Tuesday, July 14, 2020

TETAP KUAT SEPERTI POHON ZAITUN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2020


"Tetapi aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya."  Mazmur 52:10

Mazmur ini ditulis Daud saat ia sedang dalam situasi yang teramat sulit karena terus dikejar-kejar oleh Saul.  Ditambah lagi dengan tindakan Doeg yang berusaha mencari cara untuk menghancurkan hidup Daud, dengan memberitahukan keberadaan Daud kepada Saul.  Pada waktu itu Daud sedang berada di rumah Tuhan saat imam Ahimelekh melayani di rumah Tuhan.  "...menjawablah Doeg, orang Edom itu, yang berdiri dekat para pegawai Saul, katanya: 'Telah kulihat, bahwa anak Isai itu datang ke Nob, kepada Ahimelekh bin Ahitub.'"  (1 Samuel 22:9).

     Di tengah situasi yang sangat genting ini Daud berusaha untuk tidak terpengaruh oleh keadaan yang ada.  Ia menyatakan komitmennya untuk tetap  "...seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah..."  (ayat nas).  Ia berkeyakinan bahwa tidak ada kekuatan apa pun yang akan sanggup mengubah dan menggagalkan rencana Tuhan bagi hidupnya.  Karena itu Daud berusaha untuk tetap kuat dan bersyukur sekalipun berada dalam tekanan:  "Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!"  (Mazmur 52:11).  Mengapa Daud menyatakan kerinduannya untuk tetap seperti pohon zaitun?  Apa istimewanya pohon zaitun?  Pohon zaitun adalah pohon yang memerlukan waktu yang lama untuk bertumbuh.  Dengan kata lain, untuk bisa menjadi sebuah pohon yang kuat dan berlimpah buahnya dibutuhkan suatu proses yang tidak instan alias lama.  Pohon zaitun sering digunakan untuk melambangkan keindahan, kekuatan, kedamaian, kelimpahan atau berkat-berkat Ilahi.

     Begitu pula Daud, ia harus melewati proses pembentukan dari Tuhan dalam waktu yang tidak singkat untuk bisa bertumbuh menjadi seorang yang dewasa rohani.  Ini ibarat sebuah pohon yang mengalami pertumbuhan dari fase ke fase:  mula biji ditanam, tumbuh dan bertunas, berakar, menjadi pohon yang berdaun lebat dan berbuah.  Inilah kehidupan Kristen yang bertumbuh secara rohani,  "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,"  (Efesus 4:13).

Monday, July 13, 2020

JANGAN MENJADI ORANG YANG BEBAL!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2020


"Seperti salju di musim panas dan hujan pada waktu panen, demikian kehormatanpun tidak layak bagi orang bebal."  Amsal 26:1

Tidak ada seorang pun mau disebut atau dijuluki sebagai orang bebal.  Kemungkinan besar ia akan marah besar dan tersinggung bila dikata-katai sebagai orang bebal, sebab berbicara tentang orang bebal selalu mengacu kepada orang yang sepertinya tidak dapat berubah lagi hidupnya, hatinya sangat keras  (membatu)  karena tidak mau menerima nasihat dan teguran.  Memang, kita semua tidak mau dan tidak ingin disebut orang bebal, tapi sadar atau tidak, kita justru seringkali berperilaku sama seperti orang yang bebal.

     Orang bebal adalah orang yang tidak mau dan sulit menerima nasihat dan teguran dari firman Tuhan atau pun dari sesamanya.  Ia selalu merasa diri sebagai orang yang benar dan tidak pernah melakukan suatu kesalahan, karena itu ia mencari berbagai alasan untuk selalu membenarkan diri sendiri dan merasa tidak perlu diajar dan digurui oleh orang lain.  Ia menganggap yang harus berubah itu orang lain, bukan dirinya.  Orang bebal adalah orang yang tidak pernah mau belajar dari pengalaman, sehingga ia berulang kali melakukan kesalahan yang sama, tapi tidak pernah disadari atau pura-pura tidak sadar.  Penulis Amsal menyatakan,  "Seperti anjing kembali ke muntahnya, demikianlah orang bebal yang mengulangi kebodohannya."  (Amsal 26:11).

     Sikap bebal ini ditunjukkan oleh bangsa Israel!  Sekalipun sudah diperingatkan berkali-kali mereka tetap saja mengeraskan hati, memberontak kepada Tuhan dan selalu jatuh dalam kesalahan dan dosa.  Musa menegur mereka dengan keras,  "...hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana? Bukankah Ia Bapamu yang mencipta engkau, yang menjadikan dan menegakkan engkau? Ingatlah kepada zaman dahulu kala, perhatikanlah tahun-tahun keturunan yang lalu, tanyakanlah kepada ayahmu, maka ia memberitahukannya kepadamu, kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya kepadamu."  (Ulangan 32:6-7).  Orang bebal adalah orang yang meskipun sudah mengerti kebenaran, diajar tentang kebenaran, mereka tetap saja hidup menyimpang dari kebenaran.  Sekalipun tahu sesuatu tidak boleh dilakukan, mereka tetap saja melakukan yang dilarang:  "Berlaku cemar adalah kegemaran orang bebal,"  (Amsal 10:23).

Hidup dalam kebebalan adalah pintu menuju kepada kehancuran hidup!