup mengandalkan Dia, tidak mengandalkan kekuatan sendiri.

     Masa-masa di padang gurun memang identik dengan kesulitan, kesukaran, bahaya dan penderitaan, tapi mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengalaminya, sebab iman kita sedang dilatih dan dibentuk supaya makin kuat.  Hal penting yang harus diperhatikan adalah respons hati kita harus benar!  Jangan seperti bangsa Israel yang respons hatinya negatif:  mengeluh, bersungut-sungut, mengomel, menyalahkan keadaan, menyalahkan pemimpin, dan bahkan menyalahkan Tuhan.

Karena terus mengeraskan hati dan memberontak kepada Tuhan, bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan selama 40 tahun di padang gurun.

Thursday, September 17, 2020

MENOLONG ORANG LAIN: Menolong Diri Sendiri

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 September 2020

Baca:  Amsal 3:27-35

"Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: 'Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,' sedangkan yang diminta ada padamu."  Amsal 3:28

Kita seringkali menunda-nunda waktu dan memiliki banyak sekali pertimbangan ketika hendak menolong atau memberi sesuatu kepada orang lain.  Kita menghitung untung rugi:  kalau aku menolong si A saat ini, apa yang kudapatkan balik dari si A?  Firman Tuhan mengingatkan bahwa waktu untuk menolong orang lain adalah sekarang, bukan menundanya sampai besok, lusa, minggu depan, atau waktu yang tidak pasti.

     "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai."  (Pengkhotbah 11:4).  Jika hari ini ada orang yang datang kepada kita untuk meminta pertolongan, tapi kita menyuruh dia untuk pergi dan memintanya untuk kembali lagi besok atau di hari lain untuk kita beri yang dia perlukan, padahal sesungguhnya kita punya sesuatu untuk diberikan hari ini, itu artinya kita tidak punya kerinduan untuk menolong orang tersebut:  "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?"  (1 Yohanes 3:17).  Ingatlah bahwa kita ini tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain.  Keberhasilan kita di bidang apa pun tak luput dari dukungan atau peran serta dari orang lain juga.  Tidak ada kata  'rugi'  mengulurkan tangan menolong, berbuat baik, dan bermurah hati kepada orang lain.  Ada tertulis:  "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri."  (Amsal 11:17).  Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk mengasihi orang lain seperti diri sendiri, bahkan kita juga diperintahkan untuk mengasihi musuh,  "Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian."  (Lukas 6:33).  Mengasihi orang lain itu harus dengan hati yang tulus, tanpa ada kepura-puraan dan jangan karena pamrih.

     Dalam kehidupan di dunia ini berlaku hukum tabur tuai!  Jika kita menabur sikap masa bodo terhadap orang lain di sekitar kita, jangan terkejut bila orang-orang di sekitar akan berlaku masa bodoh pula terhadap kita, mereka tidak akan mempedulikan kita. 

"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."  Matius 7:12

Wednesday, September 16, 2020

KEBIMBANGAN ITU PENGHALANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 September 2020

Baca:  Mazmur 119:33-40

"Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu."  Mazmur 119:38

Banyak orang Kristen tak mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya bukan karena Tuhan tidak mengasihi mereka atau Tuhan ingkar terhadap janji-Nya, tapi kita sendiri yang mengalami kebimbangan dan tak sabar menantikan Tuhan.

     Tuhan berjanji kepada Abraham, yang pada waktu itu masih bernama Abram, untuk memberikan keturunan,  "'Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firman-Nya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.'"  (Kejadian 15:5)  Disebutkan keturunan Abraham jumlahnya akan seperti debu tanah dan bintang-bintang yang bertaburan di langit, tak terhitung.  Padahal ketika menerima janji dari Tuhan Abraham dan Sara sudah berusia lanjut, yang secara akal, mustahil untuk memiliki keturunan...tak mengherankan bila Sara sempat tertawa ketika mendengar hal itu  (Kejadian 18:12).  Meski janji Tuhan sepertinya mustahil, tapi  "...percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran."  (Kejadian 15:6).  Sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham tetap berharap dan percaya, bahkan  "Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup."  (Roma 4:19).

     Abraham harus melewati ujian waktu yang tidak singkat dalam menantikan janji Tuhan tersebut.  Ia terus memperkuat percayanya kepada Tuhan dan tidak bimbang  (Roma 4:20), sebab  "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan."  (Yakobus 1:6-7).  Kebimbangan adalah lawan iman!  Karena itu arahkan pandangan hanya kepada Tuhan dan jangan terpengaruh situasi yang ada.  Kita harus memegang teguh janji Tuhan sebab Dia yang berjanji adalah setia.  Sekalipun janji itu belum terlihat, percayalah bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan!  Apa yang tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, tak pernah timbul dalam hati, itu yang Tuhan sediakan bagi kita yang mengasihi Dia  (1 Korintus 2:9).

Pegang teguh janji Tuhan, sebab Ia membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya!

Tuesday, September 15, 2020

BELAJAR DARI SIFAT BURUNG MERPATI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 September 2020

Baca:  Matius 10:16-33

"...orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat."  Matius 10:22

Sudahkah kita menjadi anak-anak Tuhan yang setia?  Setia ketika segala sesuatu berjalan dengan lancar, itu hal yang mudah!  Masihkah kita setia ketika sedang berada dalam situasi sulit, tekanan, masalah, atau penderitaan?  Kita seringkali berubah sikap dan tak lagi setia, ketika sedang berada dalam masalah.  Seorang Kristus sejati pasti akan setia di segala keadaan!  Sebab Tuhan kita adalah Tuhan yang setia!  "jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya."  (2 Timotius 2:13).

     Kita harus setia dalam hal apa?  Dalam hal beribadah kepada Tuhan!  Ibadah adalah hal sangat penting!  "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8).  Komitmen untuk setia beribadah di tunjukkan oleh Yosua dan keluarganya!  "...aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!"  (Yosua 24:15b);  kita harus setia berdoa;  kita harus setia dalam membaca, meneliti dan mereungkan firman Tuhan;  kita harus setia melelayani pekerjaan Tuhan sesuai talenta dan karunia yang Tuhan beri.  "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  (Roma 12:11).

      Rasul Paulus begitu setia melayani Tuhan dan selalu ingin memberikan yang terbaik bagi Tuhan:  "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan."  (Filipi 1:21), dan  "...aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku..."  (Kisah 20:24).  Satu lagi tentang merpati:  burung ini tak punya kantong empedu.  Itulah sebabnya merpati tak punya sifat dendam atau sakit hati.  Jangan ada seorang pun yang menjauhkan diri dari kasih karunia Tuhan agar jangan tumbuh akar yang pahit  (Ibrani 12:15):  "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan."  (Efesus 4:31).  Kalau kita masih menyimpan akar pahit, kemarahan, dendam, sakit hati dan hal-hal jahat lainnya, mungkinkah kita bisa menjadi berkat bagi orang lain?

Tuhan mau kita setia dan tak menyimpan hal-hal jahat, seperti burung merpati!