Sunday, June 28, 2020

TAK BERHAK MENGHAKIMI ORANG LAIN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2020

Baca:  Matius 7:1-5

"Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."  Matius 7:2

Tak perlu diajari atau menempuh pendidikan formal bagi seseorang untuk melihat kelemahan, kekurangan atau kesalahan orang lain.  Semua orang mudah sekali melihat dosa, kesalahan dan kekurangan orang lain, sekalipun itu kecil sekali.  Sebaliknya kekurangan, kelemahan atau kesalahan yang ada di dalam diri sendiri, sekalipun itu besar, tak mudah dilihat, apalagi diakui.  "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?"  (Matius 7:3).

     Ketika ada saudara seiman yang jatuh dalam dosa, ketika ada hamba Tuhan besar jatuh karena terlibat suatu skandal, kita langsung ribut memperbincangkannya, seolah-olah kita ini orang yang paling suci, paling benar, dan tak pernah melakukan kesalahan.  Ketika ada saudara yang mengalami pergumulan berat, sakit yang tak kunjung sembuh, kita langsung jadi hakim dadakan:  menghakiminya karena banyak dosa.  Adakah orang yang luput dari kesalahan?  Adakah manusia yang sempurna, bahkan hamba Tuhan besar yang sudah diurapi Tuhan dan diperlengkapi dengan berbagai karunia pun tak luput dari kesalahan dan kekurangan,  "Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung!"  (Roma 14:13).  Banyak sekali ayat di Alkitab yang mengingatkan kita untuk tidak mudah menghakimi orang lain, sebab hal ini jahat di mata Tuhan.

     Yakobus menegaskan bahwa  "Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia?"  (Yakobus 4:12).  Jika saat ini kita masih merasa sebagai orang yang paling benar, paling suci, dan memandang orang lain sebagai pihak yang salah dan penuh kekurangan, bertobatlah!  "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi."  (Matius 7:1).  Jika ada saudara kita yang lemah dan jatuh, ini adalah kesempatan bagi kita untuk menunjukkan kasih:  memperhatikan, menolong dan menguatkan dia, jangan malah menjadi hakim atas hidupnya.

"Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain."  Galatia 6:4

Saturday, June 27, 2020

APALAH ARTI HIDUP JIKA TANPA TUHAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2020


"Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi."  Mazmur 103:15-16

Saat berada dalam kemapanan ekonomi, berjaya, di puncak karir, atau segala sesuatu tersedia, manusia seringkali merasa berada di atas angin, lupa diri dan seolah-olah tidak membutuhkan Tuhan.  Mereka lupa bahwa berkat-berkat yang dinikmatinya datangnya dari Tuhan Sang Sumber berkat.  Mereka berpikir bahwa nafas hidup, tubuh yang sehat, kekuatan, kepintaran, kemampuan untuk berkarya, itu semua datang dengan sendirinya.  Jika bukan karena Tuhan, dari manakah semuanya itu?

     Tidak ada alasan sedikit pun bagi manusia untuk membusungkan dada atau menyombongkan diri sekalipun ia punya segala-galanya.  Jangan pernah berkata karena memiliki uang banyak dan harta yang melimpah, lalu kita bisa hidup lebih lama di dunia, dibandingkan dengan mereka yang tak punya apa-apa.  Pemazmur menyatakan bahwa kehidupan manusia di dunia ini  "...sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat."  (Mazmur 144:4),  "...apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.  (ayat nas).  Hidup manusia di dunia ini ibarat orang yang hanya singgah sebentar untuk minum, seperti angin yang berlalunya buru-buru, dan kemudian melayang lenyap.  Kesuksesan di bidang apa pun atau kekayaan sebesar apa pun sifatnya hanya sementara, karena bila  'waktunya'  tiba kita harus kembali pada Sang Pencipta, dan semua yang kita miliki di dunia ini akan kita tinggalkan:  "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar."  (1 Timotius 6:7).

     Jangan sampai kita bernasib seperti orang kaya yang bodoh, yang membangga-banggakan harta kekayaannya:  "Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?"  (Lukas 12:20).  Hidup kita ini hanyalah seperti ranting-ranting yang sangat bergantung penuh pada pokok anggur, tidak bisa berbuah jika kita tidak melekat pada pokok anggur tersebut,  "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."  (Yohanes 15:5).

Kita tak lebih dari pada embusan nafas  (Yesaya 2:22), jangan pernah sombong!